Luka Tanpa Asa

Aijin Isbatikah
Chapter #3

3 | Tidak Terulang Lagi

Hari pertamaku bersekolah diantar oleh papa. Setelah itu beliau meninggalkanku dengan kepala sekolah. Setelah terdengar bel berbunyi, aku mengikuti setiap langkah kepala sekolah menuju salah satu ruangan kelas. Di papan itu bertuliskan X-1. Ku tarik nafas panjang dan berusaha untuk tenang. ‘Jangan panik, Hana. Semua akan baik-baik saja.’

Kelas tampak tenang sebelumnya. Namun setelah melihat kedatanganku, suara agak menjadi riuh. Seorang guru yang berdiri di sampingku berusaha untuk menenangkan suasana. Setelah mengobrol berdua sebentar dengan guru itu, kepala sekolah meninggalkanku bersama guru tersebut.

“Adik-adik. Ada siswa baru pindahan dari Jepang,” suasana semakin riu setelah mendengarkan perkataan guru tersebut. Diriku sedikit terperangah. Mereka melihatku dengan wajah sumringah. Seakan-akan mereka akan menerimaku dengan tangan terbuka. “Silakan perkenalkan dirimu, dik.”

“Perkenalkan nama saya... ano....” dadaku mulai berdetak kencang. Aku menarik nafas lagi. Aku ingin membutuhkan lebih banyak oksigen. “Saya... saya....”

“Santai saja, Hana,” aku mendengar ke arah sumber suara. Ternyata ada Zeno di barisan bangku depan. Dia melambaikan tangannya sembari tersenyum.

“Kamu sudah kenal dengannya, Zeno?” tanya guru tersebut. Lalu ia mendekati bangku dimana Zeno duduk. “Pacarmu ya?” tanyanya dengan wajah iseng.

“CIYEEEE...” seketika suasana semakin ramai. Guru yang memakai balutan kain di kepalanya mirip seperti bu Hermawan itu tertawa bersama dengan para siswa lainnya. Sementara wajah Zeno memerah. Tiba-tiba saja aku merasakan kehangatan dari kelas ini. Aku mencoba memberanikan diri untuk memperkenalkan diri sekali lagi.

Hai’! Perkenalkan nama saya Hana Asuka. Asal saya dari Nagoya, Jepang. Salam kenal semuanya!” aku sudah berlatih di depan kaca semalam. Rasanya tidak sia-sia aku mempelajarinya. Semoga aku bisa dengan mudah berbaur di sekolah ini. Kemudian suara tepuk tangan mulai terdengar. Tanganku tidak lagi gemetar. Tapi tengkuk kaki ku yang bergetar. Aku masih berusaha untuk tenang.

“Nah, Hana. Silakan duduk di sebelah Zuna ya,” kata guru tersebut seraya menunjuk seorang cewek yang berada di barisan tengah bangku paling belakang. Ah! Aku pun mengingat cewek itu juga! Dia adalah saudara kembar Zeno. Sepanjang aku berjalan, beberapa pasang mata memperhatikanku. Aku mencoba untuk terus menyunggingkan senyum. Setelah duduk di sebelah kanan Zuna, aku menoleh padanya. Aih, Zuna tersenyum manis padaku.

“Halo, Hana. Kita bertemu lagi. Semoga kita semakin akrab ya,” ucapannya membuat diriku sangat senang. Di hari pertama ini aku merasa sangat beruntung. Kedua gadis yang berada di depan membalikkan tubuhnya dan berkenalan juga denganku. Cowok-cowok yang berada di sebelah kanan juga. Rupanya perkenalanku dengan teman-teman baruku terdengar oleh guru tersebut.

“Hey, adik-adik. Perhatikan dulu pelajaran di depan. Kalian bisa berkenalan pada jam istirahat nanti.”

“Zuna, siapa nama guru itu?”

“Oh, itu bu Alea. Walaupun sudah tua, tapi bu Alea guru yang menyenangkan. Tapi bu Alea tidak segan-segan juga akan menghukum kita kalau kita tidak mengerjakan pe-er.”

“Pe-er? Apa itu?”

“Pekerjaan rumah. Mmm... tugas yang diberikan untuk dikerjakan di rumah,” jelasnya. Aku menganggukkan kepala, memahami apa yang dikatakannya. “Oh ya, kamu pasti mengenal satu orang lagi di kelas ini.”

Zuna menunjuk seseorang yang duduk di meja belakang paling ujung sebelah kiri. Ia duduk sendiri. Wajahnya tidak begitu terlihat karena kepalanya tertutup oleh tudung jaket hoodie yang dikenakannya. Lambat laun aku baru tersadar, seseorang yang sedang tertidur itu adalah kak Haru. Ia juga satu kelas denganku!

***


Lihat selengkapnya