M.A.T.A.D.O.R

mahes.varaa
Chapter #1

JANJI MAKAN MALAM

Juli, 2024.

Kota XX.

Seorang pria di pertengahan umur 50-an duduk di ruangannya. Ruangan itu tadinya adalah ruang kerja yang selalu tertata rapi. Tapi ruangan itu kini sudah tak lagi rapi karena pria itu sudah kehilangan keinginan untuk hidup. Berkas-berkas yang menumpuk di mejanya dan menjadi hal yang menarik dalam hidupnya, kini tak lagi terlihat menarik di matanya. Pria itu duduk menghadap laptopnya dan sejak tadi melihat video seorang pria yang membagikan kisah hidupnya.

Pria itu mengepalkan tangannya. Matanya menatap bingkai foto di meja kerjanya. Perlahan … air matanya jatuh dan membuat matanya yang bengkak karena terus menangis beberapa hari yang lalu, kini kembali bengkak lagi.

“Keadilan,” ujar pria itu sembari mengambil bingkai foto yang tadi dipandanginya. “Apa kata itu masih ada di dunia ini?”

Air mata pria itu kembali jatuh dan kali jatuhnya semakin deras dari sebelumnya.

Drrrt!

Hp pria itu bergetar dan mengganggu lamunan pria itu yang sedang mengingat momen-momen bahagia dalam hidupnya bersama dengan orang yang ada dalam bingkai foto di tangannya.

Siapa?  Pria itu melirik hpnya. Tadinya pria itu tidak punya keinginan menerima panggilan apapun dari siapapun. Tapi kali ini orang yang membuat hpnya bergetar adalah seseorang yang cukup penting bagi pria itu.

Klik!

Meski enggan, pria itu akhirnya menerima panggilan itu karena tidak ingin membuat orang yang memanggilnya merasa cemas dan khawatir padanya.

“Pak! Hari ini … aku enggak ada kasus dan kebetulan atasanku sedang ada seminar di luar kota. Aku bisa pulang cepat hari ini, gimana kalo kita makan malam bersama? Aku akan masak di rumah Bapak, gimana?”

Senyum kecil terbentuk di bibir pria itu. Air mata pria itu jatuh semakin deras lagi mendengar suara dari panggilannya itu.

Sekarang yang aku punya hanya kamu saja. Tapi kamu … enggak cukup jadi alasanku untuk tetap hidup di dunia yang busuk ini.

Pria itu membatin dalam benaknya, sebelum menjawab pertanyaan dari suara dalam panggilannya. “Itu ide yang bagus.”

“Gimana kalo daging, Pak?”

Suara dari dalam panggilan terdengar sangat antusias, sayangnya perasaan antusias itu tidak lagi dirasakan oleh pria itu seperti sebelum-sebelumnya.

“Aku ikut saja.”

“Oke, Pak. Kalo gitu saya ke sana jam setengah tujuh, Pak.”

“Ya, aku tunggu.”

Panggilan berakhir.

Pria itu kembali menatap bingkai foto di tangannya dan tersenyum. Senyuman itu terlihat seperti senyuman menyakitkan. Bersamaan dengan itu, air mata pria itu jatuh semakin deras.

Buk!

Lihat selengkapnya