Luka Tanpa Asa 2

Aijin Isbatikah
Chapter #15

15 | Kemunculan Orang Itu

Malam itu, Yumi menuruni tangga dan berjalan ke arah dapur. Diambilnya gelas dan mengisi air di dalamnya dengan dispenser. Saat Yumi sedang minum, ia membalikkan tubuhnya dan ....

‘CPRAATTTT!!!’ tanpa sadar, Yumi menyemprot wajah seseorang yang kini tengah berdiri dihadapannya.

“Aseeeemmmm!!!!” pekik lelaki itu. Ia segera mencuci wajahnya di wastafel. Sedangkan Yumi masih tercengang. Lelaki itu mulai berkacak pinggang dihadapan gadis mungil itu. “Hey, Yumiyumichanchan! Kamu kira wajahku ini taneman yang lagi butuh air? Pakai disemprot segala.”

Yumi tertawa geli mendengar perkataan lelaki itu. Dia mengambir air lagi dan meminumnya sampai habis. Sebelum pergi, ia berkata, “Ups! Haru, saya lupa belum sikat gigi di malam hari. Rasakan itu! Hahaa ....”

Haru langsung merasakan seakan-akan wajahnya sudah ternodai.

“Waaaa … wajahku bau jigong!!! Ummph!”

Wajahnya tampak menahan sesuatu. Ia langsung berbalik ke wastafel kembali dan merasa mual-mual. Melihat reaksi lelaki itu, membuat Yumi hanya geleng-geleng kepala.

“Jadi seperti ini wujud dari kekasih Hana? Lemah sekali ya,” sindirnya. Saat hendak beranjak pergi, Haru memegang bahunya. Yumi kembali berbalik.

“Sepertinya kita harus membicarakan permasalahan di antara kita berdua.”

Yumi mengernyitkan dahi.

“Masalah? Memangnya kita berdua ada masalah?” tanyanya dengan lugas. Haru menganggukkan kepalanya.

“Kita memerlukan percakapan yang serius. Sejak awal kita bertemu, kamu terlihat tidak suka dengan kehadiran saya. Dibandingkan denganku, kamu selalu bersikap baik pada Zeno. Katakan dengan jujur, apakah yang aku pikirkan itu benar?”

“Iya.”

“Kenapa?”

“Kamu yakin ingin mendengarkan pendapat saya tentangmu?” tanya Yumi balik. Haru tidak dapat membaca ekspresi yang ditunjukkan oleh Yumi. Wajahnya begitu datar. Tidak ada emosi yang membangun seperti rasa marah atau rasa takut. Kosong.

“Uhm ... Ee ... Yumi. Aku ... Minta maaf ya jika ada kata-kata dariku yang menyinggung perasaanmu,” kata Haru agak ragu. Yumi mengernyitkan keningnya.

“Atas dasar apa kamu meminta maaf padaku?” tanya Yumi dengan nada ketus. Haru menghela nafas sesaat. Dia berusaha untuk lebih bersabar. ‘Ternyata menghadapi Hana tidak seberapa. Aku malah kewalahan menghadapi sahabat Hana satu ini. Sabaaarrrr.’

“Nggak bisa jawab kan?” ucap Yumi lagi. “Itu karena kamu nggak tahu kesalahan apa yang sudah kamu buat. Lagipula jangan terlalu mudah mengatakan kata ‘maaf'. Kata itu tidak pantas diucapkan oleh seseorang sepertimu.”

Haru tidak lagi bisa bersabar. Saat Yumi hendak berbalik pergi, Haru menarik lengan Yumi lagi. Keduanya saling melihat dengan mata nyalang.

“Memangnya aku orang yang seperti apa? Coba jelaskan sekarang juga!” seru Haru dengan wajah merah padam. Yumi tidak gentar sedikitpun. Dia tetap memandang Haru dengan tatapan tajam.

“Saya sangat membenci dua orang baru yang masuk ke dalam hidup Hana. Semenjak Hana memiliki hidup yang baru, dia malah menjadi lebih tersiksa lebih dari sebelumnya. Saya tahu semuanya tentang kehidupan Hana disini. Bodohnya, Hana malah selalu membela kedua orang itu dengan dalih bahwa setiap orang butuh kesempatan kedua untuk memperbaiki dirinya. Padahal Hana adalah orang yang paling tahu bahwa kesempatan kedua itu hanyalah sia-sia. Ayah kandungnya pernah mendapatkan kesempatan kedua, ketiga, sampai tak terhitung lagi. Tetapi orang itu tidak pernah bisa berubah dan terus menyakiti Hana dan ibunya. Namun kenapa dia bisa kembali memupuk hubungan dengan kedua orang yang pernah menjauh darinya, bahkan sampai menghancurkan mentalnya seperti itu? Anda pasti lebih tahu dari saya siapa kedua orang itu?”

Haru menganggukkan kepalanya. Kini raut wajahnya berubah menjadi murung. Seolah-olah ia mengerti siapa dua orang yang dimaksud oleh Yumi.

“Maksudmu Zuna dan ... aku?” tanyanya agak ragu. Yumi menganggukkan kepalanya dengan mantap. “Kalau Zuna, dia sudah menerima hukuman dari pihak sekolah dan pihak keluarga. Aku bisa pastikan kalau Zuna nggak akan mendekati Hana lagi. Kalau aku ... Dulu memang aku pernah bersikap tidak baik padanya. Ada beberapa hal yang berkaitan dengan permasalahan keluarga yang tidak bisa aku ceritakan secara spesifik. Tetapi kamu harus tahu kalau sekarang aku benar-benar tulus pada Hana. Aku benar-benar menyayanginya dan tidak ingin kehilangannya. Kamu percaya padaku kan, Yumi?”

Yumi mengendikkan kedua bahunya.

“Entahlah. Sudah banyak hal yang membuat Hana menderita. Aku hanya tidak ingin jika dia semakin hancur nantinya.”

“Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Aku janji akan selalu ada disisinya dalam kondisi apapun. Hana bisa menerimaku apa adanya. Kini giliranku yang harus menerimanya apa adanya. Aku bersyukur bisa bertemu dengannya. Tanpa Hana, mungkin saat ini aku masih berada di jalan yang menyimpang.”

Entah kenapa Yumi bisa melihat kejujuran dari mata Haru. ‘Pria ini terlalu berterusterang. Rupanya aku sudah salah menilainya. Dia tidak seburuk yang aku kira,’ pikir Yumi kemudian.

“Oh ya, Hana ... Apakah dia pernah menceritakan sesuatu padamu?” tanya Haru pelan.

“Tentang apa?”

“Mungkin tentang keadaan yang dia rasakan saat ini. Apa yang dia rasakan? Semakin baik? Atau semakin buruk?” pertanyaan Haru membuat Yumi berpikir sejenak. Dia merasa jika Haru mungkin mulai mencurigai Hana.

Bagaimana tidak? Terkadang Yumi saja merasa jika mood Hana mudah berubah-ubah. Belum lagi tentang obat yang seharusnya Haru ketahui.

Yumi berpikir bahwa bagaimanapun juga Haru adalah anggota keluarga sekaligus sebagai wali Hana. Ia hampir saja mengatakan sesuatu, tetapi mulutnya terkatup kembali ketika mendengar suara TV menyala. Haru berjalan melewatinya. Kemudian Yumi menyusulnya di belakang. Keduanya melihat Hana yang menonton TV sambil duduk di kursi sofa.

“Lagi-lagi dia menonton TV di tengah malam. Dia sudah minum obatnya nggak sih?” Haru berbicara pelan. Namun Yumi masih bisa mendengar perkataannya. Ia hanya diam membisu.

Haru dan Yumi berjalan mendekati Hana. Gadis yang tengah menonton TV langsung menyadari kehadiran mereka. Ia melempar senyum pada keduanya.

“Kalian juga belum tidur?” tanyanya. Mereka tidak menjawab dan hanya ikut duduk di kursi sofa dengannya. Posisi Hana berasa di tengah, duduk diantara keduanya. Hana menoleh ke arah Yumi, “Oh ya, Yumi-chan. Besok sore kamu ikut denganku dan teman-teman ya? Kami ingin berbagi takjil dengan orang-orang di pinggir jalan.”

“Takjil? Apa itu?” tanyanya.

“Takjil itu makanan dan minuman yang akan kita berikan kepada orang-orang yang membutuhkan makanan dan minuman untuk berbuka puasa nanti. Kamu mau ikut kan?”

Okay! Hana mengajak saya ke bulan pun, saya juga mau!” seru Yumi. Haru memutar bola matanya dengan ekspresi tidak suka. Yumi melihat ekspresi Haru yang masam. Ia mencubit kaki Haru yang penuh bulu. Haru mengeluh kesakitan. Yumi dan Hana malah tertawa terbahak-bahak.

“Rasakan itu!” seru Yumi sembari menunjukkan tangannya yang mengepal kuat.

***

Sore itu, Hana menghampiri teman-temannya yang sudah menunggu di depan rumah. Ia mengarahkan mereka untuk masuk ke dalam rumah dan mengambil nasi kotak dan botol air minum yang sebelumnya sudah dibungkus rapi oleh Nobuko dan Yumi.

“Hmm.. Tante, sepertinya kita harus memasukkan beberapa bungkus ini ke dalam kresek yang lebih besar agar tidak terlalu ribet,” usul Reta saat melihat nasi kotak dan botol air minum yang sudah dibungkus rapi ke dalam masing-masing kresek berwarna putih.

“Eh, bener juga. Jadi kita bisa membawa beberapa kresek sekaligus,” Kusniyah sependapat dengan Reta. Nobuko segera masuk ke dalam ruang dapur dan mencari kresek yang lebih besar di dalam lemari.

“Obasan,” panggilan Yumi mengagetkan Nobuko. Ia berbalik dan melihat Yumi yang membawa sebungkus kresek hitam berukuran besar yang masih utuh.

“Astaga, kamu menemukannya dimana? Sedari tadi tante tidak menemukannya.”

“Tadi Hana sudah menyiapkannya di atas meja.”

“Syukurlah. Ya sudah, tolong berikan pada teman-teman Hana ya.”

Yumi menganggukkan kepala. Diberikannya kresek-kresek itu pada Kusniyah.

“Terima kasih, Yumi cantik,” ucap Kusniyah. Yumi menyunggingkan senyumnya saja. Tetapi ia tidak dapat menampik bahwa sebenarnya ia menyembunyikan rasa senangnya karena bisa ikut terlibat dan berinteraksi dengan teman-teman Hana.

“Yumi, tolong bawa ini ke depan ya. Berikan saja pada anak-anak cowok. Biar mereka yang urus,” Reta memberikan kresek hitam berukuran besar yang sudah berisi sekumpulan makanan dan minuman takjil padanya.

Yumi menenteng dua kresek sekaligus. Dia membawanya dengan hati senang. Akan tetapi sesampainya di depan, langkahnya terhenti. Ia melihat Haru yang sedang sibuk menstater motornya. Sedangkan Eldo, Iwan, dan Ridwan yang tengah bercanda dan tidak menyadari kehadirannya. Sedangkan Zeno baru meletakkan sepeda motor bebeknya dan kini tengah melihatnya dari jauh.

Yumi memutuskan untuk berjalan lagi dan hendak menghampiri Haru. Tetapi ternyata Zeno langsung berjalan menghampirinya. Keduanya saling memandang.

Lihat selengkapnya