Bughhh...
Lemparan sebatang kayu itu menghantam kepalaku ketika Aku berlari untuk menjauh dari mereka, Aku memegang kepalaku dan Aku melihat ada bercak darah di tanganku ketika Aku menyentuh dibagian belakang kepalaku.
"Aaa..." ringisku ketika rasa sakit itu Aku rasakan.
Namun Aku terus berlari, Aku tidak mempedulikan darah di kepalaku. Akan tetapi, lemparan kedua kembali mendarat di kepalaku hingga tubuhku ambruk dan jatuh ke tanah.
Aku melihat kearah kaki-kaki yang melangkah mendekatiku, Aku juga mendengar gelak tawa dari mereka. Aku berusaha untuk berdiri, tapi kakiku tidak mempu menopang tubuhku untuk berjalan.
Pandanganku mulai samar, debu yang berterbangan semakin membuat pandanganku buram.
Tangan-tangan tak bertanggung jawab itu mulai menarik tubuhku, bahkan ada yang menarik rambutku. Aku memegang tangan mereka yang menarik rambutku dan meringis kesakitan, Aku mencoba melepaskan tangan mereka dari rambutku. Akan tetapi, mereka semakin menyeretku diatas tanah tersebut. Sebagian dari mereka menari tanganku dan yang lainnya menarik rambutku.
Mereka melempar tubuhku diatas tumpukan dedaunan yang jatuh dari pohon mangga yang ada di belakang toko tersebut.
Sore itu, di bawah hembusan angin dan kesunyian suasana saat itu menjadi saksi bisu hancurnya seluruh kehidupanku. Semuanya terenggut dalam hitungan jam, masa depanku, cita-citaku, bahkan kepercayaan kedua orang tuaku.
Saat ini tubuhku seakan di hujam ribuan besi, rasa sakit ini rasanya tidak mampu Aku tahan.
Aku ingin berteriak ketika mereka menaiki tubuhku, tapi mulutku seakan terkunci. Aku hanya bisa menangis dan memalingkan wajahku dari mereka, air mataku terus mengalir ketika mereka memperlakukanku seperti bukan manusia.
Satu persatu mereka menggagahi tubuhku, hingga rasa sakit itu tidak lagi aku rasakan.
Matahari sore semakin menenggelamkan sinarnya, Aku masih terbaring di atas tanah dengan seluruh noda di pakaianku. Aku masih terdiam dan menatap kaki-kaki itu melangkah meninggalkanku, bahkan salah satu dari mereka meludahiku. Aku seakan menjijikan bagi mereka, tapi mereka tidak menyadarinya bahwa mereka lebih menjijikan dari pada Aku.
Wanita yang ingin bantu tampak berdiri dan dia membantuku untuk berdiri.
"Aku minta maaf, Kamu ikut dinodai karena ingin menolongku," ujar wanita itu.
Aku hanya diam dan berusaha untuk berdiri.
"Aku benar-benar minta maaf," ujar wanita itu lagi.
"Tidak perlu minta maaf, semuanya telah terjadi. Tidak ada lagi yang perlu disesali, jika Aku menyesalinya, maka waktu itu tidak akan kembali lagi," ujarku dengan mata berkaca-kaca.
Wanita itu terdiam dan menatap kearahku yang berjalan meninggalkannya dengan jalanku yang sempoyongan, langkahku gontai menelusuri gang-gang menuju rumahku.