Madah Penyusup

Wiwien Wintarto
Chapter #1

1. Pagi di Kost Putri

Semarang, Desember 2014

Mataku membuka perlahan. Dengan gerakan lamban aku bangkit meninggalkan kasur untuk membuka gorden jendela. Angin sejuk pukul 6.30 membelai kulit. Tentu sepi senyap di sekelilingku. Memang belum ada penghuni lain di tempat kos ini selain aku. Bangunannya sudah jadi, namun memang persiapan belum 100%. Bude Naniek sebagai owner dan Adin sebagai pengelola belum membuka secara resmi tempat ini sebagai rumah indekos mahasiswi.

Mahasiswi?

Ya, memang ini tempat indekos khusus cewek. Dan hanya berkat koneksi khusus saja aku bisa ikut nongkrong di sini selama beberapa tahun mendatang. Resminya, aku akan mendampingi Adin sebagai Bapak Kos dalam masa-masa awalnya mengoperasikan tempat ini. Maka aku juga yang diberi tugas mengawasi rumah kos begitu instalasi listrik dan air telah terpasang komplet.

Sepi dan kadang menyeramkan, tentu saja. Namanya juga menempati bangunan besar yang sama sekali belum berpenghuni. Letaknya pun jauh di dalam kampung Sumurboto, tak jauh dari kampus Universitas Diponegoro di kawasan perbukitan Tembalang. Namun entah kenapa, aku lebih suka suasana di sini daripada di rumah kontrakan di kompleks Jasmine Villa.

Maka dengan enteng kuputuskan untuk pergi dari sana kemari. Kebetulan masa kontrakan memang tinggal dua bulan. Anna pun tinggal seorang diri di sana, dan kemungkinan akan mencari partner beberapa orang untuk diajak mengontrak rumah dalam periode satu-dua tahun ke depan. Teman-temannya sesama wartawan Tabloid Olahraga Liga mungkin akan tertarik, terutama yang selama ini tinggal di rumah kos.

Aku justru kebalikannya, pindah dari kontrakan menjadi penghuni kos. Aneh memang. Dan terasa lebih lucu karena bahkan pada era mahasiswa pun aku tak pernah satu kali pun perlu tinggal di rumah indekos.

Setelah gerak badan sedikit, aku kembali masuk kamar untuk menjerang air menggunakan pemanas air elektrik. Kopi jadi dengan cepat. Aromanya membuai hidung, mengaktifkan aliran darah sehingga segalanya terlihat jauh lebih benderang daripada 10 menit sebelumnya.

Lalu kujangkau ponsel. Tak ada pemberitahuan apa pun. Sepi. Kunikmati kopi sambil melayangkan mata, mencari gagasan terjitu mengenai apa kira-kira yang akan kulakukan sepanjang pagi ini.

Lihat selengkapnya