M A D U

Andri Lestari
Chapter #1

KEJUTAN DARI KAMAR MANDI

"Assalamu'alaikum." Aku mengucap salam.

"Belum bisa pulang? Ibu mau datang," ujar lelaki itu dari seberang sana.

"Sebentar lagi aku pulang. Kamu tenang aja!"

Panggilan telepon terputus tanpa ada ucapan salam. Aku menghela napas berat. Kepalaku sedikit berdenyut. Beban hidup ini terasa sungguh berat. Aku melihat ke arah Hanin. Wanita cantik itu menepuk pundakku, seolah memberikan semangat jika bukan saatnya untuk menyerah.

"Aku harus cepat. Ibunya Ilham sudah di jalan," ujarku pada Hanin sambil memeluk dirinya. Hanin membalas pelukanku dengan erat. Kemudian kami berjalan hingga ke parkiran dan berpisah di sana. Aku mengendarai sepeda motor dengan kecepatan standar. Kondisi jalan yang ramai membuatku berpikir dua kali untuk melaju kencang. Beberapa saat kemudian aku tiba di rumah. Kondisi dari luar terlihat masih sepi, dugaanku jika Ibu pasti belum sampai.

Di depan pintu masuk, Ilham berdiri angkuh. Kedua tangannya menyilang di dada. Tatapnnya bagai ribuan jarum yang menusuk tajam. Dengan sangat terpaksa aku menyunggingkan segaris senyum tipis kepada Ilham. Lelaki itu menaikkan sebelah alisnya.

"Puas merajalela?" Pertanyaan Ilham menohok hatiku. Ingin sekali meninju wajah lelaki itu, akan tetapi nasehat Hanin terus terngiang, demi orang-orang yang kusayang, biarlah aku bersabar menghadapi tingkah lelaki sombong yang sedang tegak berdiri di depanku.

"Maaf, aku tidak memberitahu. Ibu sudah di mana?" Aku mencoba mengalihkan pertanyaan.

"Ingat tugasmu! Jadi istri yang baik di depan Ibu."

Selama ini kurang baik apa aku? Selalu berusaha mengikuti aturanmu dengan sempurna. Berpura-pura bahagia di depan orang tua dan mertua. Namun, pada kenyataannya hanya kamuflase semata.

Aku bergegas menuju kamar. Membersihkan badan dan mengganti pakaian. Tidak lupa menabur sedikit bedak serta memoles tipis pemerah bibir agar terlihat segar. Aku senang Ibu datang. Dia adalah seorang ibu mertua yang baik dan perhatian. Tidak seperti anaknya, kasar dan arogan.

"Diana! Cepat keluar. Ibu sudah mau sampai!" seru Ilham di depan pintu kamar. Aku bergegas memakai khimar. Sekali lagi mematutkan diri di depan cermin besar di dalam kamar. Kemudian segera membuka pintu dan buru-buru ingin menyambut ibu di pintu depan. Namun, aku dibuat kaget saat lenganku ditarik dari arah kanan. Lebih kaget lagi ternyata yang melakukan itu adalah Ilham. Ia mengenggam jemariku dan meremasnya.

Lelaki itu memandangku lekat. Ia bergerak maju beberapa langkah. Jarak kami sudah sangat dekat. Aku bisa merasakan embusan hangat dari hidungnya. Aroma parfum yang ia kenakan pun menyapu lembut di indera penciuman. Jantungku berdegup kencang, mencoba menikmati situasi yang sedang terjadi. Ilham mendorong tubuhku menubruk dinding. Aku tercekat tak bisa berkata-kata. Sebelah tanganku diangkat ke atas sementara tubuhnya hampir menempel di tubuhku. Aku gelagapan berusaha menenangkan jantung yang berdetak makin tak keruan. Hawa panas menjalar dari wajah hingga ke ubun-ubun, aku tak bisa bergerak.

"Jangan baper! Ini hanya simulasi biar chemistry di depan Ibu lebih klik!" Ilham berbisik pelan di telingaku. Napasnya masih terus memburu. Sementara aku sedang mencoba keras menetralisir hati yang telah dibuat kacau beberapa detik oleh Ilham. 

Lihat selengkapnya