Sebelum masuk ke dalam rumah Pak Anwar, Damar tiba-tiba bicara pada Ali mengenai alasannya meminta Ali untuk membawanya ke rumah Pak Anwar.
“Li, kamu ingat, kamu bilang awalnya Pak Anwar menerima kematian anaknya itu dan memilih sibuk dengan pekerjaannya?”
“Ingat, Pak.” Ali menganggukkan kepalanya.
“Kamu ingat juga kan kamu bilang seminggu sebelum bunuh dirinya, kamu merasa ada yang aneh dengan Pak Anwar?”
Ali menganggukkan kepalanya lagi. “Saya ingat itu, Pak. Itu yang saya rasakan, Pak. Mendadak ketika saya menghubungi Pak Anwar, saya mendengar suara Pak Anwar yang kedengarannya frustasi. Makanya waktu itu saya berniat mengunjungi Pak Anwar untuk memastikan keadaannya, Pak.”
“Di jeda itu, Li! Di jeda itu! Aku merasa ada yang terjadi! Apa yang terjadi selama seminggu itu memicu keinginan bunuh diri Pak Anwar. Kalo memang Pak Anwar adalah Matador, maka keinginannya untuk membunuh mungkin muncul setelah dia selamat dari usaha bunuh dirinya. Tapi pemicunya jelas adalah sesuatu yang terjadi selama seminggu itu, Li!” Damar menjelaskan sembari menggaruk kepalanya.
“Mungkin Bapak benar.” Ali mengangguk setuju.
“Instingku itu enggak pernah salah, Li,” Damar membanggakan dirinya. “Sekarang tugas kita datang kemari adalah menemukan hal itu!”
Deg!
Jantung Ali mendadak berdetak sangat kencang ketika berdiri di depan rumah Anwar. Sudah lama dirinya tidak berkunjung ke rumah Anwar. Sekitar dua bulan lamanya, Ali tidak berani mengunjungi rumah Anwar lagi karena masih belum bisa melupakan penyesalannya yang gagal saat berusaha menyelamatkan Anwar dari usaha bunuh dirinya.
Klik!
Ali membuka kunci pintu rumah Anwar dan langsung mencium bau debu bercampur dengan sedikit bau lembab rumah yang dalam keadaan kosong dan selalu dalam keadaan tertutup.
“Kamu lama enggak ke sini, Li?”
Ali melihat ke arah Damar dan menemukan Damar mencium bau yang sama dengannya. “Mungkin sekitar dua bulan, Pak. Saya belum sempat berkunjung lagi ke sini.”
“Tadinya aku berpikir dengan kamu sibuk, kamu bisa sedikit merasa lebih baik. Maaf, belum sempat beri kamu libur yang sedikit panjang.” Damar tersenyum kecil.
“Enggak masalah, Pak. Seperti kata Bapak, sibuk bisa jadi pelipur lara.” Ali membalas senyuman Damar.
“Oke. Sekarang karena kamu yang familiar dengan rumah ini, tunjukkan padaku ruang kerja Pak Anwar! Aku akan periksa di sana!”
Tanpa banyak bicara, Ali langsung menunjukkan ruang kerja Anwar yang berada di dekat ruang tengah rumahnya.
“Ini ruangannya, Pak.” Ali membukakan pintu ruang kerja Anwar pada Damar.
Damar menatap ruangan itu sejenak sebelum akhirnya bertanya lagi pada Ali. “Apa sebelumnya keadaannya seperti ini, Li?”
Ali menatap ruangan kerja Anwar sejenak sembari mengingat penampakan terakhir dari ruang itu. Enggak ada yang berubah. Ali memantapkan jawabannya sebelum menjawab. “Ya, Pak. Enggak ada yang berubah.”
“Oke. Aku akan periksa di sini! Dan kamu bisa periksa kamar Pak Anwar dan Reno. Temukan apapun yang mungkin bisa jadi petunjuk, Li!”
“Baik, Pak.”