Ternyata Gilang mengambil sebuah dompet, lalu bergegas meninggalkan Nayla dan membayar laundry yang telah selesai.
"Maaf, lama," kata Gilang saat kembali masuk ke dalam mobil.
Tanyanya lagi. " Tadi napa?"
Dengan sergap Nayla menjawab pertanyaan Gilang, tanpa keseleo. "Gapapa, tadi liat orang yang lagi nunggu angkot, kesian aja diraut mukanya seperti orang yang sudah kecapekan gitu. Tapi, pas masuk ke dalamnya malah keluar lagi, kayaknya angkotnya dah penuh. Dan,tau ga?"
Gilang menggeleng, dan menaikkan kedua halisnya.
"Orang itu, sedang hamil besar."
Nayla terhenti sejenak. "Kesian ya? Pasti dulu mamah pernah ngalamin di posisi itu."
Gilang mulai menjalankan mobilnya. "Gua lebih kesian kalo yang diposisi itu adalah kamu, Nayla."
Hati Nayla berkecamuk seperti dicampur aduk, rasanya ia ingin keluar dari mobil ini. Entah perasaan canggung, menyesal dan tidak mau bertemu lagi dengan Gilang.
Laki-laki memang sulit mengerti akan perasaan wanita, sebenarnya Nayla hanya cemburu dengan chat yang dikirim Aniyya.
"Nay."
Nayla mengerjapkan mata. "Eh-iiya, iya, apa?"
"Tadi udah ngechat ke mamah?"
"Astagfirullah, lupaa. Aslii lupaaaa, gimana dong, gimana?" Nayla panik.
"Nay," potong Gilang dengan memarkirkan mobil yang ia bawa.
"Gapapa, nanti bisa di chat lagi, sekarang juga bisa 'kan?"
"Maaf, maafin Nay ya. Maaf." Nayla merasa bersalah dan selalu meminta maaf pada Gilang.
Nayla berjalan sembari mengetik pada ponsel Gilang. Langkah Nayla menyetarakan langkah di depannya yakni Gilang.