Madah Rindu Maria

Hadis Mevlana
Chapter #15

Rekeb Hamowr

Sepanjang perjalana pulang ke istana, Maria hampir tak mengeluarkan kata-kata. Bukan lantaran dia tak ingin menggangu Shirin yang tertidur nyenyak di pundak kirinya, melainkan karena ia masih terngiang  ucapan Abba Isaak sesaat usai mereka menjalankan ibadah jam ke enam.

 “Rekeb hamowr … rekeb gamal,” ucap Abba Isaak mengutip nas kitab Nabi Yeshayahu dalam bahasa Ibrani.

Maria mengerutkan keninga. Kata-kata itu terdengar asing. Namun, begitu akrab terdengar di telinga Maria.

“Abba pernah menceritakan hal ini padamu, Maria.”

Maria merapatkan bibir sambil menggigitnya pelan. Dia berusaha mengingat. Abba Isaak berjalan keluar ruang ibadah menuju meja tempatnya semula.

“Seorang penunggang keledai?” tebak Maria. Sebab, tidak ada hal lain yang diceritakan Abba Isaak kepadanya beberapa waktu lalu selain kisah Behira dan sang Penunggang Unta.

Abba Isaak menghentikan ayunan kakinya yang selangkah lagi keluar pintu. Seketika ruang ibadah makin hening. Hanya ada mereka berdua di sana. Abba Isaak membalikkan badan. Senyum di wajahnya merekah. Hal itu menandakan apa yang baru saja dikatakan Maria adalah benar.

“Dan seorang penunggang unta,” ucap Abba Isaak melengkapi.

Maria mengangguk pelan. Wajar saja jika Maria kurang begitu menangkap maksud dari Abba Isaak. Tempo hari Abba Isaak membacakan ayat itu bukan dalam bahasa Koptik melainkan dalam bahasa Ibrani sebagaimana biasa Abba Isaak lakukan saat ada orang-orang Romawi yang ingin belajar kitab suci padanya.

“Ya, aku tahu ayat tentang itu. Abba pernah membacakannya untukku. Aku pun pernah membacanya langsung dalam kitab suci. Namun, aku ragu ….”

Maria menjeda kalimat. Ia mengerutkan dahi. Tangan kanannya memegang dagu, sebelum dia melanjutkan kembali ucapannya. Dia teringat tentang sebuah ayat dalam kitab Nabi Yeshayahu yang pernah dibacakan Abba Isaak.

Wera’ah rekeb, semed parasim, rekeb hamowr rekeb gamal; wehiqsib qeseb rab-qaseb. Maka dilihatnya orang berkendaraan, orang berkuda berdua-dua, orang mengendarai keledai, orang mengendarai unta, lalu didengar-dengarnya sekuat-kuat ia boleh mendengar.1

“Aku ragu apakah ayat itu berbicara tentang nubuatan kedatangan seseorang.”

Abba Isaak tersenyum kagum mendengar kata-kata Maria. Kecerdasan gadis itu menambah sempurna paras nan jelita miliknya. Lalu, Maria melanjutkan kembali ucapannya.

“Sebuah ayat kadang tidak bisa kita pahami sekadar kata demi kata. Terlebih bagi para orang awam yang hanya membacanya sebatas deretan huruf yang menjalin sebuah kata. Namun, jika kau membacanya dengan segenap jiwa, maka kau akan menemukan Tuhan. Sebab kitab suci bukan sekadar berisi tentang huruf-huruf. Ada makna spiritual di sana.”

“Kau tahu Maria …?” Abba Isaak menjeda ucapannya. Maria menatap lekat Abba seolah enggan berkedip meskipun hanya sedetik. Abba tersenyum melihat raut serius di wajah Maria.

“Kau tampak begitu serius, Maria …,” lanjut Abba Isaak diselingi dengan tawa.

“A-aa tidak, Abba, a-aku hanya ingin menyimak dengan baik agar tidak ada yang terlewat.”

Abba kembali tersenyum mendengar kata-kata Maria, lalu melanjutkan kembali penjelasan yang sempat terputus.

“Menurut orang-orang Yahudi, ayat itu tidak ada hubungannya sama sekali dengan kedatangan Yehosyua Hamasyiakh.”

Maria mengangguk pelan.

“Namun, tidak demikian menurut orang-orang Kristen. Ayat dalam kitab Yesaya tersebut adalah ayat nubuatan tentang masuknya Iesous Pkhristos ke Yerusalem saat Paskah. Abba pernah membacanya dari sebuah tulisan Eusebios Sofronios Hieronumos, seorang Bapak Gereja.”

Lihat selengkapnya