Dari kejauhan, kubah dan menara biara hampir terlihat. Bangunan itu terletak di atas bukit pasir yang tinggi, berjarak sekitar 1,2 shbo1 dari timur laut kota Aleksandria. Biara yang didirikan pada abad ke-4 Masehi oleh seorang rahib terkemuka pada masanya bernama Santo Arsenius Sang Saleh itu begitu memesona. Maria dan Shirin paling senang jika berkunjung ke sana. Sebab, dari sana mereka dapat melihat pemandangan menakjubkan Teluk Aleksandria.
Menyebut nama Aleksandria tak lepas dari sosok Aleksander Agung, raja Kerajaan Yunani kuno dari Makedonia. Sejak kemenangannya dari Syam, kemudian sekitar April tahun 331 SM, dia mengubah nama kota yang sebelumnya dikenal oleh orang Koptik bernama Rakote menjadi Aleksandria.
Tiba-tiba kereta mereka yang ditarik dua ekor kuda hitam pilihan dengan surai indah itu berjalan makin pelan. Lalu mendadak berhenti. Maria dan Shirin saling beradu pandang. Padahal jarak tempuh hingga ke tempat tujuan masih cukup jauh. Mereka yakin pasti ada sesuatu yang menghadang perjalanan mereka.
“Kalian tenang. Jangan berucap sesuatu pun,” pinta Shinouti setengah berbisik.
Shirin memegang tangan Maria. Trauma. Sebab tak jarang ia melihat penganiayaan langsung di depan mata, hanya sebab seseorang beriman pada suatu keyakinan yang tidak sesuai dengan sang penguasa, lantas membuat nyawa terasa begitu murah. Terkadang, sekelompok kecil masyarakat yang berbeda pendapat dan tidak meyakini pendapat dari kelompok yang besar maka dianggap bidat dan patut ditumpas. Meski demikian orang-orang Koptik tetap bangga dengan iman mereka. Penganiayaan bukanlah alasan untuk meninggalkan keyakinan dan kecintaannya pada Iesous Pkhristos.
Sejak Santo Markos syahid pada 68 Masehi silam sebab perbuatan aniaya tentara Romawi, penganiayan kepada orang Koptik seolah tak pernah ada habisnya. Bayang-bayang kematian terus mengintai dan tak tahu di mana pangkal ujungnya. Marabahaya terus mengintai kehidupan orang-orang Koptik dari masa ke masa. Orang-orang Koptik kerap mengalami penganiayaan oleh hampir setiap penguasa Mesir.
Puncaknya adalah pada tahun 284 Masehi saat Gaius Aurelius Valerius Diocletianus menjadi Kaisar Romawi. Nama sang kaisar abadi sebagai sosok paling keji, pembantai para penganut Kristen. Baginya, umat Kristiani dianggap kerap menghujat dewa-dewi Romawi. Sebab itu, dia akan membunuh setiap orang Kristen yang dijumpainya tanpa pandang bulu. Bahkan kaisar lalim itu menumpas tentaranya sendiri yang ketahuan menganut ajaran Iesous Pkhristos pada lima belas tahun pertama pemerintahannya.
Georgius, adalah salah satu janasuci yang diperingati kemartirannya setiap tanggal 23 Paremhat menurut Kalender Koptik, korban kelaliman sang kaisar. Orang-orang Koptik memberikan julukan kepadanya dengan sebutan “Pangeran Para Martir”. Dia terlahir dari keluarga bangsawan Kristen di kota Capadocia, sebuah kota Kekaisaran Timur di Asia Kecil. Kecakapanya dalam berperang membuat dirinya menjadi salah satu perwira yang begitu berpengaruh dalam bala tentara Kaisar Diocletianus. Atas kepiawaian itu membuatnya menjadi salah seorang perwira Romawi kesayangan kaisar.
Namun, sikap Kaisar Diocletianus berubah ketika mengetahui perwira kesayanganya itu memeluk agama Kristen. Kaisar naik pitam lalu memerintahkan prajuritnya untuk menangkap Georgius. Bagaimanapun Georgius adalah salah satu perwira terbaik milik kaisar. Kaisar pun memberi kesempatan padanya. Kaisar berusaha mencoba membujuk Georgius dengan menawarkan posisi yang lebih tinggi di kekaisaran jika dia berkorban kepada para dewa. Georgius dihadapkan pada dua pilihan. Dia harus memilih antara meninggalkan Kekristenan atau menjalani penyiksaan.
Sayang, upaya kaisar sia-sia. Tak sedikit pun rayuan kaisar yang menggoyahkan pendiriannya. Georgius menolak. Bahkan dengan tegas dia menyatakan melepaskan jabatan perwiranya. Dia pun mengecam segala kelaliman kaisar atas penganiayaannya kepada orang-orang Kristen.
Mendengar hal itu, kaisar murka. Sementara itu Georgius tak gentar sedikit pun. Di hadapan kaisar, Georgius dengan gagah berani menyatakan keteguhan imannya. Kaisar akhirnya mengancam Georgius akan memberikan siksaan tak terperi padanya sebelum dia dijebloskan ke penjara.
Diocletianus membuat siasat untuk merusak keyakinan Georgius dengan mengirim wanita sangat cantik untuk menghabiskan malam bersamanya di penjara. Kaisar berharap wanita tersebut mampu menjerumuskan Georgius dalam dosa. Lagi-lagi usaha kaisar sia-sia. Di dalam penjara, George tak henti berdoa. Bahkan, wanita itu pun akhirnya melabuhkan hatinya pada iman kristen.
Pilihan Georgius mempertahankan iman harus dibayar dengan penyiksaan yang begitu keji terhadap dirinya. Atas keberaniannya memegang teguh keimanan, kaisar mengeksekusi Georgius dengan menjatuhi hukuman mati. Di depan tembok kota Nikomedia, kepala Georgius jatuh ke tanah. Kaisar memberikan hukuman pancung padanya. Jenazah George dimakamkan di rumah ibunya di pantai Lydda, Palestina.
***
Tak berhenti sampai di situ, penganiayaan terus berlanjut. Penganiayaan terus meluas tak terbatas hanya pada tentara Diocletianus. Tahun 303 Masehi, tepat pada tanggal 24 Februari penganiayaan diberlakukan secara umum kepada setiap penganut Kristen Orthodox Koptik. Mesir yang merupakan salah satu wilayah kekuasan Romawi di wilayah timur tak luput terkena imbasnya. Para penganut Kristen harus menjalani hari-hari mencekam penuh penderitaan. Mereka dipaksa menjalankan maklumat sang penguasa untuk melakukan ibadah sebagaimana praktik-praktik keagamaan Romawi yang menyembah para dewa. Kitab suci, buku-buku liturgis serta tempat ibadah di seluruh wilayah kekaisaran pun dihancurkan.
Mesir banjir darah. Tak ada lagi ketenangan mereka dalam menjalankan agamanya. Hukuman dan penyiksaan akan menimpa bagi siapa saja yang kedapatan berkumpul untuk beribadah. Ratusan orang yang mempertahankan imannya pada ajaran Iesous Pkhristos dihukum mati hanya dalam waktu satu hari di Aleksandria.
Tragedi berdarah dan bersejarah selama penganiayaan dan pembunuhan secara masal Romawi di bawah Kaisar Diocletianus itu akhirnya diadopsi menjadi Kalender Koptik. Perhitungan tahun koptik dimulai sejak bulan September 283 M, tahun di mana Diocletianus naik tahta. Orang-orang Koptik menyebut perhitungan tahunnya sebagai Anno Martyrum2 sebab begitu beratnya penganiayaan yang mereka alami sejak 283 hingga 305 M di bawah kepemimpinan Kaisar Diocletianus.