Luka Tanpa Asa

Aijin Isbatikah
Chapter #15

15 | Ingin Berbicara denganmu

Haru pergi dengan tergesa-gesa. Sesampainya di depan halaman rumah, ia celingukan kesana kemari. Karena tidak menemukan sosok Hana, ia mengeluarkan motor ninjanya dari halaman rumah. Sesaat setelah menyalakan mesin motornya, ia melihat Hana yang berjalan dengan Zeno dan Zuna di pinggir jalan. Ia pun tersenyum. Dikendarainya motornya hingga menghadang keberadaan mereka bertiga. Haru membuka helmnya dan memberikan helm lain kepada Hana. Gadis itu mengernyitkan dahi tidak mengerti.

“Ayo berangkat denganku,” ajaknya. Hana tidak langsung menerima helm tersebut. Sesaat ia melihat ke arah Zeno. Lalu Hana mendorong helm itu kembali pada Haru.

“Maaf kak. Aku sudah janji berangkat sekolah bersama dengan Zeno dan Zuna,” setelah mengatakannya, Hana berjalan melewatinya bersama dengan Zeno. Mendengar perkataan Hana membuat wajah Haru menjadi murung. Zuna mengurungkan niat untuk pergi bersama dengan Hana dan Zeno. Ia mengambil helm dari tangan Haru. Cowok itu pun terkejut.

“Berangkat sama aku ajah ya! Aku sudah capek naik angkutan umum terus nih,” saat Zuna hendak memakai helm, Haru langsung merebutnya kembali. “Eh, apaan sih?!”

“Jangan dekati aku lagi. Kamu bukan teman yang baik, Zun.”

“Maksudmu apa sih?” tanya Zuna dengan heran.

“Aku sudah tahu dari mama kalau cokelat valentine waktu itu buatan Hana. Bukan buatanmu!”

Zuna menelan ludah dengan gugup. Ia tidak menyangka akan ketahuan secepat itu. Dia merentangkan tangannya di depan motor Haru yang hendak pergi. Haru mencoba mengusirnya. Tetapi Zuna tetap kukuh pada pendiriannya.

“Nggak! Aku nggak mau pergi! Aku akan melakukan apapun untuk bisa dekat lagi denganmu, Haru! Kamu mau lihat aku merokok lagi dengan teman-teman berandalanmu, hah?! Kamu nggak merasa bersalah padaku?!!”

“Terserah! Minggir nggak lu?! Sakit lu!” Zuna tetap tidak bergeming. Haru menstater mesin motornya sampai asap motornya membuat Zuna terbatuk-batuk. Haru membelokkan motornya dan berbalik pergi. Zuna berteriak saat melihat kepergian Haru. Ia mencak-mencak di pinggir jalan.

“HARUUU!!! KAMU HARUS MEMBAYAR ATAS SEMUA PENGORBANANKU! BAGAIMANAPUN CARANYA, KAMU HARUS JADI MILIKKU! HARUS!”

***

Aku tahu bahwa hari ini saatnya kak Haru mencoba keluar dari cangkangnya. Saat bel masuk belum berbunyi, ia duduk di sebelahku. Kursi sebelumnya memang sudah kosong semenjak Zuna pindah di bangku kak Haru. Tetapi sekarang kak Haru malah duduk disebelahku. Aku begitu gugup dibuatnya. Zeno yang duduk di bangku paling depan memberikan pesan dari ekspresi wajahnya. Dia melihat Haru yang terus saja memandangku dengan kepala yang ditopang dengan satu tangan. ‘Ada apa dengan Haru? Kok bisa pindah disana?’ seolah-olah pertanyaan itu terlihat dari wajah Zeno. Aku menggelengkan kepala sembari mengernyitkan dahi. Aku tidak mengerti kenapa kak Haru memilih untuk duduk didekatku. Ternyata berbagai pertanyaan juga terlontar dari benak teman-teman di kelas. Ujang, salah satu teman sekelasku, memberanikan diri untuk bertanya padanya. Semuanya memandang mereka dengan gugup.

“Haru, kok kamu duduk disini?” tanyanya. Haru melihatnya dengan segores senyuman yang tercetak dibibirnya. Sebelumnya ia tidak pernah tersenyum seperti itu padaku maupun semua orang. Tetapi kini dia tampak begitu ramah.

“Kenapa memangnya? Tidak boleh? Eh, Jang, pinjemin kaset pe-es yang itu dong!” dia berdiri dan merangkul Ujang dengan santainya. Bisa dilihat jika Ujang hanya bisa berbicara menanggapinya dengan kikuk. Teman-teman lainnya begitu penasaran dengan kak Haru. Beberapa diantara mereka juga mendekatinya. Aku bisa melihat kak Haru yang berbeda dari apa yang aku lihat sebelumnya. Apakah itu kepribadiannya yang sebenarnya?

Kemudian kak Haru berdiri di depan kelas dan menepuk-nepuk tangannya ke atas. Teman-teman sekelas mulai memperhatikannya. Kak Haru menarik nafas sesaat. Aku pun ikut penasaran apa yang akan dikatakan olehnya.

“Teman-teman, maafkan aku karena selama ini sudah mengacuhkan kalian semua. Aku berharap bisa dekat dengan kalian lagi seperti dulu, baik teman-teman SD dan SMP ku dulu maupun teman-teman yang baru ku kenal di SMA ini. Jadi.. jangan kapok ya berteman denganku!” penjelasan kak Haru diakhiri dengan tepukan dari teman-teman sekelas. Ujang dan teman-teman cowok lainnya langsung merangkul Haru.

Lihat selengkapnya