Lunas

Puspa Kirana
Chapter #1

1. Ocehan Teman Indekos

Perempuan dengan blus toska muda dan celana panjang lebar berlipit-lipit hitam, hampir membuka tote bag hitamnya untuk mengambil kunci kamar ketika mendengar seseorang berkata, “Ada yang borong lagi tuh, Cha. Belanja mulu, tapi utang enggak dibayar.”

Sebelumnya, Adel, perempuan itu, baru saja menaruh beberapa kantung belanja di lantai depan kamar indekosnya. Walaupun saat ini sudah menjelang magrib, aroma bunga cukup kuat menguar dari tubuhnya memperlihatkan yang digunakan bukan parfum sembarangan. Begitu juga kosmetik yang digunakan, pasti dari merek terkenal dengan harga lumayan melihat hingga sekarang tetap membuat wajah si pemakai terlihat mulus dan segar. Bahkan setelah hampir seharian di luar menggunakan masker hitam bermotif bunga-bunga berwarna toska yang sekarang ada di dalam tote bag-nya.

Tadi di pos satpam, ia berhenti sejenak untuk menggunakan hand sanitizer, prosedur wajib bagi siapa pun yang datang ke indekosnya itu. Ia memanfaatkan kesempatan tersebut untuk membuka masker, walaupun sempat ditegur oleh Pak Satpam mengingatkan agar masker tetap digunakan sampai di dalam kamar. Namun, ia sudah tak tahan lagi selama lebih dari dua jam terakhir terus-menerus menggunakannya. Untunglah senyum manisnya berhasil menghentikan aksi Pak Satpam yang meminta Adel untuk segera masuk kamar.

Walaupun pemerintah daerah Kota Bandung sudah memperlonggar aturan pembatasan wilayah karena pandemi, tetapi protokol tetap wajib dipatuhi setiap bepergian. Adel tak keberatan. Malah ia bersama teman-teman sosialitanya, mengikuti para selebgram menjadikan bermasker sebagai gaya berbusana baru. Ia ikut mengoleksi berbagai warna dan motif masker seperti yang digunakan para selebgram tersebut disesuaikan dengan busana yang dimilikinya. Bahkan jika perlu ia membeli busana baru agar cocok dengan masker selebgram itu. Ia tak ingin sebutan Miss Matching lepas dari dirinya gara-gara pandemi. Virus yang kasat mata itu, walaupun katanya ganas, tidak boleh membuat penampilannya amburadul.

Adel menoleh dengan kening agak berkerut ke arah dua teman indekosnya. Keduanya sedang duduk di depan kamar Icha, salah seorang dari mereka. Hal yang jarang terjadi di indekos ini. Para penghuni di sini seolah memiliki dunia masing-masing. Mereka tak terlalu peduli satu sama lain. Hanya mengenal nama dan saling sapa selewat jika kebetulan berpapasan. Adel tidak keberatan sama sekali. Mengurangi kelelahan seharian di luar dengan peran yang dimainkannya. Ini juga salah satu alasan ia mau pindah ke indekos ini, selain kamarnya besar, fasilitasnya lengkap dengan kamar mandi di dalam dan pendingin ruangan, serta dekat dari tempat kerjanya. Ia tak nyaman dengan orang yang terlalu ingin tahu urusan orang lain. Tentu saja harga sewanya sebanding dengan fasilitas tersebut. Adel mengetahui keberadaan indekos ini dari teman sosialitanya. Ia meminta saran untuk memastikan tempat itu bagus di mata mereka. Ia merasa makin diterima di grup tersebut. Walaupun terasa berat, Adel setuju. Penting baginya punya tempat tinggal yang bisa diterima teman-teman sosialitanya. Ia juga jadi lebih percaya diri berfoto diri di indekosnya untuk diunggah di Instagram.

Adel heran dan agak terkejut mendengar nada sinis Vanda, salah satu dari kedua teman indekosnya, yang baru saja berkata kepada Icha. Vanda memang seperti itu sejak Adel pertama kali mengenal temannya itu setahun lalu saat pindah indekos ke sini. Bicaranya sering sinis dan nyelekit hampir kepada semua orang kecuali Ibu Kos. Temannya itu juga paling tidak peduli kepada penghuni indekos lain. Jadi, bagaimana Vanda bisa nongkrong di sini bersama Icha dan tahu tentang itu?

Sementara Icha menanggapinya dengan tersenyum tipis agak salah tingkah sambil melirik Adel. Walaupun jarang berinteraksi, tetapi karena bersebelahan kamar, Icha teman indekos paling dekat dengannya. Apa Icha juga tahu? Dua pertanyaan yang cukup mengganggu. Ia berencana menanyakan masalah ini kepada tetangga kamar indekosnya itu saat Vanda sudah tak ada di dekat mereka.

“Dih, pura-pura enggak ngerti dia, Cha. Gayanya aja kayak orang gedongan, bayar utang segitu aja enggak mampu.”

Lihat selengkapnya