Lyra and The Moon

Fann Ardian
Chapter #12

No Eyes Can Lie

Hari ini mungkin adalah salah satu hari tersibuk bagi Lyra.   

Setelah menyiram kebun dan memanen bayam-bayam mereka yang baru masak, Lyra langsung berangkat ke pasar untuk menjualnya. Entah kenapa akhir-akhir ini Quentin sedang senang memakan telur, jadi dia menyuruh gadis itu untuk membeli beberapa butir di pasar. Lyra juga harus membeli benih-benih sayur untuk ditanam di kebun, mengingat Festival Panen Tahunan kurang lebih tinggal tiga puluh hari lagi. Supaya nanti saat hari penjurian buah dan tanaman sayur di kebunnya sudah bertumbuh. Ditambah hari ini Lyra juga senang karena ayahnya memberikan uang lebih untuk membeli susu dan keju. 

Mr. Darcy seperti biasa sedang diam-diam menghisap cerutu di balik meja kiosnya. Beliau hanya menyalakan cerutunya ketika suasana pasar tidak begitu ramai, dan ketika tidak ada petugas penertiban desa tepatnya.  

Lyra menghampiri kios pria paruh baya yang sudah lama menjadi langganannya itu. “Selamat siang, Mr. Darcy,” sapa gadis itu riang. Ia menaruh keranjang berisi bayam di atas meja. 

“Oh, siang, Nak.” Mr. Darcy mematikan cerutunya, menaruh sisa batangnya yang masih panjang di sebuah asbak di bawah meja. “Apa yang kau bawa hari ini?” ia mendekat melihat isi keranjang Lyra.   

“Bayam. Baru saja dipanen dan masih sangat segar.” 

“Aku tahu soal itu.” Ia memberikan beberapa lembar uang kepada Lyra dan memeriksa keranjangnya. “Omong-omong, apakah semangkamu sudah layak panen?” 

“Masih membutuhkan beberapa minggu lagi, atau mungkin lebih dari sebulan, Mr. Darcy,” jawab Lyra. Ia memasukkan uang ke dalam saku dressnya. “Semangka memakan waktu cukup lama untuk masak.” 

“Ah, begitu.” Mr. Darcy manggut-manggut. Ia membawa bayam-bayam itu ke bagian belakang kiosnya. “Beritahu aku jika sudah panen. Semangka kalian yang terakhir rasanya manis dan segar, beberapa pedagang dari kota sebelah sangat menyukainya.”  

“Benarkah? Kalau begitu, aku akan memberitahu Ayah untuk menanam lebih banyak lagi,” sahut Lyra dengan wajah cerah.  

Gadis itu beralih pada kios Miss Marie yang berada di seberang tidak jauh dari kios sayur dan buah milik Mr. Darcy. Sembari berjalan mendekat, Lyra melihat kanan dan kiri, mengamati sekitar. Miss Marie ada di belakang meja kiosnya, sedang menata botol susu. Ia belum pernah membeli apapun dari kios makanan olahan susu Miss Marie sebelumnya, hanya sering melewati kiosnya. Lyra berhenti di depan susunan botol susu segar yang baru diantar. 

“Selamat siang, Miss,” sapanya. “Bisakah aku mendapatkan tiga botol susu dan empat bungkus keju?”

Miss Marie mendongak dari botol-botol susunya. “Selamat siang, sayang,” balasnya ramah sambil tersenyum. “Tentu. Tunggu sebentar, akan kuambilkan kejunya untukmu.”    

Miss Marie berbalik menuju bagian belakang kiosnya sementara Lyra menunggu. Mata hijau gadis itu kembali melihat sekitar, lalu akhirnya jatuh di satu titik. Pemuda itu di sana, sedang mengobrol di dekat gerobak berisi jerami bersama dua orang anak petani. Dia tertawa lebar, membuat matanya menyipit dan lesung pipinya semakin dalam. Lyra baru mengetahui ketika Fachri tertawa kedua bahunya sedikit terguncang.   

Lihat selengkapnya