Macaron Moments

Fairamadhana
Chapter #3

Macaron Moments (1)

(Flashback)

“Halo, Ra!”

Langkah kaki Nara terhenti seketika ketika melewati koridor kampus. Dia terkejut. Fokus matanya yang sedari tadi memperhatikan ponsel sambil berjalan beralih pada seseorang yang berdiri di hadapannya. Senyumnya manis, matanya berkilau, tak bisa dimungkiri lagi hati Nara semakin berdebar. Sejak kapan perasaan ini muncul?

“Garland? Kamu ngapain ada di sini?” tanya Nara berusaha tidak salah tingkah.

Nara baru saja selesai siaran radio. Dia siaran radio setelah mata kuliah selesai. Sebagai mahasiswa semester satu, dia sedang belajar mengatur waktu. Antara study dan hobi harus bisa berjalan beriringan. Dari awalnya suka mendengarkan radio, Nara tertarik untuk menjadi bagian dari UKM radio yang ada di kampusnya.

“Aku inget, hari ini aku ada janji sama kamu buat nganterin kamu pulang. Jadi, aku nungguin kamu sampai selesai siaran.” Garland tersenyum manis.

Nara bukan tidak ingat jika ada janji dengan Garland. Namun, dia tidak ingin terbawa perasaan semakin jauh. Sejak hari di mana mereka menjadi satu kelompok di salah satu mata kuliah, Garland tidak pernah absen memberi perhatian padanya. Tidak mungkin, Nara tidak terbawa perasaan.

“Kamu nggak lupa kan, Ra? Kalau hari ini pulangnya sama aku? Perasaan dari kemarin udah kita bahas terus deh di chat.”

“Aku nggak lupa. Aku pegang hape juga baru mau bales chat kamu, mau ngasih tahu kalau aku udah selesai siaran dan mau nyamperin kamu. Tapi, kamu malah yang nyamperin aku ke sini.”

Nara sekuat tenaga supaya tidak terlihat gugup. Ini pertama kalinya, Nara diantar pulang ke indekosnya oleh Garland.

Sebelumnya, Nara mengendarai motor sendiri kalau ke kampus. Kebetulan sejak kemarin motor Nara mogok. Berhubung kemarin masih ada Seluna atau biasa disapa Luna-salah satu sahabatnya, Nara nebeng sahabatnya itu. Namun, hari ini, setelah selesai kelas Seluna langsung pulang ke kampung halamannya. Sementara, Kamila-sahabat Nara satunya lagi, ada janji dengan pacarnya. Setelah cerita semua itu pada Garland, Garland menawarkan diri mengantar Nara pulang ke indekosnya.

“Aku nggak mau kamu jalan sendirian nyamperin aku, Ra. Jadi, aku inisiatif aja yang nyamperin kamu.”

Garland bukan mahasiswa yang aktif mengikuti organisasi seperti Nara. Dia kerja part time. Sekarang, demi Nara, dia izin tidak bekerja. Padahal, kerja Garland tidak satu minggu penuh tiap pekannya.

“Oke. Langsung pulang kan kita?” tanya Nara untuk memastikan juga untuk mengalihkan perasaan yang Nara bingung namanya apa.

“Ke toko baju dulu mau nggak, Ra? Aku mau beli kaos atau kemeja gitu.”

“Oke. Ini masih jam empat sore. Nanti sebelum jam enam udah sampai kosanku ya, Land. Nanti ibu kos mau ke kosan,” jawab Nara setelah melihat jam di ponselnya.

“Siap, Tuan Putri!” Garland mengangkat tangan seperti orang hormat.

“Turunin nggak tuh tangannya.” Nara pura-pura mencubit perut Garland. Mata Nara melotot. Dia meleleh dipanggil “tuan putri”.

Garland menuruti kata-kata Nara. Pura-pura mengiris kesakitan sambil mengaduh minta ampun lalu menurunkan tangannya. Namun, tangannya tidak bisa diam, dia malah mengacak-acak rambut Nara.

“Garland! Awas kamu, ya!”

Nara dengan sisa tenaga yang dimiliki menyingkirkan tangan Garland dari kepalanya. Lalu, dia berlari kecil meninggalkan laki-laki itu. Ada sesuatu yang aneh muncul di hati Nara. Ada kupu-kupu beterbangan di atas bunga-bunga yang tengah bermekaran di hatinya.

Nara malu kalau Garland tahu tentang perasaannya ini. Dia juga malu karena kampus masih lumayan ramai di hari yang sudah sore.

Garland segera mengejar Nara sambil tertawa. Lalu, keduanya segera menuju parkiran.

***

“Land, mampir toko kue dulu boleh, ya? Toko kue yang searah sama toko baju yang pengen kamu tuju itu, lho. Aku mau beli macaron sama nanti mau beli camilan apa gitu di sana buat temen nonton series,” pinta Nara sewaktu di perjalanan menuju toko baju.

“Boleh dong. Biar Tuan Putri happy nonton seriesnya, aku akan melakukan apa pun meskipun toko kuenya harus menempuh perjalanan dua jam.”

“Termasuk naik ke rooftop gedung paling tinggi di kota ini?” sahut Nara secepat kilatan cahaya.

“Ra, tolong samain konteksnya dong. Kamu kan lagi pengen nonton series. Apa hubungannya sama naik ke rooftop gedung paling tinggi di kota ini?”

“Aku mau nonton seriesnya di rooftop, Land. Seru nggak sih?”

Lihat selengkapnya