Madah di Balik Tabir

ANINZIAH
Chapter #3

Bab. 3

Pemuda Kota

“Siapa laki-laki ini? tanya Emak Noor menyelidik. Di belakangnya, Emak Zubaidah sudah ikut berdiri.

“Assalamualaikum, saya Kamal, Bu. Anak Pak Mansyur.” Pemuda itu memperkenalkan dirinya dengan sopan. Emak Noor mencoba mengingati, keningnya ikut berkerut.

“Kami yang datang dari Kota. Tadi saya meminta Noor untuk mengajak saya melihat-lihat.” Pemuda itu berujar seraya menoleh ke arah Noor. 

Emak Noor langsung berubah wajahnya, yang tadi sekecut limau purut berubah semanis buah rambutan.

“Ooo, anak tamu rupanya. Ha, Tak apa, pergilah kalian berkeliling, Noor dan Bedah hapal sangat daerah di sini. Kalau bersama mereka, kau tak akan tersesat. Karena mereka berdua ini sudah menjadi penunggu kampung ini,” ucap Emak Noor menyindir anaknya.

Zubaidah dan Noor hanya menyeringai mendengar celoteh Emak Noor. Ucapan itu sering kali mereka dengar.

Entah itu adalah kalimat sindiran atau pujian untuk mereka. Pastinya, saat Emak Noor mulai memarahi mereka yang selalu lupa waktu saat bermain, maka kalimat “penunggu kampung” pun akan dilontarkannya kepada mereka.

“Marilah, kubawa kau menemui kawan kami, Hasan. Hari ini ia tak ikut melaut, pasti ia sedang di tangkahan memperbaiki jaring,” ajak Zubaidah riang. Baginya bertemu kawan baru adalah hal yang menyenangkan. Namun ia tidak menyadari perubahan wajah Noor saat ia menyebut nama Hasan.

“Selain Hasan, tak ada kawan kita yang lain, ke? Sikitsikit Hasan, tebatuk si Hasan asyik kau panggil setiap saat,” sindir Noor membuat pipi Zubaidah bersemu.

“Dahlah. Mau ke tempat si Hasan atau ayah si Hasan, terserahlah. Jangan lambat. Balik cepat. Ingat! Piring-piring tu, tak, kan berenang ke sungai sendiri,” tegur Emak Noor yang disambut gelak tawa Zubaidah dan Noor yang berderai.

“Bagaimanalah anak gadis kita akan laku kalau perangai mereka pun tak seperti perangai anak gadis orang,” ucap Emak Noor seraya memandangi punggung anaknya yang berjalan beriringan bersama Zubaidah.

“Rencana Allah pastilah ada untuk mereka. Kita doakan yang baik-baik sajalah, Kak. Menikah pun belum tentu hidup mereka baik. Biarlah mereka menikmati masa-masa gadis mereka,” sahut Emak Zubaidah tenang.

“Aih, entahlah, Dik. Aku sudah tak tau lagi. Kalau ada yang meminang si Noor, selagi lengkap perkakas badannya, tau dia agama, dahlah, kunikahkan. Tak bermahar pun jadi.”

“Eh, Kak. Tak baik berucap begitu, ucapan kita ni doa. Berucap yang baik maka datang yang baik.”

“Ha? Mengapa tak baik? Aku cakap lelaki tau agama. Kalau sudah tau agama pastilah tau memperlakukan istrinya dengan baik,” sanggah Emak Noor cepat.

Lihat selengkapnya