Maafkan Aku

Dewi Hastuti
Chapter #4

4. TRAGEDI

Penculikan dua bocah perempuan

Meski terbaca sekilas, berita yang menjadi headline di suratkabar itu cukup menyita perhatian Tyas. Setelah sekian lama kota ini aman dari kasus penculikan bayi dan balita, tiba-tiba sekarang berita itu kembali mencuat, seolah membangkit luka lama yang telah hampir sembuh. Secepat kilat Tyas meraih koran yang tengah dibaca oleh Fahri, suaminya.

“Hei tunggu, saya belum selesai,..”

“Sebentar, Pap. Ada berita yang sangat penting ,..”

Fahri membuang nafas tak rela. Tyas tak pernah berubah. Selalu begitu, jika ada yang ia inginkan, maka kehendak Sang Tuan Putrilah yang harus berlaku terlebih dahulu, tanpa peduli apakah orang lain suka atau tidak. Tak peduli siapapun orang itu, sekalipun itu adalah suaminya sendiri. Dan Fahri, yang terlanjur jatuh cinta pada pandangan pertamanya saat berjumpa dengan Tyas, tak mampu untuk menahan setiap keinginan Sang Tuan Putri. Ia telah begitu menghamba kepada cinta tanpa mengetahui apakah Sang Tuan Putrinya itu memiliki perasaan yang sama terhadap dirinya. Fahri sebenarnya tak peduli apakah Sang Tuan Putri tersebut membalas perasaannya. Yang jelas kini Tuan Putri nan Jelita itu telah menjadi permaisurinya.

 “Astaughfirulahal‘adzim. Natya, Ulya. Pa saya berangkat duluan ke kantor ya. Korannya saya bawa.”

 Tanpa menunggu persetujuan Fahri yang sedari tadi belum menyelesaikan bacaannya, Tyas telah melesat terbang. Meninggal deru mobil dan asap putih di pelataran parkir halaman rumahnya. Masih rumah yang sama dengan rumah beberapa tahun silam yang ia tempati bersama Ayah Ibu, lalu nenek. Setelah nenek tiada kini Tyas dan Fahri bersama kedua putra mereka, Ihsan dan Malik yang menempati rumah besar beraksitektur gaya kolonial itu. Rumah yang begitu banyak menyimpan kenangan Tyas mulai dari masa kecil hingga ia dewasa dan berumahtangga. Tentu juga terselip di sana sebuah kenangannya dengan seseorang yang telah membawa separuh jiwanya pergi bersama dengannya. 

#KANTOR PENGACARA & ADVOKAD AYUNING TYAS, SH GROUP

“Assalammualaikum, Nang. Saya baru membaca berita koran pagi ini. Ada berita penculikan terhadap dua orang bocah balita beradik kakak bernama Natya dan Ulya. Apakah benar itu adalah Natya dan Ulya? Mereka ..?!”

 “Ya, Tyas.” belum usai kalimat Tyas, Kenang Kita telah menjawabnya terlebih dahulu. 

 “Apakah mereka masih memakai kalung berbandul merpati yang pernah kita buat bersama dahulu?

 “Ya,…” jawab Kenang singkat.

 “Oh, syukurlah. Terima kasih Nang kamu telah menyimpan kalung itu dan memberikannya untuk Natya dan Ulya. Jika mereka masih memakai kalung itu, setidaknya akan menjadi petunjuk bagi kita untuk mencari dan menemukan keberadaan mereka.”

“Terima kasih Tyas.” jawaban Kenang selalu singkat. Tak ada kalimat lain yang menyertai. Tyas masih menunggu kalimat selanjutnya, namun Kenang telah memutuskan sambungan dari pesawat telpon meraka.

 Semoga saya bisa menemukan mereka sebelum terjadi sesuatu hal pada kedua gadis kecil itu, bisik Tyas.

Lihat selengkapnya