Maafkan Aku

Dewi Hastuti
Chapter #5

5. Kilas Masa Lalu

Aah! Eddo mengacak-acak rambutnya sendiri. Sulit baginya untuk membuat keputusan apakah ia akan membantu Tyas atau tidak. Dulu ia memang bagian dari sindikat itu. Tapi itu dulu sekali. Bertahun-tahun yang lalu. Bahkan untuk mengingatnya saja pun Eddo sudah enggan. Sekarang ia harus menelusuri jejak mereka kembali demi menemukan kedua balita itu. Seandainya balita itu adalah anak-anak dari Tyas, maka tanpa disuruhpun ia akan kejar para bandit terselubung itu sampai ke neraka sekalipun. Tapi ini? Aduh Tyas, apa yang harus aku lakukan? Eddo kembali mengacak-acak rambutnya dan meremasnya cukup keras.  

 Baiklah Tyas. Eddo akhirnya beranjak keluar dari ruangan kantor Tyas. Kita lihat saja nanti apa yang bisa aku lakukan, bathin Eddo sambil menyulut sebatang rokok setelah ia berada di pelataran parkir. Eddo belum hendak beranjak meninggalkan kantor Tyas. Ia malah duduk diatas sepeda motor sambil memainkan sebatang rokok yang tak habis-habis karena hanya terselip saja di antara jemarinya.

Tyas memang benar jika dulu Eddo adalah bagian dari sindikat itu. Entah bagaimana awalnya ia bergabung dengan para pengedar obat-obatan terlarang yang juga merupakan sindikat penculik anak-anak bayi dan balita itu. Hingga akhirnya Tyas memergoki Eddo yang tengah ketakutan setiap kali ada tamu datang dan mengetuk pintu rumah Tyas.

 “Ngapain sih kamu kasak kusuk begitu, Ed? Itukan tamu saya yang datang. Lagian apa-apaan juga pake sembunyi di bawah meja segala. Woi, keuar dong, Eddoooo.”

 Tyas menjengukkan kepalanya ke bawah meja. Terlihat Eddo menggigil ketakutan.

 Wah, parah nih orang. Tyas akhirnya malah ikut nimbrung dan duduk di bawah meja.

 “Eddo, katanya kamu cuma mau numpang semalam aja di sini. Sekarang udah hampir seminggu kamu kok belum pulang-pulang juga sih? Kenapa kamu kayak orang kesetanan gitu? Hei, kamu kenapa sih? Cerita dong.”

Tyas mengguncang tubuh Eddo yang masih juga belum bersuara. Ragu-ragu Eddo menyerahkan secarik kertas berupa potongan koran yang sedikit kumal dan telah remuk dalam remasan tangan Eddo.

 

SEORANG PENGEDAR OBAT TERLARANG ED ALIAS ALDO DINYATAKAN BURON.

 

Tyas tercekat. Ia tak menerus kalimatnya membaca sobekan koran itu. Ia menatap tak percaya pada Eddo. Astaga. Jadi selama ini? Ah, sungguh malang sekali Tyas yang tak mengenali tentang siapa dan bagaimana sahabat yang selalu berada di dekatnya sepanjang waktu bergulir bahkan hampir sepenjang usianya. Banyak hal yang ia ketahui tentang Eddo, tapi ternyata tak banyak yang ia ketahui tentang pemberontakan bathin Eddo yang bergelora sejak kepergian ayahnya untuk selama-lamanya. Ia terlihat limbung. Bagai perahu tak berpendayung, terombang-ambing dipermainkan gelombang. Padahal di saat seperti itu ia sangat membutuhkan figur seorang ayah untuk menjadi panutan. Tyas menggamit tangan Eddo.

 “Saya tahu bagaimana rasanya kehilangan Eddo, bahkan kehilangan seluruh anggota keluarga sekaligus.” Ucapan Tyas membuat kerutan di kening Eddo. Bagaimana mungkin Tyas tahu bagaimana rasanya kehilangan seluruh anggota keluarga? Bukankah Tyas masih memiliki nenek yang selalu bersama dengannya?

 “Setiap orang memiliki cerita masing-masing yang harus mereka jalani. Dan didalam cerita itu juga ada persoalan-persoalan kehidupan yang bahkan mungkin persoalan mereka jauh lebih berat dari apa yang kita alami. Cuma bagaimana kita merefleksikan persoalan-persoalan itu sehingga tidak menjadi beban, melainkan menjadi cambuk yang akan menantang kita agar bisa melakukan perubahan ke arah yang lebih baik.”

Tyas merasakan bahu sahabatnya itu terguncang usai ia berujar sesuatu yang begitu saja terucap dibibirnya. Matanya berkaca-kaca tapi tak mampu mengeluarkan bahkan setetes airmatapun.

Lihat selengkapnya