Leo dan Meylani masih terpaku, menatap langkah Bilal menuju pintu.
Keduanya terlihat cemas.
Meylani, tampak menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Dia seperti sangat takut dengan kedatangan, sosok yang ada di balik pintu itu.
Ruang keluarga, berada di samping kamar Leo dan Meylani. Dari posisi mereka berdiri, pintu masuk dihalangi oleh ruang tamu yang cukup besar, sehingga pandangan mereka tidak langsung ke pintu masuk.
Tak lama setelah Bilal menuju pintu, langkah kaki yang cukup meriah saling bersahutan.
Langkah itu menuju tempat Leo dan Meylani, yang masih saling menatap satu sama lain.
“Mas, kok, kayak ramai ya? Lia datang bersama siapa?” Meylani begitu yakin, akan kedatangan sahabatnya itu.
“Kamu tenang dulu, ya. Kita tunggu saja.”
Meylani lantas duduk, menenangkan diri.
Dia seperti membawa jejak masa lalu dalam jiwanya. Dia terusik, sehingga kekhawatiran menguasai dirinya.
“Sayang,” tangan Leo memegang pundak istrinya, menunjuk ke arah sosok yang berdiri di hadapannya.
“Kak Mey.”
Meylani terkesiap.
Dia membuang napas, lega itu sangat terasa.
“Melati.”
Senyum Meylani berkibar menyambut pelukan Melati yang tampak hadir bersama suami dan putrinya.
“Kak Mey, apa kabar?”
“Alhamdulillah, baik, Mel. Duh, Kak Mey senang banget bisa ketemu kamu. Udah lama ya kita gak ketemu.”
“Iya Kak. Ini kenalin Hanan, suami aku dan Yumna.”
Meylani menyapa Hanan dan memeluk Yumna, yang tampak sangat lucu dengan setelan gamis pink, lengkap dengan jilbab berhias bordir boneka, di sepanjang pinggirannya.
Mereka lantas menyatu di ruang keluarga yang begitu luas.
Ruangan itu terlihat masih cukup lapang untuk menerima beberapa tamu lagi.
Bilal, menyepi, duduk di pojok dekat dengan jendela, yang tersambung dengan taman.
Dia kelihatan canggung. Dia mengalihkan perhatiannya, menatap hujan yang tiba-tiba hadir, bersama dengan kedatangan Melati dan keluarganya.
“Mel, kak Lia ke mana? Gak bareng?”
Meylani akhirnya sadar. Sosok yang sedari tadi dinantinya, ternyata sampai detik ini belum juga hadir.
“Sebenarnya, tadi kami janjian ketemu di sini, Kak. Tapi, di perjalanan, kak Lia kasih kabar, dia ada panggilan ke kantor. Katanya ada rapat penting. Jadinya dia langsung putar balik ke kantor. Kalau sempat, dari kantor langsung ke sini.”
Meylani menganggukkan kepalanya sambil menatap Bilal, yang masih sibuk sendiri.
Alhamdulillah. Nantilah diatur lagi.
Tampak, seorang wanita setengah baya membawa beberapa gelas minuman hangat, beserta sepiring pisang goreng bertabur keju. Disajikannya di atas meja bulat di ruang keluarga.
Hanan memilih duduk beralasakan karpet di depan TV besar bersama putrinya.
Mereka asyik menyaksikan acara kartun kesukaan Yumna.
“Bilal, ayo kita minum teh dulu,” kata Leo menghampiri Bilal.
Keduanya lantas bergabung, duduk bersama Hanan.
Melati, tampak memindahkan minuman hangat di atas meja, ke hadapan ketiga pria itu.
“Kak Bilal, apa kabar?”
Melati membuka gembok keheningan Bilal.
Bersama senyuman, masih canggung, Bilal menjawab, “Kabar baik, Mel, alhamdulillah.”
“Kok sendiri saja Kak? Gak bersama keluarga?” Melati meneruskan kalimatnya.
“Mereka kebetulan lagi ada acara di rumah mertua.” Bilal berusaha menjaga sikap.
“Kenapa Kak Bilal malah ke sini? Kenapa gak ke rumah mertua?”
Leo dan Meylani, tersentak. Kalimat Melati, begitu menyesakkan.
Bilal tersedak.
Leo dan Meylani saling memandangi.
Jeda beberapa detik. Meylani mengambil alih, suasana dingin yang menguasai ruangan itu.
“Oh ya, dengar-dengar Hanan juga aktif di Rumah Bahagia?”