Adel mengerjap-ngerjapkan mata dan meregangkan tubuhnya. Ia mematikan alarm ponsel sebelum bangkit dari tempat tidur. Tubuh terasa lebih segar dan hati sudah bisa tersenyum setelah kemarin seharian beristirahat. Walaupun belum sepenuhnya normal karena masih bingung dari mana mendapatkan uang pelunasan utang pinjaman online-nya. Namun, kemarin siang ia mendapat pesan WA dari perusahaan yang beberapa waktu mewawancarainya. Hari ini ia diminta datang untuk proses penerimaan sebagai karyawan di perusahaan tersebut. Paling tidak biaya hidup sehari-hari bisa terpenuhi setelah bekerja di sana. Awan kelabu yang menaungi hati sejak pulang dari rumah Ayah Redi dua hari lalu mulai tersibak.
Dengan langkah lebih ringan, Adel bersiap-siap. Bahkan ia berani datang ke dapur Ibu Kos untuk meminta nasi goreng buatan Mbak Usi. Walaupun tidak bertemu Vanda dan Icha, tetapi ia merasa beberapa teman indekos bahkan Mbak Usi bersikap lain terhadapnya. Mereka seperti terpaksa menyapa dan tersenyum padanya. Namun, ia tidak terlalu memikirkan itu. Toh mereka jarang berinteraksi.
Saking semangatnya, satu jam sebelum waktu yang ditentukan, Adel sudah duduk manis di ruang tunggu Kepala Divisi HRD (Human Resource Development) salah satu perusahaan telekomunikasi terbesar di Indonesia itu. Ruangan yang sejuk dan nyaman dengan warna interior kombinasi merah dan putih sesuai warna yang ada di logo perusahaan, menambah semangat dan ceria di hati.
Adel mendongak dari ponselnya ketika pintu ruangan Kepala Divisi terbuka. Alisnya terangkat melihat Ranna, mantan teman di perusahaan lama. Mereka bersaing untuk mendapatkan apresiasi dari atasan saat masih sama-sama bekerja di perusahaan itu. Adel sempat kesal karena Ranna melakukan berbagai cara bahkan yang kurang etis untuk memenangkan persaingan itu. Untung saja, beberapa bulan sebelum pandemi, Ranna mengundurkan diri. Ia terbebas dari lelahnya persaingan tersebut.
“Hai, Del!” Ranna tersenyum tipis saat lewat di depannya.
“Eh, Ranna. Kamu kerja di sini?” Adel membalas senyum sama tipisnya.
“Iya. Aku resign kemarin kan karena diterima di sini.”
Mulut Adel membentuk huruf “o” tanpa bersuara sambil mengangguk-ngangguk kecil. “Pak Ihsan bos langsung kamu?”
“Enggak, aku di Divisi Pemasaran, sama kayak di perusahaan kita dulu.”
Adel ingin sekali bertanya untuk keperluan apa Ranna di ruangan Pak Ihsan, tetapi mulutnya tidak mengizinkan.
“Mau ketemu Pak Ihsan?” tanya Ranna setelah beberapa saat sepi. “Kamu ngelamar ke sini, ya?”
“Iya.”