Definisi keluarga, selalu saja bergolak, dalam jiwa siapa pun,
yang tidak sempat merasakan kasih yang sempurna.
Keluarga?
Apakah mereka yang tersenyum bahagia saat melihatmu pertama kali hadir di dunia?
Apakah mereka yang disebut sedarah?
Ataukah, siapa saja bisa disebut Keluarga?
Ya, siapa pun bisa kamu sebut keluarga.
Karena keluarga itu tentang ketulusan.
Tentang kehadiran.
Tentang kasih yang tak terbatas, oleh jarak dan waktu.
***
Suara kendaraan terdengar memenuhi seluruh pendengarannya. Tak kalah, suara wanita-wanita dengan tawa lebar, menyambutnya saat memasuki tempat itu.
Siang ini, dia akan bertemu sahabatnya.
Tempat itu, seperti kembali mengajaknya melangkah mundur. Semua bayangan memenuhi ingatannya.
"Apa?!" suara Mey membuat semua mata, tertuju padanya.
"Suara kamu!" Camelia menegur Meylani, untuk merendahkan suara.
"Lia, kamu gila!"
"Mey, bagiku, cinta itu harus diperjuangkan. Aku gak mau seperti kamu. Terus saja berharap Leo, bisa paham isi hati kamu!"
"Lia! Kita ini wanita dewasa, wanita berpendidikan. Aku gak ingin, kamu dinilai rendah di mata Bilal."
"Bilal itu, memang pantas aku perjuangkan!"
"Walaupun harus merendahkan dirimu sendiri?"
"Bukan merendahkan diri, tapi memperjuangkan cintaku, Mey!"
Meylani tampak belum bisa menerima keputusan Camelia. Dia masih syok mendengar kejujuran sahabatnya itu.
Hening!
Camelia tampak fokus menghabiskan setengah gelas kopi kesukaannya. Sedang Meylani, terus menatap heran pada sahabatnya itu.
"Lia, aku belum bisa percaya, kamu melakukan itu!"
Camelia tersenyum melihat tingkah Meylani, yang masih bertahan dalam situasi yang sama.
"Malah tersenyum! Dia yang berbuat, kok aku yang jadi pusing, ya?" sesal Meylani.
Camelia tertawa. Dia merasa kelakuan Meylani terlalu berlebihan.
"Lia. Jujur aku tidak bisa menerima ini. Yang aku tahu, kamu wanita yang sangat menjaga harga diri. Sangat menjaga batas. Tapi kenapa kamu melakukan ini? Apakah aku, tidak lagi mengenal sahabatku sendiri?"
"Mey, kok kamu jadi serius gini?" tanya Camelia, mencoba menenangkan sahabatnya.
"Aku butuh penjelasan Lia. Please!"
***
Sepuluh tahun kemudian
"Hai, kalian berdua apa kabar?" Camelia memeluk Meylani. Rindu itu sangat terasa.
"Sendiri aja, Lia?" tanya Leo.
Camelia hanya tersenyum. Pertanyaan Leo seperti petir yang membuat langit menjadi gelap.
"Lia, aku rindu banget," tutur Meylani, matanya berkaca-kaca.
"Aku pun sama, Mey. Kamu dan Leo, baik-baik saja kan?"
"Kami baik dan bahagia Lia," jawab Meylani.
"Kalian jadi pindah ke sini?"
"Iya, Lia. Meylani katanya ingin dekat sahabatnya lagi. Di negeri orang, dia gak tenang. Dia kesepian," jelas Leo.
"Aku malah pikir, dia sudah bahagia bersama kekasih impiannya," ejek Camelia.
Dijawab senyuman datar, Meylani.
Suasana tiba-tiba hening.
Kalimat Camelia seperti menciptakan suasana berbeda.
Meylani menatap Leo. Seperti ada yang mereka ingin sampaikan.
Camelia memalingkan wajahnya, kembali fokus pada segelas kopi di hadapannya.
"Lia, masih sibuk di Rumah Bahagia?" tanya Meylani, memecah kebisuan.
"Masih, Mey. Akhir-akhir ini, aku dapat banyak banget klien."
"Kamu masih menangani konflik rumah tangga?" tanya Leo.
"Iya. Masih bertahan seperti sepuluh tahun yang lalu."
"Sampai kapan, Li?" ucap Meylani, menggenggam tangan Camelia.
"Inilah duniaku. Selama aku dibutuhkan, aku tetap bertahan."
Kembali, hening.
Meylani menatap Leo. Dia seperti menyampaikan sesuatu lewat tatapan matanya.