Lunas

Puspa Kirana
Chapter #9

9. Pulang

Adel menyandarkan seluruh berat tubuh dan kepala ke sandaran kursi begitu duduk di taksi online. Matanya yang perih memejam. Semalaman ia sulit tidur dan setiap ingat peristiwa di restoran, air berhamburan dari indera penglihatannya itu. Padahal peristiwa tersebut membayangi hampir setiap waktu sehingga matanya membengkak dan memerah yang ia sadari saat bercermin di pagi hari.

Sapaan sopir taksi online yang ramah, membuatnya membuka mata sejenak dan menjawab dengan anggukan kecil. Ia bersyukur memakai masker sehingga tidak perlu memaksakan diri tersenyum dan berharap si sopir mengerti kalau sedang tidak ingin diganggu. Padahal perjalanan menuju tujuan cukup panjang. Paling cepat mereka akan sampai tiga perempat jam jika jalanan lancar. Pasti membosankan bagi sebagian pengendara kendaraan berdiam diri saja saat mengemudi. Namun, Adel berpendapat itu sudah resiko pekerjaan yang dipilihnya.

Ternyata walaupun di masa pandemi, tetap saja jalanan ramai bahkan terjadi kemacetan di titik-titik tertentu yang jadi pusat keramaian daerah tersebut. Untung jalan tol menuju tujuan sekarang sudah makin panjang, jadi bisa mengurangi penyia-nyiaan waktu karena tidak perlu melewati sebagian dari pusat keramaian tersebut.

Adel menarik napas panjang saat kembali memejam. Langsung terasa serpihan hatinya digenangi lautan kemerahan. Berdenyut-denyut seolah seluruh permukaan tubuh terluka karena goresan silet tajam. Kata-kata Panji yang merendahkan dan terngiang-ngiang di kepala sepanjang malam, segera menampakan diri lagi. Tubuhnya yang sempat menggigil menjelang subuh, sekarang terasa meriang.

Adel tak menyangka Panji tega memperlakukannya seperti itu. Padahal sejak mereka dekat, kekasihnya … Adel segera menggeleng kencang, MANTAN kekasihnya itu tidak pernah berkata dan berlaku kasar, walaupun sering bersikukuh atas keinginannya. Itu pula yang membuat Adel mulai jatuh cinta pada laki-laki itu. Kembali air turun dari mata yang terpejam menganak sungai di pipi mulusnya.

Saat ia menggigil di subuh hari, hanya satu yang terpikirkan dan makin kuat menguasai hati. Ia ingin berada di pelukan Ibu, satu-satunya orang yang tidak akan pernah menyakitinya. Itu janji Ibu ketika meminta izin menikah lagi dengan Ayah Redi beberapa belas tahun lalu dan sampai sekarang selalu ditepati. Namun, jika ingin terwujud, Adel harus menginjakkan kaki di rumah yang sangat dihindari saat ini, rumah Ayah Redi.

Adel bimbang sepanjang subuh. Sebagian hati begitu kuat menginginkan pelukan Ibu dan sisanya sangat kukuh menolak datang ke rumah itu. Perdebatan berlangsung alot membuatnya berkali-kali mengubah posisi tidur. Sulit menentukan mana yang lebih penting dari dua hal tersebut. Akhirnya setelah sinar matahari menembus gorden, bagian hati pertama memenangkan pertempuran. Bagian itu seolah melemparkan kartu truf ketika mengingatkan kebutuhan akan bantuan dana dari Ibu untuk melunasi utang yang ia janjikan hari ini kepada narahubung pinjaman online-nya. Karena itulah ia sekarang berada dalam taksi online. Walaupun tak enak badan, ia memaksakan diri berangkat ke rumah yang dibencinya.

Lihat selengkapnya