Lunas

Puspa Kirana
Chapter #12

12. What Should I Do?

Dengan malas Adel membuka pintu kamar Kosnya. Kalau saja makan malam tidak terlewatkan dan ia tidak perlu menghemat pasti tak akan ke dapur lagi pagi ini. Sudah hari keempat, setiap pagi ia ke sana meminta nasi goreng. Sebetulnya tidak masalah kalau dalam kondisi normal, nasi goreng buatan Mbak Usi sangat enak. Semua penghuni indekos ini mengakuinya sehingga hampir setiap hari Mbak Usi membuatkan makanan sarapan itu karena banyak yang meminta. Tentu saja tidak gratis. Disediakan kotak pembayaran di dapur untuk mengganti sarapan itu. Karena jumlahnya tidak ditentukan, Adel bisa menghemat dengan memasukkan sejumlah uang lebih sedikit dari biasanya. Ia merasa aman karena semestinya tidak akan ada yang tahu.

Namun, ia khawatir juga karena sejak dua hari lalu ada saja teman indekosnya yang memperhatikan saat ia memasukkan uang ke kotak itu. Hal kecil memang, tetapi dengan masalah yang dihadapi akhir-akhir ini, Adel jadi lebih curigaan. Bahkan ketika ia hanya sendirian di dapur selain Mbak Usi, saat meminta nasi goreng seperti hari ini, Adel menghalangi kotak itu dari pandangan Mbak Usi ketika memasukkan uang.

Adel berjalan lebih tenang ketika kembali ke kamarnya sambil membawa nasi goreng. Ia sedang memasukkan kunci pintu ke lubangnya saat terdengar suara Vanda, “Cha! Buka, dong. Ini titipan kemarin.”

Adel mempercepat aktivitas membuka kunci pintu karena merasa Vanda akan menyindirnya. Namun, karena terburu-buru ia malah kesulitan memasukan dengan tepat kunci itu.

“Tahu enggak, Cha? Bentar lagi lo bakalan punya tetangga baru.”

Mulai, deh! Adel menghentikan sejenak aktivitas memasukkan kunci. Ia mencoba menenangkan diri agar lebih fokus pada aktivitas tersebut.

“Masa, sih?”

“Iya. Lo masih dapat WA dari pinjol itu, kan? Nah, gimana mau bayar kos, utang aja masih nunggak. Ya, out-lah dari sini kalau enggak bisa bayar. Katanya sih kalau hari ini enggak bayar, besok dia harus sudah out.”

Wajah Adel mengeras dan mulai memanas. Ia melanjutkan aktivitas membuka pintu.

“Baguslah! Memang semestinya dia enggak ada di sini. Bukan levelnya. Sok-sokan pengin sekosan sama kita. Utang segitu aja enggak dibayar-bayar.”

Adel masih kesulitan memasukkan dengan tepat kunci ke lubangnya karena sekarang tangannya gemetaran.

“Mestinya yang masuk ke sini di-screening benar-benar, ya Cha. Nanti gue usulin ke Ibu Kos, biar tempat ini enggak tercemar sama manusia enggak tahu diri.”

Lihat selengkapnya