Keesokan harinya.
“Berita hari ini. Pembunuh berantai yang dikenal sebagai killer copycat dari Rio Martil-Dani, pagi tadi ditemukan tewas di tempat persembunyiannya. Operasi gabungan kepolisian kota XX dan kota M, dilakukan untuk menangkap Dani setelah membunuh 10 korbannya selama tiga bulan terakhir. Dalam operasi itu, Dani ditemukan tewas di tempat persembunyiannya. Kepolisian menduga Dani dibunuh oleh orang yang dendam dengannya dan sekarang pihak kepolisian masih melakukan penyelidikan mengenai kematian Dani.”
Klik!
Komisaris mematikan TV yang baru saja menayangkan berita kematian Dani-pembunuh berantai yang meniru serial killer Rio Martil sebagai caranya membunuh korbannya. Komisaris menatap ke arah Damar dan Ali yang juga melihat berita itu.
“Jadi … Dani beneran mati?” tanya Komisaris dengan wajah datarnya.
“Kalo enggak mati, enggak akan ada berita itu, Pak.”
Ali melirik ke arah Damar yang baru saja menjawab pertanyaan Komisaris dengan sedikit tanpa hormat. Jelas sekali, Ali melihat Damar benar-benar kesal setengah mati karena operasi yang dilakukannya dengan sedikit merendahkan egonya karena terpaksa bekerja sama dengan polisi muda dari kepolisian kota M, ternyata memberikan hasil di luar dugaan banyak orang.
“Ya, Pak. Dani ditemukan tewas di tempat persembunyiannya.” Ali membuka mulutnya agar Komisaris tidak tersinggung dengan ucapan kesal Damar-atasannya.
Ali sudah hafal betul Damar-atasannya. Sudah sejak setahun yang lalu Damar mengijinkan Ali untuk ikut melapor pada komisaris. Dan Damar-atasannya itu benar-benar orang yang tidak punya rasa takut, bahkan pada Komisaris. Sebulan yang lalu, Ali bahkan melihat Damar-atasannya, mengumpat di depan Komisaris karena usulan operasi gabungan itu.
Fiuh! Komisaris menghela napasnya menerima jawaban dari Ali. “Kamu, Li, aku heran kenapa kamu bisa tahan jadi asisten Damar? Bahkan sama aku saja, Damar bicaranya enggak ada sopan-sopannya sama sekali!”
Ali tersenyum kecil mendengar pertanyaan Komisaris padanya. “Pak Damar mulutnya memang sedikit enggak biasa, Pak. Tapi kalo dibandingkan dengan Pak Yayok, Pak Damar masih lebih baik, Pak.”
“Ha ha ha!” Damar tertawa mendengar jawaban Ali. “Lihat kan, Pak? Inilah alasan kenapa cuma Ali yang bisa tahan jadi asistenku.”
“Ha ha ha! Bener! Kalo kamu dibandingin sama Yayok, memang kamu masih jauh lebih baik. Yayok temanmu itu mulutnya lebih parah dari kamu, Damar. Aku sering denger cerita dari kepala tim forensik.” Komisaris tertawa kecil mendengar ucapan Damar yang membanggakan Ali. “Balik lagi ke Dani. Gimana hasil penyelidikannya? Apa kamu sudah menemukan pembunuhnya, Damar?”
Ali melirik ke arah Damar yang kini memasang wajah seriusnya sebelum memberikan jawaban. “Belum, Pak. Aku masih mengumpulkan semua orang yang mungkin punya motif untuk membunuh Dani.”
“Apa kamu enggak punya dugaan sama sekali tentang siapa pelaku, Damar?” tanya Komisaris lagi.
“Li! Perlihatkan TKP-nya!” Damar memberikan perintah pada Ali.
Buru-buru, Ali mengeluarkan tabletnya dan menunjukkan foto TKP di mana Dani ditemukan tewas. Ali meletakkan tabletnya di meja Komisaris. “Silakan, Pak.”
“Bapak lihat kan? Dani tewas dengan cara yang sama dia membunuh korbannya. Kepalanya dipukul entah berapa kali dengan martil yang kami temukan di dekatnya.” Damar menjelaskan. “Melihat bagaimana pelaku membunuh Dani, aku menduga kalo pembunuhnya punya dendam yang teramat sangat pada Dani. Lalu berdasarkan keadaan Dani yang mengerikan, dugaan lain pelakunya sangat kuat adalah pria.”
Komisaris menganggukkan kepalanya memahami penjelasan Damar.
Itu benar. Melihat bagaimanan kepala Dani yang nyaris hancur, pelakunya pasti punya dendam pada Dani. Dan yang punya tenaga sebesar itu untuk melawan Dani yang telah membunuh 10 korbannya yang semuanya adalah wanita, pelakunya tidak lain pastilah seorang pria. Ali yang kembali ke posisinya juga menganggukkan kepalanya mendengar penjelasan Damar.
“Menemukan pembunuh Dani sepertinya akan memakan waktu.”
“Ya, Pak.” Damar setuju dengan komentar Komisaris. “Tapi aku yang mengurus penyelidikannya, Bapak enggak perlu khawatir. Aku pasti akan menemukan pelakunya.”
“Ya sudah, aku percayakan penyelidikannya padamu, Damar. Aku percaya kamu pasti akan menemukan pelakunya. Yang penting sekarang, aku harus ngadain konferensi pers agar keluarga korban dari keganasan Dani, seenggaknya mendapatkan penjelasan. Bagaimana pun mereka semua butuh penjelasan, bukan?”
“Ya, Pak.” Ali dan Damar menjawab bersamaan.
Kreet!
Setelah menyelesaikan laporannya, Ali dan Damar keluar dari ruangan Komisaris dan langsung duduk di kursinya masing-masing.
Tuk, tuk!
Damar duduk dengan bersandar pada sandarannya, kedua tangannya dilipat di dadanya dengan jari telunjuk tangan kanannya bergerak mengetuk.