LUKA UNTUK SEMBUH

Ivara
Chapter #1

RABU DI BULAN APRIL - CHAPTER 1

April.

Udara pagi masih menggenggam dingin semalam. Matahari belum sepenuhnya percaya diri menembus kaca jendela rumah tua di sudut kota—rumah yang menua bersama waktu, tapi tetap bertahan di tengah dentingan modernisasi.

Di dalamnya, tinggal seorang perempuan bernama Nada. Ia pendiam, tapi mudah disukai—bukan karena parasnya, tapi karena caranya memeluk dunia, bahkan saat hatinya sudah lama ingin menyerah.

Di kamar bercahaya lampu tidur yang temaram, Nada menulis di atas meja kecil di samping tempat tidurnya:

"Terima kasih, diriku. Sudah mau berjuang sejauh ini. Besok, mohon kerjasamanya, ya. Semangat untuk aku."

Sebentuk ritual yang tak banyak orang tahu—sepotong kalimat untuk menambal hati yang kadang rapuh, kadang terlalu kuat untuk mengeluh. Ia meninggalkan catatan itu di meja, mematikan lampu, dan berbaring. Esok, dunia akan kembali menuntutnya bertarung—entah dengan pekerjaan, entah dengan perasaan.

Rabu pagi, di bulan April.

Belum juga berganti menjadi Mei. Matahari belum tinggi saat Nada perlahan membuka mata. Jam di layar ponsel menunjukkan pukul 06.44. Ia bangkit dengan cepat dan bersiap kembali menjalani hari di kantor.

Dari balik pintu terdengar suara lembut ibunya:

"Nad, sudah bangun belum? Nanti kesiangan, lho. Sarapannya ada di meja, ya. Ibu mau ke pasar dulu."

Nada menjawab dari dalam kamar mandi, setengah berteriak:

"Iya, Bu! Aku udah bangun, kok. Ibu hati-hati, ya. Nanti kuncinya aku taruh di tempat biasa."

Kemudian Nada bersiap dengan pakaian kantornya, lalu menyantap nasi goreng buatan ibu yang rasanya tetap sama seperti biasanya.

"Hmm, ibu-ibu… garamnya masih aja kebanyakan. Tapi tetap enak, sih," gumam Nada sambil tersenyum.

Setelah semuanya selesai, Nada menutup dan mengunci pintu. Kunci dengan gantungan bergambar langit senja, ia selipkan ke dalam sepatu di rak—tempat biasa yang hanya ia dan ibunya tahu. Ia melangkah menuju sepeda motor, lalu dalam hati berkata lirih:

"Bismillah, semoga hari ini jadi lebih baik dari hari kemarin. Hai, aku… ayo kita bertarung lagi hari ini. Mohon kerjasamanya, ya."

Sepeda motor itu melaju, disambut mentari pagi yang hangat. Melewati beberapa gang di dekat rumahnya, Nada mengenakan helm pink bertuliskan "I Fine." Di jalan raya dengan hiruk-pikuk kota Bandung yang sejuk, Nada memulai harinya menuju kantor tempat ia bekerja, sebuah perusahaan bernama Financial World Global.

Nada sempat memperlambat laju motornya saat melewati hutan pinus di tengah kota. Tatapannya kosong, seolah memutar sebuah film di dalam kepala. Semangat pagi yang ia ucapkan di depan pintu tadi perlahan redup, berganti gundah gulana. Bibir kecilnya pun tak sanggup berkata. Tapi hanya sebentar. Motornya kembali melaju—mengingatkan bahwa ia hidup di masa kini. Di masa yang membuatnya perlahan, akan pulih.

Setelah menempuh perjalanan selama 45 menit, ia sampai di parkiran, langsung disambut sahabatnya—Tina. Perempuan tengil dan cerewet, tapi Nada merasa nyaman di sampingnya.

Lihat selengkapnya