Ponsel kembali disimpan sama kasarnya oleh si empunya di meja rias. Deretan parfum dan perawatan wajah merek terkenal yang sangat peduli lingkungan dan tertata apik di meja itu ikut bergetar karenanya. Adel menarik napas dalam sambil memijit-mijit pelipisnya. Denyutan di kepala makin intens. Hatinya mengecil seolah banyak semut yang menggerogoti. Ia butuh sesuatu untuk menghalau semua itu. Showeran!
Adel mengambil dari lemari kaus abu-abu dan celana training bergaris tiga di sepanjang pinggir tubuh dan kaki kanannya. Tentu saja ia membeli setelan itu dari gerai resmi sekitar setahun lalu. Saat masih baru, ia memakainya untuk berolahraga dengan Nyai Hebringers. Mata mereka sangat peka dan pasti tahu jika anggotanya menggunakan barang tiruan.
Ia hampir melangkah menuju kamar mandi ketika terdengar ketukan pelan. Dengan malas ia mendekati pintu. Begitu terbuka, senyum canggung Icha menyambutnya. Sejenak kedua alis Adel agak naik sebelum membalas sangat tipis senyum itu. Ia jadi ingat kata-kata nyinyir Vanda tadi. Walaupun Icha tidak mengatakan apa-apa, tetapi ia yakin Vanda tahu tentang utang pinjaman online dari tetangga indekosnya itu. Hanya nomor telepon Icha, selain Ibu Kos dan dua satpam yang ada di memori ponselnya.
“Hai, Del! Sorry ganggu. Barusan Erin WA call. Katanya mau ngontak kamu, tapi HP-mu enggak aktif,” sapa Icha secanggung senyumnya. “Dia minta tolong aku ngasih tahu kamu."
Erin? Dari mana adik tirinya itu tahun nomor telepon Icha? Adel belum pernah memberitahu nomor tetangga indekosnya itu kepada siapa pun. Ingin bertanya, tetapi kekesalan yang muncul menahannya.
“O, oke. Makasih, Cha,” kata Adel sambil bersiap menutup pintu kembali. Namun, gerakan pintu yang ditutupnya terhenti.
“Del, sebentar.” Icha menahan pintu itu.
“Ada apa lagi?” Adel berusaha tetap tersenyum. Padahal hati ingin rahangnya jadi kaku.
“Tadi itu … aku enggak sengaja nabrak Vanda waktu jalan ke kamar pas pulang kantor. Aku lagi baca WA dari pinjol itu. HP-ku lepas dan ketangkap Vanda. Jadi, dia ikut baca.” Icha tidak meminta maaf, bahkan nada dan sorot matanya tidak mencerminkan itu. Ia seolah hanya ingin memindahkan seluruh kesalahan kepada Vanda.
“O, gitu,” kata Adel nyaris bergumam Adel. Kesal makin berjaya.
“Iya, gitu. “
Keduanya terdiam canggung beberapa saat sebelum Icha melanjutkan, “Ya, udah. Aku balik ke kamar, ya Del.”
Adel menarik napas dalam setelah pintu tertutup. Sekarang rahangnya sudah mengikuti keinginan hati. Tidak hanya kedatangan Icha yang menyebabkannya. Namun juga dugaannya bahwa Erin bermaksud menanyakan pesan Whatsapp tentang pinjaman online seperti yang lain. Hal yang tak ingin ia dengar dari siapa pun saat ini. Matanya melirik ponsel yang sejak dimatikan tidak berpindah dari atas meja rias, tanpa ada niat untuk mengambilnya. Sebelum hati makin kecil digerogoti semut, ia segera melangkah menuju kamar mandi.
Apa yang diharapkan terwujud. Tubuhnya terasa lebih ringan setelah seperempat jam dibiarkan merasakan percikan air hangat dari shower di kamar mandi. Aroma sabun campuran jeruk chyphre, mandarin orange, dan bergamot, serta bunga peony dan lili dari merek sama dengan beberapa parfum dan perawatan wajahnya, ikut menyumbang kepada merileks semua otot-otot yang tadi menegang.