Namanya Oseano Putra, tentu saja aku mengenal pemilik mata yang menatapku nyalang hari itu. Ia memang tidak terlalu menonjol di jurusanku, tapi cukup bersinar untuk diabaikan. Aku ingat dengan baik kapan pertama kali aku menyadari sinarnya.
Dua tahun lalu, saat mata kuliah selam. Kami masih beradapatasi dengan scuba dan kawanannya, sedang ia sudah dipercaya asisten praktikum selam untuk membantu kami mengenali alat itu dengan baik. Tak butuh banyak penjelasan, asisten mata kuliah itu menjelaskan dengan singkat dan jelas bahwa Oseano sudah mendapatkan lisensi advance diver yang dikeluarkan oleh POSSI. Artinya dia sudah mengantongi lisensi menyelam deep dive, night diving, boat diving, underwater navigation dan banyak kemampuan selam lain. Ya, cukup membuat insecure segenap mahasiswa kala itu yang bahkan belum memikirkan apakah nanti akan mengambil lisensi selam atau tidak. Bahkan aku yakin jika asisten praktikum kami baru mangantongi lisensi basic diver atau yang paling jauh mungkin open water diver.
Bersamaan dengan kejadian itu merebak pula rumor bahwa Oseano adalah salah satu anak dosen di jurusan yang hingga sampai saat ini semuanya masih menebak-nebak siapa orang tuanya. Beberapa berpendapat bahwa ia putra tunggal pak Zuhari, dekan fakultas juga dosen pengampu untuk mata kuliah Pengantar Ilmu Kelautan dan beberapa mata kuliah yang berhubungan dengan biota mikro laut seperti Planktonologi. Ada yang lebih yakin kalau dia anak bu Mirdasari, kepala pusat laboratorium yang juga pengampu untuk mata kuliah yang berhubungan dengan biotek dari mikro organisme, seperti bakteri dan jamur yang seringnya jadi simbion biota laut seperti spons.
Dasar argumennya adalah cukup tidak memungkinkan di usia 19 Oseano sudah memiliki lisensi advance diver jika dia tidak mengenali bidang ini sejak lama. Artinya secara privilese dia sudah terjun ke bidang ini jauh sebelum banyak di antara temanku merasa salah jurusan. Sedikit yang aku tahu, advance diver sendiri dimulai legalitasnya saat kita berusia 18 tahun, tahu artinya kan? Begitu cukup usia dia sudah mengambil lisensi ini.
Kelautan, barangkali masih jurusan yang asing di telinga banyak orang. Ilmu yang aku pelajari sekarang berfokus kepada bioteknologi dan konservasi laut. Meski untuk konsentrasi bidang cukup bervariasi mulai dari akustik, energi, mitigasi, budidaya, farmakologi, penangkapan lestari dan banyak hal yang berkaitan dengan eksplorasi di keluatan.
Aku sendiri mengambil konsentrasi bidang keanekaragaman hayati, memadukan konservasi dan bioteknologi. Sekarang sedang memikirkan tema yang akan dijadikan tugas akhir, karena konon katanya bidang yang aku ambil ini menghabiskan lebih banyak anggaran dan energi. Rencananya aku ingin bergabung dengan tim penelitian dosen, untuk menghemat anggaran dan juga mempermudah mendapat tinjauan pustaka.
Jika masih ada yang bertanya kenapa aku memilih mengambil bidang ini untuk studi sarjanaku, aku memilih mengabaikan orang itu daripada harus meladeninya. Oh bukan karena aku pelit memberi tahu seberapa besar peluang bidang ini bisa memajukan Indonesia sebagai negara kepulauan, aku hanya tak suka dengan cara orang lain meremehkan sesuatu yang tidak sesuai standar hebat dalam diri mereka. Daripada aku harus berdebat soal pilihan hidup dan terbatasnya cara orang-orang melihat dunia, aku lebih suka undur diri dan menghemat energi yang bisa kugunakan untuk menulis artikel ilmiah.
Saat memilih untuk masuk ke jurusan ini, Nenek yang menjadi salah satu keluargaku saat itu juga mempertanyakan kenapa aku memilih ini. Padahal aku bisa saja mencoba ilmu murni seperti Fisika, Kimia, Metematika dan Biologi jika memang aku lebih menyukai eksakta. Nenek juga menyarankan untuk mengambil jurusan kesehatan saja, boleh itu Farmakologi, Keperawatan atau Kesehatan Masyarakat. Tentu saja tidak ada Kedokteran, aku tidak datang dari keluarga yang bisa membayar UKT dan uang tetek bengeknya untuk jurusan Kedokteran. Meski pada akhirnya, sekarang juga aku mendapatkan beasiswa prestasi.
Aku memilih Kelautan karena bagiku studi ini menarik dan tidak umum di kalangan orang. Meski ini alasan naif tapi inilah alasanku memilihnya, rasa percaya diri bahwa negara yang terdiri dari kurang lebih 17.500 pulau ini dengan wilayah perairan lebih luas dari daratan, dalam konteks studi adalah laut, membutuhkan orang-orang yang bisa mengeksplorasi dan memanfaatkan wilayah laut kita secara berkelanjutan. Aku melihat prospek yang lebih baik, juga mimpi yang barangkali terlalu tinggi. Karena pada akhirnya, kebijakan pemerintahan masih dalam tahap membangun sektor maritim dan kelautan di Indonesia.
Ekspekatsi hanya akan menyisakan rasa kecewa, barangkali akan selalu benar. Tiga tahun mengenyam pendidikan di bidang ini, mimpi itu semakin terasa jauh, apalagi melihat alumni yang pada akhirnya lebih banyak terjun ke bidang perbankan daripada kerja di bidang Kelautan.