Luka Tanpa Asa

Aijin Isbatikah
Chapter #17

17 | Hidup Tidak Terlalu Membosankan

  Semalaman Zeno tidak bisa tidur. Dia masih memikirkan kejadian kemarin lusa. Dia menelepon Hana untuk mengajaknya nonton bersama di Icon Mal. Tetapi ternyata Hana memiliki rencana lain. Zeno pikir kalau Hana memiliki rencana lain pergi bersama dengan teman-temannya atau dengan keluarganya.

Tetapi kemarin pagi, dia melihat Haru berboncengan motor bersama dengan Hana. Kepergian mereka berdua membuat Zeno semakin kepikiran. Dia sampai tidak bisa tidur karenanya. Entah kenapa ada perasaan takut kalau Hana akan direbut hatinya oleh Haru. Zeno tahu kalau mereka berdua adalah kakak beradik. Tetapi entah kenapa dari dalam hatinya berbicara lain. Kedekatan dua bersaudara tiri itu membuatnya pusing kepala.

Namun di sisi lain, ia semakin kagum kepada Hana karena ia bisa mewujudkan mimpinya untuk dekat dengan kakaknya. Hana sudah bisa mengambil hati Haru, kakak tirinya. Zeno harap hati itu tidak terambil sepenuhnya dan berubah menjadi cinta.

“Kak Zeno mau kemana?” tanya Zuna. Ia melihat kakaknya sedang bergegas sambil membawa ransel. Zeno memang sebelumnya berencana untuk pergi ke rumah Hana. Tetapi dia urungkan karena hendak menyelesaikan tugas sekolahnya. Setelah selesai nanti, ia akan langsung pergi bertandang ke rumah gadis yang dikaguminya itu.

“Mau ngeprint tugas fisika. Kamu sudah selesai ngetik belum tugasnya?”

Zuna menepuk jidat.

“Aduh, aku lupa ngeprint! Untung sudah ku kerjakan. Kakak, nitip ngeprint yaa!” ujarnya sambil berlari ke kamar. Tak lama ia kembali lagi dengan membawa flash disk. Diberikannya flash disk itu pada kakaknya. “Nama filenya fisika dot fix yee. Makacih kakakku cayaang!!!”

Zeno mengacak-acak rambut Zuna dengan gemas. Ia tidak tahan jika adiknya berperilaku manis seperti itu. lalu ia langsung berlari kecil keluar rumah sembari cengengesan saat mendengar dumelan adiknya. Tempat Zeno mengeprint tidak jauh dari rumahnya. Tempatnya hanya berada di depan seberang lapangan. Jadi ia hanya tinggal berjalan saja kesana.

Sesampainya disana, ia meminta mas-mas jasa printer untuk mengeprint tugas sekolahnya. Dia pun duduk menunggu sambil melihat-lihat sekitar ruangan. Di sampingnya terdapat printer yang sedang bekerja. Namun tidak ada orang di depan komputer dan printer tersebut. Biasanya komputer tersebut disediakan untuk orang-orang yang ingin memperbaiki filenya. Zeno agak terkejut melihat hasil printer tersebut.

“Kenapa ada foto Hana dan Haru disini?” ia mengamati foto itu satu-persatu. Setiap lebarnya terdapat dua buah foto. Zeno bisa melihat raut wajah bahagia dari wajah mereka berdua. ‘Sepertinya kemarin mereka berdua bersenang-senang di tempat wisata,’ ucapnya dalam hati.

Jujur, ia agak iri melihatnya. Ia tidak pernah melihat Hana sebahagia itu jika bersama dengannya. Namun dia juga agak terkejut melihat Haru yang semakin hari semakin menunjukkan sisinya yang dulu. Lalu arah matanya bergeser pada foto yang keluar selanjutnya. Foto itu tergambar sebuah keluarga yang sedang makan malam. Dilihat dari wajah Hana yang lebih mendekat di depan, sepertinya memang sudah jelas jika Hana yang memotret foto tersebut. Zeno pun sempat berpikir apakah Hana yang mengeprint foto-foto ini. Tetapi dimanakah dia berada?

“Zeno?” yang dipanggil langsung menelan ludah. Zeno tidak menyangka bahwa ia akan mendengar suara Haru. Ia pun mengangkat wajahnya. Benar saja! Sosok yang memanggilnya adalah Haru. Bukan Hana! 

“Ngapain disini, Zen? Mau ngeprint juga?” mendengar sapaan Haru dengan wajah cerahnya membuat Zeno ikut merasa lega. Dia kira Haru akan mengajaknya bertengkar lagi.

“Anu, iya nih! Aku ngeprint tugas fisikaku dan Zuna.”

“Oh, gitu,” Haru berjalan ke arah tempat printer di sebelah Zeno dan melihat hasil foto yang sudah diprint tadi satu-persatu. Dia pun tersenyum puas melihat hasil foto tersebut. Zeno juga ikut-ikutan melihat hasilnya.

“Hasil fotonya bagus. Kalian semua tampak begitu bahagia.”

“Yaah.. aku mulai menyadari kalau ternyata hidup itu tidak terlalu membosankan.”

Zeno terperangah mendengarnya. Ia tidak menyangka kalau Haru berkata seperti itu. Semenjak Hana hadir di hidup Haru sudah banyak hal yang terjadi. Berbagai sikap, masalah dan pembangkangan Haru yang semakin menjadi-jadi membuatnya ingin memukulinya sampai Haru sadar akan perbuatannya. Tetapi ternyata bukan itu yang harus dilakukan oleh seorang teman.

Zeno baru sadar kalau seharusnya ia harus berada di sisi Haru di saat dirinya rapuh. Bukan malah menjauhinya hanya karena Haru sudah menjadi biang masalah kala itu. Malahan Hana yang dulunya bukan siapa-siapanya Haru, sekarang dia lah yang bisa mengembalikan Haru seperti di sedia kala. Walaupun gadis itu tahu kalau dia hanya akan selalu mendapatkan makian dari kakak tirinya, akan tetapi Hana lah yang tetap kukuh untuk berada di sisinya. Tidak salah jika lama-kelamaan hati Zeno menjadi luluh dihadapan gadis yang dikaguminya itu. Tiba-tiba saja dia terpikirkan suatu cara untuk bisa berteman lagi dengan Haru.

“Ehm, Haru. Kamu tahu kan kalau sebentar lagi acara pensi.”

“Oh, ya. Aku tahu. Memangnya kenapa?”

“Kamu mau nggak jadi vokalis kami lagi? Aku benar-benar kelimpungan dengan orang-orang di sekolah kita yang ingin menjadi vokalis baru. Menurutku mereka semua kurang klop suaranya. Ya, kalau kamu mau..,” belum selesai bicara, Haru langsung menepuk pundak Zeno.

“Hey! Sudah jelas aku mau lah! Sebenarnya aku ingin membicarakan hal ini denganmu. Tetapi aku terlalu malu untuk itu. Aku ingin menyambung tali persaudaraan kita lagi, tapi aku nggak tahu gimana caranya.”

Zeno tidak menyangka kalau ternyata Haru juga memikirkan tentang anggota band-nya. Bahkan tidak hanya sekedar menjadi vokalis, Haru juga ingin dekat kembali dengan mereka. Tanpa sadar Zeno memeluk erat dan menepuk-nepuk punggung Haru. Air matanya hampir saja menetes.

Lihat selengkapnya