Lyra and The Moon

Fann Ardian
Chapter #5

Unusual Sight and Greetings

“Kau bicara?!” seru Lyra.  

Ia berdiri dari posisi duduknya, menatap bulan berwarna pucat yang bersinar terang di langit, yang tiba-tiba saja memiliki wajah dan berbicara kepadanya. Mulutnya terbuka tidak percaya. 

“Tentu saja. Aku bisa bicara,” jawab bulan itu, yang di pandangan Lyra terlihat semakin besar dan dekat.  

Lyra menelan ludah. “Aku pasti benar-benar sudah gila.” Ia menepuk-nepuk wajahnya. Bulan itu tetap berada di langit. Dia tertawa.   

Gadis itu menatap pemandangan di atasnya dengan ganjil.  

“Aku adalah sang Bulan,” sang Bulan berkata lagi.

Lyra berlahan kembali duduk, matanya tidak lepas dari sang Bulan, berjaga-jaga jika tiba-tiba dia menghilang dari langit atau wajah itu berubah menjadi permukaan kosong lagi. “Yeah,” balasnya. Ia menekuk kedua lututnya.  

“Dan siapakah namamu?”  

Lyra beranggapan sang Bulan ini berbicara dengan cara yang sedikit aneh. “Lyra,” jawabnya singkat. 

“Apakah yang sedang sang Lyra lakukan?”  

“Tidak, hanya Lyra.” Gadis itu mengoreksi. Sang Bulan tampak mendengarkan. “Seperti, normal Lyra.”  

Sang Bulan tidak memiliki leher, tetapi Lyra bisa melihatnya mengangguk.  

“Sebelumnya, aku mendengar kau menyebutkan sebuah nama. Fachri, jika aku tidak salah.” Sang Bulan mulai bertanya kepada Lyra. “Apakah dia?”  

“Bukan ‘apa’ tapi ‘siapa’. Dia anak remaja sama sepertiku.” Lyra mulai duduk dengan rileks.  

“Mengapakah kau menyebutkan namanya?”  

Lyra tidak tahu pasti harus menjawab apa. Ia belum pernah membicarakan tentang Fachri kepada siapapun. Terlebih lagi kepada bulan yang bisa berbicara. “Em, dia seorang teman,” balasnya acuh tak acuh.  

“Teman yang spesial?”  

Gadis bermata hijau itu menyatukan kedua alisnya. “Aku tidak bilang begitu.”  

“Kalau begitu, teman yang kau sukai?” 

Pipi Lyra sedikit memerah. Ia lantas menggembungkan mulut dan pipi untuk menutupi salah tingkahnya. Bulan yang bisa berbicara itu bisa-bisanya bertanya.   

Ada bayangan teduh di sekitar sang Bulan. Garis mulutnya melengkung ke atas. “Benar.”  

Lyra tidak menjawab, ia masih menggembungkan mulutnya. Bertingkah tidak mendengar. 

“Apakah sang Fachri ini tampan?”  

Akhirnya Lyra menghembuskan napas yang ditahannya. “Ya. Dia pemuda yang baik hati.” Ucapan itu terlontar agak ketus dari bibirnya.  

“Apakah dia tahu?” 

“Tahu apa?” 

“Bahwa kau jatuh cinta kepadanya.”  

Lihat selengkapnya