Flashback
“Aku kira kita tadi beli makanan ikan pesenan bapak kos kamu, Land. Terus kita pergi ngedate. Ternyata, kamu ngajakin aku ke sini buat ngasih makan ikan-ikan ini.”
Nara tersenyum ke arah Garland. Bagaimana Nara tidak jatuh cinta pada laki-laki yang duduk di hadapannya ini? Garland selalu melibatkan dirinya dalam hal-hal yang tidak terpikirkan oleh Nara.
Di bayangan Nara, yang katanya Garland ingin mengajaknya melihat ikan itu adalah aquarium date. Nara sudah membayangkan berdua dengan Garland menikmati kedamaian bawah laut di akuarium raksasa. Namun, ternyata Garland mengajaknya ke pusat perbelanjaan yang ada fasilitas kolam ikan dan pengunjung boleh memberi makan ikan-ikan di sana. Dengan syarat harus memberi makan dengan makanan ikan. Dilarang keras memberi makan selain makanan ikan.
“Kamu yang ngasih judul sendiri ngedate kita hari ini itu aquarium date, Ra. Aku cuma bilang besok mau ngajakin kamu lihat ikan.” Garland membalas tersenyum gemas pada gadis yang duduk di hadapannya.
“Kenapa kamu kepikiran ngajakin aku lihat ikan, Land? Ya, namanya anak muda pasti mikirnya ke aquarium date dong.” Nara tidak mau kalah. Padahal, merasa kecewa pun tidak sama sekali.
“Kamu pernah bilang capek dan stres sama tugas-tugas, Ra. Jadi, aku ajakin kamu lihat ikan. Aku pernah baca artikel kalau lihat ikan berenang bisa meningkatkan mood.”
“Jadi, anak besar ternyata berat ya, Land. Kadang yang bikin aku capek bukan tugas-tugasnya, tapi aku merasa salah jurusan. Aku sering capek sendiri kalau habis ketemu orang banyak, Land.”
Nara terharu sebab Garland masih mengingat keluhan-keluhannya. Seperti membuang sampah tepat pada tempatnya. Setelah mencurahkan keluhan-keluhan itu hati Nara merasa plong.
Akhirnya, Nara menemukan seseorang yang bersedia mendengar isi hatinya. Anggap saja keluhan-keluhan Nara adalah sampah yang mengotori hati dan pikirannya yang menyebabkan dia seperti orang yang kurang bersyukur.
Nara hanya perlu bersyukur lantaran keluarganya masih bersedia dan mampu membiayainya kuliah. Ini yang Nara inginkan. Kuliah setelah lulus SMA. Namun, ternyata ada syarat yang kadang membuat Nara menyesali pernah menginginkan kuliah.
“Ra, anak besar juga manusia, lho. Nggak papa kok mengeluh. Asal nggak menyerah. Kamu udah berjuang sampai hari ini aja berarti kamu kuat, Ra. Jalani dulu ya. Aku bakal nemenin kamu sampai kamu bangga ada gelar di belakang nama kamu. Meskipun sepertinya bukan gelar yang kamu mau.”
Garland mengusap lembut rambut hitam Nara. Bibirnya tersenyum manis. Nara ingin menangis rasanya. Orang tua Nara baik, keluarga Nara baik, tetapi sebagai anak kadang untuk mengungkapkan isi hati tidak sebebas itu.
“Iya, Land. Makasih ya, udah selalu ada buat aku. Terima kasih udah inget sama keluhanku. Aku beruntung bisa jadi orang yang kamu prioritaskan.”
“Sama-sama, Nara. Aku juga beruntung bisa jadi orang yang kamu sayang. Aku berhasil mendapatkan makhluk ciptaan Tuhan yang susah peka,” puji Garland tulus.
“Seenggak peka itu kah aku, Land?”
Pertanyaan Nara dijawab anggukan kepala oleh Garland. Tentu saja, senyum manis tidak pernah luntur dari bibirnya itu.
“Saling menjaga hubungan ini yuk, Ra. Aku pengen kamu yang jadi istriku. Jadi ibu dari anak-anakku,” ucap Garland dengan hati.
“Tentu aku akan menjaga hubungan kita, Land. Kamu nggak perlu khawatir.”
“Terima kasih. Ayo kasih makan ikan-ikannya ini. Kasihan mereka jadi obat nyamuk ngeliatin kita pacaran,” kata Garland lalu tertawa.
Nara tertawa sambil mengangguk. Ada-ada saja si Garland, bisa-bisanya kepikiran ikan-ikan yang sedang berenang di kolam ikan itu jadi obat nyamuk.