Lyra and The Moon

Fann Ardian
Chapter #6

The Universe First Lovers

Sang Bulan mundur jauh sekali ke masa lalu saat ia bercerita. Ketika satu-satunya hal di alam semesta ini hanya Langit. Hanya Langit kokoh dan tak tertembus di atas sana. Lalu beberapa eksperimen dilakukan, ledakan-ledakan kecil terjadi. Asap dan butir-butir partikel akibat ledakan tersebut menyebar ke seluruh penjuru alam semesta, sedikit demi sedikit mengkristal dan menyatu menjadi suatu bentuk padat. Partikel-partikel itu menemukan sesamanya, menenun hiasan-hiasan pada alam semesta sementara Langit menyaksikan.  

Namun hiasan-hiasan itu kosong. Gelap. Tidak terlihat. Kelam. Untuk waktu yang lama, alam semesta tidak lain hanyalah sebuah keheningan. Sampai Langit akhirnya menciptakan sebuah mahakarya terbesarnya yang dapat ia berikan kepada alam semesta dan seisinya, sang Matahari. 

“Jadi kalian tidak diciptakan secara bersamaan?” tanya Lyra, memotong cerita.  

“Bolehkah aku melanjutkannya terlebih dahulu?”  

“Baik, maaf.”  

“Langit menciptakan sang Matahari, dan alam semesta menjadi hidup dan terang karena sinarnya. Setelah beberapa waktu, Langit menyadari sang Matahari tidak bisa menyinari seluruh sudut kehidupan di alam semesta ini secara bersamaan. Ada saat-saat di mana beberapa bagian menjadi gelap gulita. Langit menganggap sang Matahari gagal melakukan tugasnya. Dan karena itu, dia membatalkan eksistensi sang Matahari di dunia ini.”   

Lyra sudah membuka mulut ketika menyadari ia hendak akan memotong cerita sang Bulan lagi. Gadis itu langsung mengatup mulutnya, kembali memerhatikan sang bulan, yang sepertinya juga menyadari itu. Dia terdiam sebentar. 

“Dari pembatalan eksistensi tersebut, Langit lantas menciptakan kami berdua. Dia memulai ulang pembentukan sang Matahari, dan sisa-sisa sinar sang Matahari dia gunakan untuk menciptakanku, sebagai penjaga alam semesta ini.”  

“Dan pada saat itulah kau pertama kali melihatnya?” tanya Lyra.  

“Benar.”  

Sang Bulan dan sang Matahari diciptakan di semesta yang sama, di bawah langit yang sama, tetapi tempat dan posisi mereka berbeda. Mereka diciptakan selamanya untuk terpisah. Sang Bulan menjaga bumi pada malam hari, satu-satunya hal yang tidak dapat dilakukan oleh sang Matahari.  

“Lalu bagaimana kau bisa melihatnya, dan mencintainya jika kalian berdua ditakdirkan untuk tidak pernah bertemu?” gadis itu bertanya lagi. Rasa ingin tahu terpancar jelas dari kedua mata hijaunya.  

Sang Bulan tertawa. “Kau pastilah kini sangat penasaran.”  

Lihat selengkapnya