Luka Yang Tak Pernah SEMBUH

Maria Ulfa
Chapter #2

Kejahatan Yang Brutal

Malam menjelang, kerusuhan itu tampak tidak berhenti meskipun di dalam gelap gulita. Aksi demo terus berlanjut hingga membuatku tidak bisa memejamkan mataku.

Aku merebahkan tubuhku di kasur, Aku masih kepikiran dengan apa yang dikatakan ayahku. "Mungkinkah sekolahku juga akan terancam karena kerusuhan ini?"

Aku menghela nafas keras, lalu Aku menutup wajahku dengan bantal guling yang ada di tanganku. Aku berusaha untuk memejamkan mataku supaya keesokan harinya Aku bisa menghadapi kenyataan yang harus Aku terima.

Pagi menjelang...

Setelah seharian libur, hari ini Aku memutuskan untuk pergi ke sekolah. Aku berjalan ke dapur dan mendapati ibuku sedang membuatkan sarapan untuk kami.

"Bu, Aku tidak bisa di rumah saja. Aku harus ke sekolah," ujarku pada ibu.

"Minta izin pada ayahmu," perintah ibuku.

"Tapi, Bu. Ayah pasti tidak akan memberiku izin," rengekku.

"Ningsih, dengarkan ibu! Kalau Kamu mau ke sekolah, Kamu harus bisa menjaga dirimu sendiri. Demo diluaran sana semakin mengerikan, hari ini sudah ada yang hilang dalam demo tersebut," ujar ibuku.

"Aku akan menjaga diriku sendiri dengan baik, Bu," ujarku meyakinkan ibuku yang sangat khawatir pada keselamatanku.

"Ibu akan bicara pada ayahmu untuk memberimu izin ke sekolah hari ini," ujar ibuku.

Aku hanya menganggukkan kepalaku dan menunggu ibuku berbicara dengan ayahku.

Setelah lama menunggu, ibu dan ayah menemuiku.

"Jika Kamu ingin ke sekolah, ayah akan mengantarmu," ujar ayahku.

"Terima kasih ibu, ayah," ujarku dengan senyum sumringah di bibirku.

Aku dan ayahku berjalan menelusuri beberapa jalan yang bukan merupakan titik demo, tapi tidak ada lagi titik yang aman di tempatku.

Kami memberanikan diri untuk melewati kerumunan masa yang ada di sisi jalan hingga mencapai sekolahku.

"Ayah, nanti ayah tidak perlu menjemputku. Aku akan pulang bersama teman-temanku," pintaku pada ayah.

Ayahku menganggukkan kepalanya sembari memberi pesan padaku. "Kalau sudah pulang sekolah, Kamu harus langsung pulang. Jangan pernah terlibat dalam demo ini."

"Baiklah, Ayah," jawabku.

Lihat selengkapnya