Malam ini sangat hangat, tanpa adanya Eha (Nenek Nayla) yang sudah meninggalkan mereka sepekan yang lalu. Nayla masih menatap awan yang sudah menghitam oleh gelapnya malam. Nayla enggan untuk masuk, sesekali bayangan Eha selalu terlintas dipikirannya.
Flashback on
"Hujannya gede banget, gimana aku mau pulang. Gak bawa payung lagian," lirih Nayla.
Aniyya menawarkan untuk pulang bersama. "Nay, bareng aku aja."
"Te-terima kasih, Annn. Gapapa, nanti nunggu reda aja." Nayla menunjukkan gigi rapihnya.
"Gapapa, udah sore, lohh. Nanti minta sopir gua ke rumah lu dulu."
"Sekali lagi terima kasih, aku pulang sendiri aja," tolak Nayla.
Aniyya mengendus kesal. "Kamu tolak, KITA MUSUHAN!"
Mata Nayla membulat. "Iya."
"Iya, kita musuhan. Oke."
"Ii-iiya,, kita pulang bareng."
Aniyya tersenyum lebar, lalu mengajak Nayla masuk ke dalam mobil pribadinya karena sudah datang. "Awas, Dek Aniyya, nanti kehujanan dan sakit," tegur sopir yang menjemputnya di balik kaca.
"Gapapa, enggak setiap hari ini," balas Aniyya.
Pak sopir. "Tt--ta
"Cepet jalan aja, gak ada waktu lagi," perintah Aniyya, setelah Nayla masuk ke dalam mobil.
Mereka saling terdiam, karena hujan yang cukup deras. Membuat penglihatan kabur, udara dingin menusuk ke dalam rusuk dan membuat Aniyya tertidur pulas.
Tiddddd ....
"Pelan-pelan dong Pak, masih mau kerja gak si?!" Tegur Aniyya, karena ia terbangun dari tidurnya.