Pukul sepuluh pagi, Rumah Bahagia penuh kesibukan.
Tampak beberapa orang wanita sedang menunggu antrian. Menunggu giliran, untuk bertemu dengan konsultan-nya masing-masing.
Rumah Bahagia, kantor konsultan pernikahan. Diberi nama Rumah Bahagia, karena tujuan mereka, hanya ingin menciptakan kebahagiaan.
Sejak berdiri selama sepuluh tahun yang lalu, Rumah Bahagia telah memecahkan rekor tersendiri. Telah menyelesaikan ribuan kasus rumah tangga, tanpa perceraian. Sesuai motto mereka, 'Menciptakan Bahagia dan Tetap Bersama'.
“Selamat pagi, Camelia Zenia.”
Camelia terkesiap.
Dia tanpa sadar, berdiri dan menutup jalan.
“Selamat pagi, Mas Will,” jawab Camelia, kaget. “Bagaimana kabarnya Lia?”
“Alhamdulillah hari ini, luar biasa, Mas.” Camelia memberi senyuman hangat.
“Aku masuk dulu, ya.”
“Silahkan, Mas.” Camelia bersikap ramah dan memberikan jalan untuk Willy, menuju ruangannya.
“Mbak Lia, kenapa?”
Kembali, tersentak. “Kikan? Aku kaget!” ucapnya, sambil mengelus dada.
“Mbak kenapa? Kok dari tadi bengong di situ?”
“Itu, kamu lihat!” sahut Camelia, menunjuk ke ruangan konseling.
“Ibu Mayang dan suaminya?”
“Iya! Enggak selesai ya urusan mereka?”
“Masalah mereka lumayan berat Mbak. Mbak Viona sampai jadi stres hadapi mereka berdua. Setiap dipertemukan, pasti, selalu berantem. Jadinya, titik temu, sulit. Wong ngobrol santai saja mereka enggak bisa.”
Camelia masuk ke dalam ruangannya, diikuti Kikan.
“Di Ruang Dengar, aku pikir masalah ibu Mayang bisa diselesaikan dengan cepat. Karena dari semua yang beliau sampaikan, permasalahan mereka itu, ya klasik. Masalah umumnya pernikahan, jenuh,” lanjut Camelia.
“Kayaknya sih masalah ini, menjadi ujian berat untuk Rumah Bahagia. Mbak Viona sempat cerita, dia seperti kehilangan harapan untuk pasangan ini.”
Camelia tampak tersenyum. Dia seperti larut dalam pikirannya sendiri. Menjauh dari pembahasan Kikan.
“Mbak, baik-baik saja?” tanya Kikan, heran, Camelia tiba-tiba tersenyum sendiri.
“Aku cuma merasa, Rumah Bahagia ini, amazing. Keajaiban dari Tuhan. Aku, kamu, dan mas Willy, Meta, Oskar, Via, semua belum punya pengalaman berumah tangga. Hanya mbak Viona yang ada di antara kita dan punya pengalaman. Tapi buktinya, kita bisa bertahan selama sepuluh tahun. Dengan ribuan klien, beserta permasalahan rumah tangga mereka, yang sungguh tidak mudah.”
“Mbak, aku penasaran satu hal.”
“Tentang apa?”
“Mbak, kenapa, belum mau ke bagian Konseling? Tetap bertahan di Ruang Dengar, hampir sepuluh tahun.”
Camelia, menjawab disertai senyuman.
“Kikan, aku mengerti posisi terbaik yang bisa aku persembahkan untuk Rumah Bahagia. Konseling, membutuhkan seseorang yang punya track record sempurna. Dapatkah kamu menerima saran, dari seseorang yang hidupnya saja gagal?”
Kikan terpaku.
“Sepuluh tahun di Rumah Bahagia, satu hal penting yang aku simpulkan. Bahwa semua orang yang memiliki masalah, hal pertama yang mereka butuhkan adalah didengarkan. Dan aku merasa, sudah berada di tempat paling tepat, menjadi pendengar terbaik untuk mereka yang membutuhkan kita.
“Kamu tahu gak Dik, kenapa Rumah Bahagia, semakin ke sini, semakin dibutuhkan banyak orang?” tanya Camelia.
“Karena Rumah Bahagia tidak pernah gagal, Mbak?” jawab Kikan.
“Bukan! Karena Rumah Bahagia, berhasil menjadi teman bagi mereka yang merasa jauh dari kehidupan mereka sendiri. Anak yang kehilangan kasih sayang orangtua. Anak yang merasa tidak diinginkan. Istri yang jenuh dengan sikap suaminya. Suami yang tidak betah di rumah. Sebenarnya persoalan mereka sama.”
“Hilangnya kebersamaan, ya, Mbak?’
“Ya, kamu benar!”
“Dan inilah yang bertahun-tahun, Rumah Bahagia mampu ciptakan. Menumbuhkan kembali kerinduan akan kebersamaan itu. Dan akhirnya, itu menjadi obat, dari seluruh persoalan mereka.”