Lunas

Puspa Kirana
Chapter #7

7. Pasangan Hidup

Tak sadar, Adel melirik ke kiri dan kanan sebelum melangkah meninggalkan kamar indekosnya. Ia membetulkan masker agar lebih banyak area wajah yang tertutup. Ia sengaja memakai masker yang paling lebar. Padahal sebelumnya masker itu sangat jarang digunakan karena ia tidak suka terlalu banyak area wajah yang tertutup. Selain membuat sesak napas, masker itu menyebabkan gerah dan bisa merusak riasan wajahnya. Namun, sekarang ia merasa memakai masker yang makin lebar makin baik. Bahkan jika mungkin seluruh wajahnya tertutup masker.

Begitu tidak melihat siapa-siapa di lorong kamar-kamar indekos, Adel berjalan cepat dengan kepala menunduk menuju gerbang. Sepertinya semua penghuni indekos sudah beristirahat di kamar masing-masing atau kalaupun ada yang masih punya urusan di luar, mereka belum pulang. Ia mengangkat bahu. Sudahlah. Panji, laki-laki yang sudah sebulan mulai menghuni hati, lebih penting saat ini.

Adel tak akan lupa perkenalannya dengan Panji. Ia sangat bersemangat ketika Naila mengatakan ingin memperkenalkan dengan kerabat jauhnya. Itu terjadi beberapa hari setelah ia curhat karena diminta segera mempunyai pasangan. Erin sudah ingin berumah tangga dan kekasihnya setuju mereka segera melangsungkan pernikahan. Tentu saja itu tak boleh terjadi. Adel lebih tua, jadi sudah semestinya lebih dulu menikah. Apa jadinya kalau ia dilangkahi? Pasti orang-orang akan makin nyinyir kepadanya, terutama keluarga Ayah Redi.

Adel jadi panik. Selama ini ia memang belum pernah berpacaran. Bukan tidak ada yang mendekati. Namun, karena pilih-pilih dalam berteman, ia jadi cenderung menutup diri ketika ada laki-laki yang dianggap tidak setara mendekatinya. Harapan datangnya laki-laki yang kaya raya dan berkedudukan tinggi hingga kini belum tercapai.

Tak sengaja ia mengatakan ketidaksetujuannya itu kepada Ibu membuat beliau meminta Erin memberi kesempatan agar Adel menikah lebih dulu. Emosi Ayah Redi sempat terpicu karena Ibu kukuh dengan pendiriannya. Belum pernah selama ini Ibu menentang keinginan Ayah Redi sekeras itu. Saat laki-laki itu masih emosi (ah, tapi Adel merasa setiap mereka bertemu, Ayah Redi selalu emosi melalui tatapan tajam dan sinisnya) dan Ibu sedang istirahat tidur siang, ayah tirinya itu memaki Adel. Laki-laki itu menuduh Adel mempengaruhi Ibu sehingga menentangnya. Bahkan Ayah Redi menuduhnya melakukan hal tersebut agar Erin menjadi perawan tua seperti dirinya.

Perawan tua! Perempuan mana yang menginginkan sebutan itu? Adel bukan tidak ingin memiliki pasangan hidup. Namun, memilih pasangan hidup tidak bisa asal-asalan jika ingin langgeng sampai akhir usia. Ia tak ingin apa yang dialami Ibu terjadi pada dirinya. Ia punya kriteria tertentu bagi pasangan yang akan mendampingi sepanjang hidupnya yang tidak boleh ditawar lagi.

Emosi Adel langsung terpicu begitu mendengar tuduhan Ayah Redi. Seolah ada gunung api yang hampir meletus di dada, tetapi tak bisa memuntahkan laharnya karena saat itu Ibu keluar kamar. Sepertinya terbangun karena mendengar suara Ayah Redi memaki-maki. Akhirnya Adel memutuskan pergi dari rumah mereka saat itu juga kembali ke Bandung dan hingga kini ia belum ingin menginjakkan kakinya lagi di rumah tersebut.

Adel makin bersemangat ketika mengetahui Panji sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Ia memang sudah menebak, Naila tidak mungkin mengenalkan dengan sembarang orang. Kriteria pasangan hidup teman terdekat di grup Nyai Hebring itu dulu juga punya kriteria sama dan ia berhasilnya mendapatkannya. Keluarga Panji kaya raya, berkedudukan tinggi, dan ada bonusnya pula, laki-laki itu anak tunggal. Terbayang semua kekayaan orangtuanya akan menjadi milik Panji, milik Adel juga jika jadi istrinya. Karena itu ia bertekad laki-laki itu harus jadi suaminya. Selama tiga bulan ia selalu berusaha menyenangkan Panji dengan memberikan semua yang diminta laki-laki itu. Tidak, tidak semua, tetapi hampir semuanya.

Namun, Adel tidak menyesal karena sebulan lalu Panji memenuhi permintaannya untuk segera melamar. Dengan suka cita dan bangga ia memberitahu Ibu kabar sangat baik ini. Ia merasa menang karena bisa mematahkan makian Ayah Redi saat terakhir pulang. Sebentar lagi ia bukan perawan tua!

Adel melambaikan tangannya ketika mendekati mobil Panji. Laki-laki itu memberi tanda agar ia masuk ke mobil. Terdengar suara kunci pintu Audi putih keluaran tahun lalu yang dikemudikan Panji membuka saat ia hampir menyentuh handelnya.

“Hai, Beib!” sapa Adel dengan suara manja begitu duduk di sebelah Panji.

Panji tidak menjawab. Ia hanya melirik dan bersiap menjalankan mobil. Adel tidak bisa menebak arti lirikan itu karena sebagian wajah Panji tertutup masker.

“Mau ke mana, sih Beib?”

Panji masih belum menjawab. Bahkan sekarang tanpa melirik. Pandangannya lurus ke depan menatap jalanan yang mulai ramai karena mobil yang dikendarai mereka masuk ke jalan utama.

Lihat selengkapnya