Luka Tanpa Asa

Aijin Isbatikah
Chapter #22

22 | Luka yang Terjahit Rapi

Di belakang sekolah, Haru bersandar di tembok sembari menarik nafas dalam-dalam. Matanya menerawang ke atas, menatap langit biru yang cerah. ‘Andaikan saja hari ini mendung. Pasti aku akan merasa bersyukur sekali. paling tidak, langit juga dapat merasakan apa yang aku rasakan,’ keluhnya. Lantas dia merogoh sesuatu di saku celananya. Ia mengambil seputung rokok dan menyalakan api di ujungnya. Namun belum sampai menghisap rokoknya, ia teringat kembali wajah Hana. Dia tahu kalau Hana tidak suka melihatnya merokok. Haru juga mengingat perkataan Hana waktu itu.

“Hana bilang kalau merokok tidak baik untuk kesehatan,” ia berbicara sendiri sambil menatap rokok yang masih dipegangnya. “Fhuh, menyusahkan!”

Sebatang rokok itu ia jatuhkan dan diinjaknya sampai hancur. Haru mengambil kembali sekotak rokok dari dalam saku celananya. Ia keluarkan semua isinya dan dihancurkannya ke tanah seperti nasib putung rokok sebelumnya. Entah kenapa kini perasaan Haru menjadi lebih lega. Ia pun menghela nafas panjang dan kembali menengadah ke langit.

“Kak Haru membuang semua rokoknya?” Haru terkejut kala melihat Hana berada tidak jauh darinya. Dia tampak sedikit kelelahan. Nafasnya tidak beraturan. Sepertinya dia sehabis berlari sebelumnya. Haru tidak menyahut. Di dalam dasar hatinya, ia merasa khawatir karena melihat Hana baru saja berlari. Ia takut terjadi apa-apa pada Hana lagi setelah ia sembuh dari sakitnya. Namun setelah melihat keadaan adik tirinya itu hanya sekedar merasa lelah saja, ia merasa lega. Hana berjalan mendekatinya. Gadis itu melihat kondisi rokok yang sudah dilumat dengan kaki Haru tadi.

“Sungguh mengenaskan,” ucapnya lagi sembari tersenyum. Melihat Hana yang tersenyum padanya, membuat Haru akhirnya luluh juga. Ia ikut-ikutan menyunggingkan senyum. Lalu Hana ikut-ikutan bersandar di tembok dan menengadahkan kepalanya ke atas. Ia melihat langit bersama dengan Haru.

“Kenapa kamu disini? Bukannya tadi ada yang menyatakan perasaannya padamu loh. Kalian sudah..,” perkataan Haru menggantung tiba-tiba. Hana melirik Haru sesaat. “Ah, lupakan!”

Hana terkekeh mendengarnya. Hana tidak menduga bahwa ia telah melakukan sesuatu yang berani untuk pertama kalinya. Ingatannya melayang kembali di saat Zeno menyatakan perasaannya kepada Hana di depan banyak orang. Hana tampak ragu untuk menjawabnya. Namun pada akhirnya ia menerima pemberian sekuntum bunga mawar putih itu. semua siswa bertepuk tangan menyambut pasangan baru di sekolahnya. Setelah kerumunan itu bubar, Hana meminta Zeno untuk berbicara berdua dengannya. Teman-temannya pun memberikan ruang untuk mereka berdua. Hana dan Zeno memutuskan untuk mengobrol di dekat lapangan basket.

“Apa kak Haru mengetahui tujuan dari kejutan ini?” tanya Hana. Zeno menganggukkan kepalanya. Cowok itu sudah mengira bahwa di dalam relung hati Hana hanyalah ada sosok Haru. Padahal Zeno sudah memberanikan diri untuk menyatakan perasaannya sekaligus meminta ijin dari Haru. Tidak disangka Haru mengabulkan keinginannya dengan syarat bahwa Zeno tidak boleh membuat Hana menangis dan terluka lagi. Atas bantuan Haru, kejutan tadi berjalan dengan lancar. Namun ternyata kejutan tadi tetap tidak mampu meluluhkan hati Hana. Gadis itu memberikan kembali mawar putih yang sedari tadi dipegangnya. Zeno menatapnya tidak percaya. Namun Hana membalasnya dengan wajah haru.

“Terima kasih atas semuanya, Zeno. Terima kasih karena kamu sudah menjadi teman baikku. Terima kasih karena sudah memiliki perasaan yang tulus padaku. Sebelum aku kesini, aku tidak akan mengira bahwa aku akan bertemu dan memiliki teman-teman yang baik seperti kalian. Aku menyayangimu Zeno. Namun hanya sebatas itu. Jadi berikanlah mawar putih ini kepada gadis yang sama-sama memiliki ketulusan seperti dirimu.”

Zeno mengambil kembali mawar putih tersebut. Rasanya ia ingin menangis saat itu juga. Penolakan Hana membuat hatinya terasa sakit. Namun kejujuran dari Hana cukup membuatnya mengerti bahwa yang ada di hati Hana hanyalah Haru.

“Kamu pengecut, Hana.”

“Apa?” tanya Hana dengan heran.

“Kamu ingat kan tulisan apa yang tertulis di surat Zuna?”

“Kamu membacanya juga?”

Lihat selengkapnya