Luka Tanpa Asa

Aijin Isbatikah
Chapter #12

12 | Kata-Kata yang Kejam

Yumi, senang mengetahui bahwa dirimu baik-baik saja disana. Aku jadi ingin mengobrol banyak tentangku disini. Disini aku memiliki teman-teman yang baik. Setiap jam istirahat di sekolah, mereka mengajakku makan bakso. Teman terdekatku adalah Zuna, Reta dan Kusniyah. Mereka sangat suka sekali makan bakso. Bakso itu daging sapi yang dibentuk bulat dan disertai kaldu di dalamnya. Atasnya dibubuhi daun bawang dan bawang goreng. Dicampur saus sambal dan saus tomat juga lebih enak. Oh ya, makanan yang selalu dibelikan oleh Zeno juga enak. Namanya nasi krawu. Nasi krawu itu makanan khas disini loh! Nanti kapan-kapan akan aku kirimkan fotonya.

Mmm, Zeno dan Zuna itu saudara kembar yang tinggal di sebelah rumahku. Mereka juga satu kelas denganku. Makanya aku sangat dekat dengan mereka. Tetapi beberapa bulan sudah berlalu. Hubunganku dengan Zuna semakin merenggang. Ia tidak lagi pernah menyapaku. Aku memiliki permasalahan dengannya. Tentu saja, beberapa bulan yang lalu aku ingin menyelesaikannya secara baik-baik. Tetapi setiap aku mengajaknya berbicara tentang permasalahan kami, dia menghindar. Aku tidak ingin masalah kami berlarut-larut dan Zeno mengetahui bahwa kami masih bertengkar. Aku tidak ingin ia juga campur tangan dengan permasalahan kami. Aku merasa segala kerumitan ini harus aku selesaikan dengan tanganku sendiri. Zeno sudah terlalu banyak membantuku. Sejak hari pertamaku disini, dialah yang mengajariku percakapan sehari-hari disini. Kami juga selalu belajar bersama. Dia adalah cowok yang pintar dan sangat.. sangaaattt baik.

Oh, aku belum mengenalkanmu dengan kak Haru juga! Namanya cukup unik loh, Haru Einstein. Kak Haru cukup pendiam. Walaupun setiap kali aku mengajaknya berbicara, ia masih selalu acuh padaku. Aku selalu merasa bahwa ia menanggapiku dan mendengarkanku dalam keterdiamannya. Kak Haru juga beberapa kali menolongku saat aku kesulitan. Dia selalu menghabiskan waktu dikamarnya. Aku tidak pernah tahu apa yang dilakukannya. Tetapi aku selalu mendengar ia bermain gitar dan bernyanyi disana. Suaranya seindah malaikat. Waktu kali pertama aku bertemu dengannya di bandara, aku kira dia memang malaikat yang dikirimkan Tuhan untukku. Sekarang aku begitu menyayanginya.

Kamu tahu tidak, sekolahku sudah memasuki masa semester dua. Itu berarti sebentar lagi aku naik ke kelas 11 di sekolah. Ada kabar baik juga! Beberapa bulan yang lalu, mamaku memberikan kabar baik. beliau sedang mengandung! Sekarang sudah berjalan empat bulan, mama akan memeriksakan kandungannya nanti untuk mengetahui jenis kelamin calon adikku. Apapun jenis kelaminnya, aku harap ia terlahir dengan sehat. Untuk menyambut kelahiran adikku, mama dan papa menyiapkan segala sesuatunya dengan baik. pada trimester pertama, mama sudah sibuk memilih untuk menemui dokter kandungan terbaik di rumah sakit. Papa selalu membelikannya vitamin agar kandungannya semakin sehat. Mama juga sering sekali mual-mual. Papa selalu memijat pundak mama jika mama merasa mual. Papa memijitnya sambil terus berbicara agar mama tidak boleh banyak pikiran dan harus mengonsumsi makanan bergizi. Mereka tampak saling menyayangi. Oh ya, mama juga mengajakku untuk berbelanja pakaian khusus ibu hamil. Ternyata pakaiannya lucu-lucu loh! Mama juga sering memaksa papa untuk meluangkan waktunya berolahraga bersamanya. Mama juga memaksaku, tetapi beliau tidak bisa memaksakan kak Haru untuk ikut.

Entah kenapa kak Haru semakin terlihat aneh dan canggung di setiap harinya. Seperti bukan dirinya yang biasanya. Memang sih kak Haru sudah sangat aneh semenjak selalu dekat dan hanya berinteraksi dengan Zuna. Melihat kedekatan mereka yang seperti sepasang kekasih membuat dadaku terkadang menjadi semakin sesak. Aku jadi bertanya-tanya apakah sebenarnya mereka menjalin hubungan khusus? Ah, masa bodoh! Ada yang lebih penting dari itu! Semenjak mama mengabarkan kehamilannya, kak Haru semakin aneh. Dia tidak menghabiskan makanan yang disiapkan oleh mama. Aku juga terkadang memergoki kalau kak Haru selalu menatap mama dengan tatapan kebencian secara terang-terangan.

Sebelumnya sih aku sudah menyadari bahwa dia membenci kehadiran kami, tetapi dia tidak pernah membenci kami dengan begitu terlihat. Setiap jam kelas, biasanya dia selalu tertidur. Tetapi sekarang ia hanya menatap kosong ke depan. Seolah-olah dia tidak memperhatikan guru di depannya. Seperti ada sesuatu yang dipikirkannya. Aku juga pernah memergokinya berdiri di ambang pintu kamar dimana aku, mama, dan papa sedang menyusun dan memasukkan beberapa benda untuk kebutuhan calon adik kelak. Kak Haru melihat kami dengan wajah sendu. Dia juga tidak lagi bermain musik di kamarnya seperti biasanya. Bahkan Zuna yang sering mampir ke dalam kamarnya juga tidak diperbolehkan masuk lagi. Kakakku itu jadi lebih banyak diam. Aku ingin mengerti tentang dia. Tetapi entah kenapa dia selalu memasang dinding yang tinggi didepanku. Padahal aku benar-benar tulus menyayanginya.

Maaf ya, Yumi. Sepertinya aku banyak bercerita. Di lain waktu aku juga ingin mendengarkan kisahmu ya. Salam sayang, Hana.

SEND!

Setelah mengirim email melalui laptop, kusandarkan tubuh ke belakang. Rasanya sudah terlalu lama aku mengetik surat untuk Yumi. Kulihat jam weker yang berada di atas meja. Tuh, kan, sudah satu setengah jam kuhabiskan waktu untuk mengetik. Aku harap Yumi senang dengan balasan email dariku.

“Hana!” panggilan mama membuatku berhenti menekuk punggung ke belakang. Dengan segera aku membuka pintu kamar. Aku terkejut saat melihat kak Haru berdiri terpaku di ambang intu kamarnya. Sepertinya akhir-akhir ini dia banyak melamun. Aku hendak menyapa kak Haru, tetapi mama memanggilku lagi.

Lihat selengkapnya