Pada saat jam istirahat tiba, aku bergegas pergi ke toilet. Setelah selesai, aku berjalan menyusuri lorong sekolah. Tidak kusangka ternyata beberapa bulan sudah berlalu. Aku menjadi betah bersekolah disini. Memiliki teman-teman dan sahabat yang baik merupakan mimpi yang ternyata sekarang dapat kugapai. Aku merasa bersyukur atas semua ini. Kuputuskan untuk duduk di depan lapangan basket. Beberapa siswa sedang bermain basket disana. Aku melihat cara mereka bermain basket dengan menggunakan berbagai teknik. Sungguh menarik sekali. Di tengah menikmati permainan basket mereka, aku melihat kak Haru yang juga bermain basket dengan mereka. Aku melihat bagaimana unggulnya dia dalam bermain basket dan berakhir memasukkan bola ke dalam ring. Tepukan tangan beberapa orang yang sedang menonton juga langsung menyadarkanku. Tidak lagi ku lihat kak Haru disana. Aku mengucek-ucek mata barangkali ada yang salah dengan pandanganku. Ku sipitkan mata. Aih, aku tidak menemukan keberadaannya disana. Sepertinya aku baru saja menghkhayal.
“Hey, lagi apa disini?” tepukan seseorang di punggungku agak mengagetkanku. Aku menoleh. Zeno duduk di sebelahku. Aku pun tersenyum melihat kehadirannya. Kami berdua melihat permainan basket bersama. Dengan masih menonton permainan basket, Zeno bertanya lagi, “Kamu sudah merasa nyaman bersekolah disini?”
“Saya merasa senang karena memiliki teman-teman yang baik disini. Hanya saja terkadang saya masih kurang bisa mengikuti mata pelajaran.”
“Emm.. kalau begitu kita harus sering-sering belajar bersama untuk membahasnya.”
Aku memandangi Zeno lama sambil menyunggingkan senyum.
“Terima kasih ya, Zen. Kamu selalu membantu saya.”
“Sama-sama. Lagian sesama teman kan harus saling membantu,” ucap Zeno agak salah tingkah. Ia terkekeh sesaat. Tiba-tiba aku mendengar seseorang meneriakkan namaku dari kejauhan. Rupanya Reta dan Kusniyah berlari-lari kecil menghampiri ke arahku. Sesampainya di dekatku, mereka mencoba mengatur nafas.
“Reta dan Kusniyah.. eeng, kenapa lari-lari begitu?” tanyaku. Mereka tidak menjawab karena kehabisan nafas. Tak lama setelah dirasa sudah bisa bernafas dengan normal, Reta mengguncang-guncang pundakku.
“Han, sudah beberapa hari ini setiap jam istirahat tiba, Zuna menghilang.”
Aku terkejut mendengarnya, sedangkan Zeno malah tertawa.
Ia berujar, “Heh, kamu kira bagaimana dengan Hana? Bukankah ia juga selalu menghilang dari kalian seperti sekarang? Biasa ajah kali, nggak usah lebay.”
“Ya beda lah! Hana kan kalau pergi selalu mengekor sama Haru! Makanya kita udah nggak bingung kalau cari dia lagi,” kata Reta.
“Kalau Zuna beda lagi. Dia kemana-mana selalu sama kita. Beberapa hari yang lalu aku tidak khawatir sama sekali, tapi ini dia selalu menghilang di jam yang sama. Belum lagi kalau ditanya selama jam istirahat kemana. Dia malah main rahasia-rahasiaan, huh!” sambung Kusniyah panjang-lebar.
“Mungkin dia ada di suatu tempat. Dia pasti akan kembali lagi nanti!” Reta dan Kusniyah tampak tidak puas dengan perkataan Zeno. Reta melipat kedua tangannya di dada. Ia melotot di hadapan cowok itu.
“Heh, ya udah kalau kamu nggak peduli sama saudaramu sendiri. Biarin kami bertiga yang mencarinya! Yuk, Hana!” setelah mengatakan itu, Reta menarikku untuk pergi bersamanya. Aku berbalik dan melambaikan tangan pada Zeno. Tampaknya ia mengerti dan membalasku dengan senyum.