Lynn

Onet Adithia Rizlan
Chapter #2

PEREMPUAN BERNAMA LYNN

Pacaran itu cuma omong-kosong, gombal, bullshit! Kalau nggak percaya, coba tanya sama cewek-cewek yang sedang diamuk badai asmara itu. Ada nggak yang merasa aman dari tangan nakal cowoknya? Nggak ada! Mungkin itu masih mending daripada kehilangan kesucian lalu hamil dan ditinggal lari pacarnya. Terus berapa banyak lagi cewek yang digerayangin cowoknya udah gitu ditinggal nganggur? Nggak tau deh, setau gue banyak. Karena gue juga melakukan hal yang sama. Nah, kalau dihitung seperti cara ngitungnya multi level marketing, cewek yang jadi korban pacaran gombal itu jumlahnya bejibun. Gawat nggak, sih? Buat gue yang ditakdirkan jadi cowok semua itu nggak ngaruh, tapi bagaimana dengan kaum cewek? Mereka kiamat!

Apa kalian menyadari hal itu? Mungkin bagi yang sudah kecolongan, yang kehormatannya sudah tercemar, nyesalnya setengah mati. Cowok bejat yang ngerjainnya itu disumpahin abis, dikutuk, dicaci-maki. Fuck you! Ya, tapi apa gunanya, nasi sudah jadi bubur, dibikin lontong juga nggak bisa. Kalau sudah begitu mau diapain lagi? Ya, tobat deh! Minta ampun sama Tuhan banyak-banyak. Terus laki-laki gombal yang mencoreng aib itu? Biarkan dia menjadi urusan polisi. Kalau polisi kekurangan alat bukti dan cowok bejat itu melarikan diri? Biarkan saja, dia akan berurusan dengan Tuhan. Ingat, Tuhan tidak akan pernah kekurangan alat bukti atau bisa dikibuli dengan berbagai macam alibi. 

Kalau begitu buat apa diomongin, kan semuanya sudah kita serahkan kepada Tuhan? Yeee … gue ngomongin ini buat cewek-cewek yang belum pernah pacaran, yang masih kencur, baru mau gede. Gue kasihan sama mereka, gue sayang sama mereka. Itu makanya gue nggak mau kalau otak mereka dicekoki dengan anggapan bahwa pacaran itu indah, seindah menara Eiffel di Paris sana. Rasa cinta itu manusiawi, tapi pacaran adalah satu kebohongan yang nyata. Pacaran itu gombal, kok! Cuma buat nyenengin cowok. Ketika bosan gerayangin ceweknya, dia akan nyari yang lain, yang lebih kinyis-kinyis! Setan, nggak tuh? Memang pacaran itu kerjaan setan. Gue sendiri nyesalnya minta ampun pernah melakukan hal seperti itu. Memang sih, nggak sampai nyoreng aib ke jidat cewek gue, cuma pegang-pegang doang, tapi sama juga, kan? Gue cowok jahat, cowok gombal, cowok setan!

“Sudah ah, Rido! Gue bosen dengerin omongan elo, tau nggak?!” Lynn membanting majalah gaya hidup yang tadi dibawanya ke kamarku. 

Aku melihat wajah cewek itu memerah menahan marah. Mungkin kalau kulitnya tidak seputih ini, warna merah itu pasti tidak akan terlihat jelas di wajahnya. 

“Aku bicara fakta, Lynn.”

“Apa pun itu, gue muak dengerin orang yang sok moralis kayak elo. Sok suci banget!" Lynn mencibir sinis. 

Nah, gitu kan? Kalau dikasih tau yang bener dibilang sok suci. Nanti kalau sudah kejadian baru menyesal, nangis meraung-raung. Memang sih, penyesalan itu selalu saja datangnya terlambat. Makanya gue getol banget ngingetin supaya penyesalan itu tidak terjadi. 

“Boleh aku bertanya sesuatu?” tanyaku pada Lynn.

“Soal apa?” sahutnya tak bersemangat.

“Kamu pernah pacaran, kan?” 

Lynn melotot. Bola matanya yang hitam dan bersih itu tidak sedikit pun membuatku takut. Malah dia terlihat seksi. Ups! Setan sibuk jungkir-balik di kepalaku. Berbisik-bisik di telinga dan mengguris-guris hatiku. Matanya Lynn seksi, yaaa? 

Lynn membuang pandangannya keluar kamar.

“Pernah, gue pernah pacaran. Kenapa memang?”

“Berapa kali?” tanyaku menyelidik.

“Gue malas ngitungnya,” sahut Lynn kesal. 

Cewek berparas cantik itu bergeser, mengubah posisi duduknya, di kursi rotan berbantalan busa. Nggak tau juga apakah punggungnya pegal atau kakinya kesemutan, tapi yang jelas sekarang Lynn menekuk kakinya ke atas. Karena dia pakai rok maka lutut dan sebagian pahanya terlihat jelas. Putih mulus dan menantang. Walah, setan-setan kembali datang menyerbu otakku. Kali ini lengkap dengan rajanya dan ikut berbisik-bisik di telingaku. Pahanya Lynn, muluuusss, yaaa?

Aku berusaha menepis godaan, walau terasa berat.

“Sejak kapan kamu pacaran?” tanyaku lagi.

“SMP mungkin,” jawab Lynn malas.

“Kenapa pakai mungkin?”

“Elo ngapain juga nanya-nanya gue?!” Lynn melotot marah.

“Karena kamu itu sahabatku, bolehkan aku tau sejarahmu?”

“Reseh, amat!” Lynn menggerutu. 

Kami memang bersahabat. Malah aku dan Lynn sudah seperti lepat sama daun. Lengket banget pokoknya. Meskipun kami berasal dari daerah yang berbeda, tapi di Jakarta ini kami bekerja di tempat yang sama dan nge-kost di tempat yang sama juga. Cuma beda tempat. Lynn di lantai atas dan aku di bawah. 

“Kenapa sih, lo selalu nanyain kayak gitu?” Lynn menatapku kesal.

“Karena kamu nggak pernah menjawab pertanyaanku.”

“Kalau sekarang gue jawab, elo nggak nanya-nanya lagi, kan?” 

Aku tersenyum senang,

“Nggak.”

“Gue udah pacaran lima atau enam kali.”

“Pastinya berapa kali?” tanyaku nyinyir.

“Apaan, sih? Mau lima kali kek, seratus kali, yang penting gue udah jawab pertanyaan elo!” ketus Lynn.

“Kamu diapain saja, waktu pacaran yang lima atau enam kali itu?”

“Kamu emang setan, Rido!” 

Lynn berdiri dan meninggalkan kamar kost-ku. Sedikit pun aku tak merasa bersalah meski kelihatan Lynn tersinggung berat atas pertanyaanku tadi. Bahkan aku tak berusaha menahannya untuk sekadar membujuk atau meminta maaf. Buat apa? Karena aku ingin menyadarkan dia. Bahwa pacaran itu gombal, omong-kosong, bullshit! Aku melihat majalah gaya hidup yang ditinggalkan Lynn di meja kamar. Di sampul majalah itu tertulis: How to be a Sexy Girl? Halah! Ngajarin menggoda laki-laki, tuh! Apalagi? 

*** 

Aku memasukkan tas yang berisi pakaian ke dalam loker kemudian menutupnya. Sekarang aku sudah berganti pakaian dengan seragam kerja. Setelan kemeja putih lengan panjang dan celana hitam dipadukan dengan rompi warna merah serta dasi kupu-kupu. Aroma Blue Jeans dari Gianni Versace meyeruak lembut dari tubuhku. Kerja di resto kelas atas, aroma tubuh nggak boleh asem, kan? 

Setelah berpakaian rapi aku berjalan menuju ruang HRD. Mengambil kartu dan memasukkannya ke mesin absensi. Klok! Klok! Aku mencabut kartu dan melihat angka 10.00 tercetak agak miring. Tak apalah yang penting tepat waktu. Kalau setahun tepat waktu terus? Naik gaji, dong! 

“Rido!” suara Pak Ray menggema tiba-tiba.

Aku kaget dan menoleh ke belakang.

“Ya, Pak?” 

Pak Ray manajer Food and Beverages datang mendekat. 

“Ambil Chivas, Wine dan Champagne di storage, ini request form-nya,” Pak Ray memberiku secarik kertas. 

Yaaa… pasti bartender-nya teledor lagi, nih. Kalau sudah Pak Ray turun tangan pasti ada yang nggak beres di bar. Aku menerima lembar request form dan segera bergegas menuju storage

Untuk sampai ke storage, harus melewati bar dan restoran dulu. Karena memang tempat ini adalah bar dan resto yang di desain seperti cluster dan saling melengkapi. 

“Lynn!” aku memanggil cewek itu ketika melihatnya keluar dari ruang ganti khusus perempuan.

Lynn melengos ketika aku mendekatinya. Cepat kuraih lengannya.

“Apaan sih?!” wajahnya terlihat kesal.

Lihat selengkapnya