"KAMU PERGI DARI SINI? ATAU KAMU SAYA USIR DENGAN CARA YANG KASARRRR!"
Nayla menangis sejadi-jadinya, air matanya tidak henti bercucuran. Seakan dunia begitu kejam padanya, dengan kejadian semua ini.
"Maafin, Nay Bu. Maaf, hiks, hiks, hiks." Nayla memohon dengan berlutut didepan kaki ibunya.
"Tidak ada yang bisa dimaafkan, PERGI." Julaiha membuang muka dan sudah muak pada Nayla.
Agung tidak bisa berbuat.
"Hikss, gapapa. Mungkin ini cara Allah untuk menguji hambanya, hiks. Dan, Nay terima keputusan Ibu. Iya, Nay akan pergi dari sini, hiks, hiks, hiks."
Dengan tegasnya Julaiha menjawab. "Sukur, jadi gak perlu bantuan orang untuk mengusirmu, anak DURHAKA."
"Sekali lagi, Maafin, Nay Bu." Nayla mencoba untuk pergi dari kamar ibunya, tetapi di hadang oleh Agung.
"Memangnya tidak ada keputusan yang lain? Untuk menyelesaikan permasalahan ini?!" Agung mengangkat suara.
"Bu, sepetinya harus mempertimbangan dulu. Nayla, anak terakhir atau bisa disebut bungsu. Masa depannya masih panjang, dan ia masih sekolah yang perlu dibiayai. Mau bagaimana pun ia tetapi adik kita, dan anak dari Ibu. Jadi, Ibu enggak bisa mengambil keputusan sepihak," jelas Nazla dengan tenang.
"TIDAK ADA PENOLAKAN!"
Nayla semakin menjerit kencang, ia tidak kuasa menerima semua ini. "Hiks, hiks, hiks."
Agung sudah pasrah, Nazla dengan raut wajah yang tampak kebingungan dengan keadaannya sekarang ini. Dengan langkah tertatih Nayla menuju kamarnya untuk mengambil baju dan beberapa perlengkapannya.