Luka Tanpa Asa

Aijin Isbatikah
Chapter #13

13 | Menjauh

Haru merasa ada yang aneh darinya. Tidak henti-hentinya matanya menatap ke arah Hana yang sedang bersenda gurau dengan Zeno, Reta dan Kusniyah. Sejak kejadian di kamar calon bayi itu, Hana sudah tidak menyapanya sama sekali. mengekor seperti biasanya pun tidak lagi dilakukannya. Kini dia lebih banyak menghabiskan waktunya dengan teman-temannya. Walaupun ada Zuna yang terus saja berbicara padanya, ia masih merasa hampa. Rasanya Zuna begitu berbeda dengan Hana. Gadis asal Nagoya itu biasanya menceritakan segala apa yang terjadi padanya, apa yang disukainya, dan menertawakan lelucon bodoh. Daripada itu yang lebih penting adalah saat Hana selalu bertanya balik kepada Haru. Haru tahu kalau Hana berharap agar dirinya mau diajak ngobrol dengannya. Sementara Zuna hanya ingin ceritanya didengar. Ia seperti tidak ingin tahu apa yang dirasakan oleh Haru saat ini.

“Haru, dengar aku ngomong nggak sih?” tanya Zuna. Mata Haru yang semula melihat ke arah sosok Hana, kini berpaling ke tembok. ‘Iish, dia kenapa sih? Sedari tadi tidak mendengarkanku bercerita,” Zuna melihat Hana yang sedang memukul pelan kakaknya sambil tertawa. ‘Paling nggak, Hana sudah tidak lagi mengekor pada Haru. Sekarang perhatian Haru akan menjadi milikku sepenuhnya.’

Hana merasakan seperti ada yang menatapnya dari arah samping. ‘Apakah kak Haru sedang melihatku?’ tanyanya dalam hati. Ia merasa penasaran dan memalingkan wajahnya ke arah dimana Haru duduk. Rupanya Zuna sedang melihatnya dengan senyuman sinis sambil melambaikan tangan ke arahnya. Hana merasa tidak mengenal lagi siapa sebenarnya Zuna. Sudah lama sekali mereka tidak berbicara satu sama lain. Kini Zuna melihatnya dengan ekspresi seperti itu. Hana tidak tahu bagaimana harus menanggapinya.

“Tapi beneran deh, kalau melihat kalian jalan berdua berasa seperti melihat couple ter so sweet!!!” tepukan Reta di pundaknya membuatnya tersadar. Hana kembali memperhatikan teman-temannya berbicara.

“Apa yang membuat kamu bisa beranggapan begitu?” tanya Zeno sembari membersihkan kacamatanya dengan sapu tangan. Reta dan Kusniyah tertawa kecil secara bersamaan.

“Kami pernah loh melihat kalian latihan band bersama di ruangan studio. Kalian terus saja beradu pandang sambil menyanyikan lirik lagu. Aku berasa kalian punya chemistry yang hebat!” Reta mengacungkan kedua jempolnya. Kusniyah yang baru saja menyedot habis minuman boba-nya segera mengangkat tangannya seakan hendak berbicara juga.

“Apalagi kalau melihat kalian saat kita belajar bersama di dalam kelas. Cara Zeno berbicara dengan Hana tuh lembut banget. Pasti kamu nggak sadar, Zen, saat dengan Hana kamu nyambung banget membicarakan topik dengannya. Matamu terlihat begitu bersinar. Rasanya jadi ter-ZeNa-ZeNa!” serunya memejamkan mata sembari menggenggam kedua tangannya. Hana bingung dengan perkataan terakhir Kusniyah.

“Ter-ZeNa-ZeNa? Itu apa?” Reta dan Kusniyah langsung ngakak melihat Hana yang melongo. Zeno mengenakan kacamatanya kembali dan menggelengkan kepalanya sembari tersenyum.

“Rasanya semakin jatuh hati dengan pasangan Zeno dan Hana!!!!” seru Reta sambil mencubit kedua pipi Hana dengan gemas.

“Aah, jangan cubit dedek manisku. Sini aku peluk!” Kusniyah langsung memeluk Hana yang membalas memeluknya. Reta yang menunjukkan wajah cemberutnya, segera memeluk keduanya juga dengan erat. “Duh, nggak bisa nafas nih! Bau ketekmu, Reta! Waduh!”

Zeno merasa senang melihat kerukunan Hana dan teman-temannya. Dia tahu jika Zuna dan Hana masih memiliki konflik. Tetapi dia menghormati keputusan Hana untuk mencoba menyelesaikannya sendiri. Sifat Hana sepeti itulah yang membuat Zeno semakin kagum adanya. Zeno mengingat kembali bagaimana anggapan Reta dan Kusniyah tentangnya dan Hana. ‘Ternyata aku melihat Hana dengan pandangan yang seperti itu. Akhir-akhir ini aku juga merasa kalau seringkali diriku berdebar saat bersentuhan tangan atau berdekatan dengannya begini. Topik obrolan kita juga nyambung banget! Aku juga merasa bahagia kalau Hana pun bahagia. Apa jangan-jangan aku..,’ sesaat wajah Zeno memerah. Dia mulai menyadari perasaannya pada Hana. Dia mulai mengetahui bahwa perasaan kagumnya telah berubah menjadi cinta.

***

 

Waktu sudah menunjukkan jam setengah empat sore. Aku segera memilih baju apa yang akan kupakai untuk pergi bersama dengan Zeno. Tadi siang Zeno mengajakku pergi bersamanya ke toko buku di mal. Ia berencana ingin mencari buku menulis blog untuk pemula. Rasanya dia bersemangat sekali untuk menjadi penulis blog. Aku turut senang bahwa Zeno telah menemukan hobi yang disukainya selain mengajar dan bermain musik.

Setelah bersiap-siap, diriku mematut diri di cermin kembali. Memakai topi schoolboy hat berwarna merah marun ditambah pakaian cut-out knit berwarna merah dipadu dengan celana jeans membuatku terlihat keren. Sangat disayangkan poni rambutku tidak terlihat. Ah, tidak apa! Hal yang terpenting adalah tampil rapi.

“Hana, Zeno sudah menunggumu di ruang tamu!” terdengar suara teriakan papa dari lantai bawah. Aku pun segera bergegas keluar kamar. Namun langkahku terhentikan saat melihat kak Haru sedang menyandarkan diri di samping sudut pintu. Dia melihatku dengan tatapan yang aneh. Aku memang selalu ingin mengerti kenapa dan ada apa dengan dirinya. Tetapi kali ini tidak lagi. Kak Haru sudah sangat keterlaluan! Kuabaikan kehadirannya dan aku segera menuruni tangga tanpa berbalik melihatnya. Saat melihat kehadiran Zeno, aku mencoba untuk tersenyum.

“Maaf, Zen, kamu pasti menunggu lama,” kataku. Zeno melihatku tanpa berkedip. Aku menjadi agak salah tingkah. “Kenapa?” tanyaku.

“Ka.. kamu.. hari ini cantik banget! Eh, maksudku Hana yang sekarang modis sekali ya!” aku tidak menyangka jika Zeno yang biasanya tenang juga menjadi salah tingkah begini. Terdengar suara tawa kecil papa dan mama. Aku berbalik melihat papa yang berdeham dan membaca koran kembali. Sementara mama kembali merajut. Aku melihat Zeno kembali. Seperti ada yang beda darinya. Rambutnya yang lurus berponi diubah menjadi model preppy cut. Dia juga tidak mengenakan kacamatanya lagi.

“Makasih. Kamu juga kelihatan keren. Dimana kacamatamu? Apa kamu lupa?”

“Oh, nggak. Aku sengaja meninggalkannya karena ingin mencoba menggunakan softlens.”

Lihat selengkapnya