"Aku mau kita putus!" ucap seorang gadis yang baru saja turun dari motor pacarnya.
Matanya menatap tepat mata pacarnya. Matanya sudah berair. Dadanya terasa sesak mengatakan itu semua.
Kedua muda mudi itu baru saja pulang dari malam mingguan. Garland mengantarkan Nara sampai di depan indekos. Suasana indekos Nara saat ini masih sepi karena teman-temannya belum pulang dari malam mingguan mereka. Maklum saja, sekarang masih pukul delapan malam. Ada juga yang pulang kampung.
Hubungan keduanya akhir-akhir ini memang tidak ada akur-akurnya. Selalu ada saja masalah sepele yang bisa jadi parah karena ego masing-masing.
Nara tidak sanggup lagi bertahan. Hubungannya dengan Garland memang tidak bisa dipertahankan lagi. Lebih baik putus sekarang daripada batinnya tersiksa.
Garland sepertinya juga akan jauh bahagia jika tidak bersamanya. Akhir-akhir ini, pacarnya itu selalu mengeluh ini itu, Nara sudah lelah.
"Kamu yakin minta putus?"
Pertanyaan Garland dijawab anggukan kepala oleh Nara. Toh, untuk apa bertahan kalau Garland tidak bahagia?
"Jawab, Ra!"
"Aku sebenarnya nggak mau kita putus, Land. Tapi, perasaanku udah sakit banget. Kapan kamu mau ngertiin aku?"
"Kapan aku nggak ngertiin kamu sih, Ra? Kapan?"
"Oke. Kita putus. Aku harap kamu mempertanggungjawabkan keputusan yang udah kamu pilih."
Garland mengemudikan motornya setelah mengatakan semua itu. Sama sekali tidak memberikan kesempatan Nara untuk bicara.
Nara segera masuk ke kamar indekosnya. Mengunci kamar. Jangan sampai menimbulkan kecurigaan teman-temannya jika nanti mereka pulang.
Setelah menaruh tas dan jaket di atas meja, Nara duduk di pinggir tempat tidur. Memeluk erat boneka pemberian Garland waktu ulang tahunnya. Boneka beruang warna cokelat ukuran jumbo yang menjadi teman tidur Nara.
"Land, kenapa kamu jahat banget sama aku?" lirih Nara.
"Kalau kamu bisa sedikit aja mau dengerin aku? Aku bawel juga ada sebabnya, Land. Karena aku sayang kamu."
Nara merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Tubuh, hati, dan otaknya merasa lelah. Entah mengapa malah seperti ini, seharusnya Nara merasa lega karena sudah tidak menjadi beban Garland lagi.
Segera Nara bangun dari rebahannya. Mengambil ponselnya dari dalam tas. Mencari kontak Garland. Dia baru ingat kalau suasana hati sedang tidak enak, pasti Garland mengendarai motornya ngebut. Tentu saja, Nara tidak ingin terjadi apa-apa dengan Garland. Meskipun jarak indekos mereka tidak terlalu jauh, tetapi belum tentu Garland langsung pulang ke indekos.
To: Garland O. Sagara
[Land, aku tahu hubungan kita udah putus. Tapi, tolong kabari aku kalau kamu udah sampai kos. Aku harap kamu tadi bawa motornya nggak ngebut. Aku minta maaf, ya.]
Nara mondar-mandir mengelilingi kamar indekosnya. Menunggu balasan Garland. Padahal, centang dua tetapi tidak kunjung berubah warna.
"Land, kamu ke mana? Kamu baik-baik aja, 'kan?"
"Apa aku telepon aja, ya?" tanya Nara pada dirinya sendiri.