LUKA UNTUK SEMBUH

Ivara
Chapter #3

PUKUL SETENGAH LIMA SORE - CHAPTER 3

Nathan menatap hutan pinus yang diguyur hujan, sambil menutup payungnya dengan lembut ia berkata “Aku nggak ikutin kamu ko, Nad. Awalnya aku pikir kamu masih marah sama aku soalnya aku ajak kamu ketemu tapi kamu nggak bales, jadi aku datang kesini. Ke tempat pertama kita ketemu, sebelum aku pergi aku mau ada di tempat ini untuk sekali lagi.”

“Emang kamu mau kemana?” tanya Nada lirih suaranya. sisa air matanya belum ai hapus, tangannya memegang tangan Nathan.

Nathan diam sejenak melihat wajah Nada, menghapus perlahan bekas air matanya. “Nanti aku jelasin, tapi nggak disini ditempat lain. Baju kamu juga basah kayaknya takut masuk angin.”

“Nggak mau, aku mau kamu jelasin sekarang. Aku mau kejelasan Nathan nggak kamu diemin gini, kita udah 2 tahun. Tapi baru kali ini kamu tiba-tiba kaya gini sama aku.”

Nathan tak menjawab, ia diam sejenak. Menatap Nada, menghela nafas panjang kemudian mengelus kepala Nada. Dan berkata “Aku lakukan ini bukan untuk ke egoisan aku semata, cantik, aku cuma pengen jelasin semuanya secara langsung. belum aku pergi.”

Tangan di kepala Nada membuatnya sedikit tenang, dan Nathan melanjutkan. “Ya udah kalau kamu maunya sekarang, kita ke tempat lainnya ya. Kamu sudah makan atau belum, kalau belum sekalian temenin aku makan ya?” Matanya menatap Nada sebentar dan sebelum Nada menjawab. Nathan kembali berkata. “Tapi aku telepon ibu kamu dulu takut khawatir cariin kamu,” Nathan mencoba menghangatkan suasana kembali, agar wanita cantik yang ia sayangi tak lagi menangis Nathan membuka ponselnya dan menelpon ibu Nada.

“Assalamu’alaikum, Bu.”

“Waalaikumsalam, ada apa Nathan? Tumben biasanya telpon lewat hp Nada.”

“Ini saya lagi sama Nada, Bu, Mau izin ajak Nada makan tadi kebetulan ketemu di hutan pinus tengah kota.” 

“Ya udah, tapi jangan pulang malam-malam ya? Titip Nada ya Nathan.”

“Baik Ibu, Nathan mau ketempat makan dulu Bu, Assalamu’alaikum.”

“Hati-hati di jalan, Walaikum salam.”

Nada masih menggenggam tangan Nathan, ia menatap begitu dalam pria di depannya. Seseorang yang dicintai, jantungnya masih berdetak. Kepalanya semakin penuh dengan banyak pertanyaan. Namun Nathan masih menatap lurus kedepan, memandang hujan yang perlahan mulai mereda. Hari semakin sore, senja tak lagi terlihat langit mulai memunculkan warna gelap berkabut dengan mendung. Hujan masih turun dengan rintik pelan, dan mereka pun beranjak pergi kesuatu tempat.

Nada yang hampir meletakan kepalanya di bahu Nathan, terhenti karena ajakan Nathan. “Nad, hujannya sudah mulai reda ayo kita cari tempat makan. Takut nanti kemalaman pulangnya,” ucap Nathan sambil membuka kembali payungnya.

Nada hanya menganggukkan kepalanya, sambil tetap memegang tangan Nathan mereka pun pergi dari tempat itu, menuju mobil Nathan yang ada di parkiran. Ditengah diamnya mereka Nada memberanikan diri membuka percakapan.

“Nat, aku kan bawa motor. terus gimana, ditinggal gitu motornya? Nanti aku kerja gimana?” tanya Nada kebingungan mengkhawatirkan motornya.

“Aku udah whatsapp agung tadi, nanti biar dia yang ambil. Kebetulan dia deket sini juga.”

“Lho ko kamu tau adikku dekat sini?” Nada kembali bertanya dengan heran.

“Kan tadi aku udah bilang, aku memang rencana mau ketemu kamu disini. Dan aku minta tolong sama agung buat main sekitar sini sampe aku kasih kabar.”

Nada tertegun, pipinya sedikit memerah. Senyum di balik wajah sisa tangisnya coba ia sembunyikan dari Nathan, rintik hujan di balik payung mereka bercampur aduk dengan hangat hati Nada. 

Lihat selengkapnya