Maafkan Aku

Dewi Hastuti
Chapter #2

2. Loncat Aja ke Sebelah

Mengunjungi toko buku kini menjadi sebuah agenda tetap bagi Tyas. Kebetulan jelang kelulusan, ia menjadi lebih banyak mengerjakan tugas dan membutuhkan banyak buku. Ia berharap bisa lulus dengan nilai terbaik kemudian masuk ke Perguruan Tinggi Negeri pilihannya melalui jalur PMDK (Penelusuran Minat Dan Kemampuan). Hanya  siswa berprestasi yang bisa mendapatkan jalus khusus tersebut. Seandainya ia tak berhasil pun sebenarnya Tyas sanggup meneruskan kuliahnya di Perguruan Tinggi Swasta, namun tak ada salahnya ia mencoba terlebih dahulu. Apalagi ia merupakan siswa yang cukup pintar di sekolahnya.

Pada saat pemilihan jurusan sebenarnya Tyas mendapatkan jurusan IPA, tapi dasar rasa kesetiakawanannya yang cukup tinggi karena dua kroco mendapatkan kelas IPS, Tyas malah memilih pindah jurusan. Toh cita-citanya nanti juga ingin menjadi seorang Pengacara, dan itu bisa ia dapatkan meski ia memilih jurusan IPS sekalipun. Pilihan yang ndablek memang. Hanya berdasarkan rasa kesetiakawanan semata. Nah terbuktikan kalau persahabatan tak mengenal logika. Jadi, bukan cinta doang oi yang gak kenal logika.

Pada saat kelulusan, Tyas seharusnya bergembira karena ia berhasil diterima di Perguruan Tinggi Negeri dengan jurusan pilihannya yaitu di Fakultas Hukum Universitas Andalas, melalui jalur PMDK. Namun berita bahagia itu sekaligus diiringi dengan berita duka. Kedua orang tuanya mendapat kecelakaan saat mereka pulang dari Pariaman. Ayah Tyas, seorang Pengacara yang kebetulan mendapatkan seorang klien. Namun ketika kasusnya sedang di proses, kliennya tersebut mendadak mendapat kecelakaan dan meninggal. Pulang melayat bersama ibu, justru mereka yang selanjutnya mendapatkan kecelakaan dan meninggal di tempat. Tyas tidak bisa menerima kenyataan itu. Namun, Eddo sahabat sejak kecilnya selain dua kroco Cherry dan Zio, berhasil meredam amarah Tyas. Walau dihati kecilnya ia tetap tak bisa menerima kenyataan bahwa kedua orangtuanya telah tiada.

Life must go on. Yah, kehidupan harus tetap berlanjut. Begitu juga dengan kehidupan Tyas dan segudang cita-citanya. Tyas yang anak tunggal akhirnya tinggal bersama neneknya. Sang Nenek segera datang dari kampung demi menemani cucu semata wayangnya itu. Dua kroco yang tidak diterima di perguruan tinggi negeri lambat laun pun menghilang dari peredaran. Cherry melanjutkan kuliahnya di Jakarta karena ada kakaknya yang siap membiayai kuliah Cherry. Sambil kuliah Cherry harus bekerja paruh waktu di perusahaan kakaknya tersebut sehingga waktu untuk berbagi dengan Tyas semakin berkurang hingga akhirnya hilang kontak sama sekali.

Sementara Zio mendapatkan pekerjaan di sebuah Bank swasta. Sambil bekerja Zio juga melanjutkan kuliahnya di Perguruan Tinggi Swasta. Kembali kesibukan adalah alasan klise yang membuat ia jarang berkomunikasi dengan Tyas. Akhirnya tinggal Eddo saja, sahabatnya yang selalu menemani Tyas. Meski sebelum kehadiran para kroco, Eddo telah lebih dahulu hadir di dalam kehidupan Tyas, karena mereka bertetangga sedari kecil. Orang tua Eddo seorang penjahit yang hampir setiap hari berbelanja bahan pakaian di toko ibu. Hanya saja Eddo yang berpenampilan dekil dan kucel membuat Tyas sedikit enggan berteman. Namun, sejak kepergian kedua orangtuanya dan berakhir pula pertemanan Tyas dengan Duo Kroco, maka kehadiran Eddo menjadi sedikit hiburan bagi Tyas. Bahkan Eddo sudah dianggap anggota keluarga oleh nenek saking hampir setiap harinya ia berkunjung. Ada atau pun tiada Tyas di rumah, Eddo tetap datang. Menemani nenek berbincang-bincang, membantu nenek membuka dan menutup toko tekstil peninggalan ibu Tyas. Bahkan kadang mewakili nenek berbelanja bahan tekstil ke Jakarta dan Bandung karena Tyas sibuk dengan jadwak kuliahnya yang cukup padat.

Usai 100 hari kepergian kedua orang tuanya, tak sengaja Tyas melihat foto pemakaman ayah dan ibu. Ia melihat sosok yang sangat ia kenal ada pada barisan para pelayat yang ikut mengantarkan Ayah dan Ibu ke pemakaman. Pria itu. Ah, tidak mungkin si Smiling Face ada diantara para pelayat. Bagaimana ia tahu musibah yang menimpa Tyas, karena sejak kelulusan, Tyas malah belum pernah sama sekali berkunjung ke toko buku. Tyas justru lebih mengandalkan perpustakaan kampus untuk memenuhi kebutuhan hasrat gila bacanya atau pun untuk tugas-tugas rieview yang semakin menggunung.

“Eddo, lu kenal orang ini gak?” tanya Tyas kemudian saat Eddo berkunjung.

“Yap, kenal.”

 “Siapa?”

“Pemilik toko buku terbesar di kota kita ini kan?”

“Kalo itu mah gue juga tau, Bleh!” balas Tyas sambil meninju bahu Eddo.”Yang gue pengen tahu kenapa bisa ni orang ada di acara pemakaman Ayah dan Ibu?”

 “Ya jelas adalah dia di sana…”

 “Ya, kenapa kok bisa ada?"

 “Lu cari tahu aja sendiri kalo lu penasaran.”

Kalimat Eddo yang penuh teka-teki membuat Tyas semakin penasaran. Akhirnya ia pun memutuskan untuk mencari tahu sendiri. Setelah lama tak berkunjung ke toko buku, Tyas pun mulai kembali menjajakkan kakinya di toko buku itu dan bertemu dengan si Smiling Face.

“Hai, apa kabar?” sapanya begitu melihat Tyas. Ada rona kegembiraan terpancar di wajah manisnya.

“Kabar baik, Oom.” jawab Tyas. Dan, tahukah sodara-sodara sekalian bahwa kembali Tyas merasakan debar di jantungnya kembali tak beraturan. Sanggupkah ia melaksanakan niatnya untuk bertanya pada si Smiling Face itu tentang kehadirannya di pemakaman kedua orangtua Tyas?

Lihat selengkapnya