“Maburi?” Maria menatap heran pria yang berada di depan pintu kamar dengan pandangan tertuju pada lantai.
Mabruri bukan orang asing bagi Maria. Dia adalah salah satu sida terbaik di antara para sida lainnya yang bertugas untuk mengurus urusan kerumahtanggaan di istana. Sida adalah sebutan untuk para lelaki yang telah dikebiri di istana Kekaisaran Romawi Timur.
Maburi tak berani melangkah masuk ke kamar. Dia menahan diri bukan karena takut pada si pemilik kamar, bukan pula khawatir ketahuan pengawal istana. Bukan perkara dikebiri atau tidak. Maburi lebih takut kepada Tuhan. Apa jadinya jika seorang laki-laki berduaan di sebuah ruangan bersama seorang wanita? Dia tak ingin menimbulkan fitnah. Apalagi dia pernah mendengar petuah dari Abba Isaak beberapa waktu lalu saat mengantarkan bahan makanan ke biara.
“Ego de lego hymin hoti pas o blepon gynaika pros to epithymesai auten ede emoicheusen auten en te kardia autou.“ Tetapi Aku ini berkata kepadamu, bahwa tiap-tiap orang yang memandang seorang perempuan serta bergerak syahwatnya, sudahlah ia berzinah dengan dia di dalam hatinya.
Ucapan Iesous Pkhristos dari salah satu ayat dalam Injil Mattaios yang pernah disampaikan Abba Isaak kepada beberapa waktu lalu begitu merasuk hati Mabruri. Meski tak terbesit lagi sedikit pun syahwat di hatinya, bukan berarti ia bisa seenaknya menatap kecantikan wanita. Lelaki yang masih memiliki hubungan keluarga dengan Maria itu tetap berusaha menjaga diri. Kesopanan serta kesalihan menjadi prinsip hidupnya. Sebab, dia tak hanya ingin bernilai di mata manusia, melainkan lebih dari itu, di hadapan Sang Maha.
“Ibarat pelita yang menerangi seisi rumah, matamu adalah misbah untuk raga. Jika matamu baik, maka seluruh tubuhmu pun akan benderang. Namun, jika matamu jahat, niscaya tubuhmu pun akan dipenuhi gelita,” lanjut Abba Isaak menjelaskan ayat dari Injil Loukas kepada Maburi yang disambut anggukan pelan tanda mengerti.
“Saya tak ingin mata ini,” ucap Mabruri sambil menunjuk kedua matanya dengan tangan kanan, “kelak berada di neraka.”
Abba Isaak tersenyum.
“Sungguh, lembut hatimu, Maburi. Kiranya Tuhan selalu menyertai langkahmu.”
“Saya pernah mendengar, jika mata kananku menyebabkanku terjerambab dalam dosa, maka lebih baik untukku mencungkilnya?” tanya lelaki yang sudah memasuki usia senja itu bersungguh-sungguh. “Sebab, lebih baik kehilang satu mata, daripada segenap tubuh dibuang ke neraka.”
Lagi-lagi Abba Isaak tersenyum mendengar ucapan Maburi.
“Benar, Iesous Pkhristos memang pernah berkata demikian.”
Mendadak kerongkongan Maburi seperti tersumbat. Ada kengerian yang dia rasakan. Bola matanya membelalak. Jakunnya naik turun menelan air ludah. Seketika kedua tangan Maburi meraba kedua matanya.
***
“Tentang 'mata kanan' dan 'tangan kanan' dalam sabda Iesous Pkhristos, hal itu melambangkan sebuah tanda. Bahwasanya itu menunjuk pada dosa-dosa yang terasa begitu menyenangkan.”
“Jika pencobaan itu datang melalui matamu, maka berlakulah seolah matamu telah tercungkil dari tempatnya. Jadilah seolah engkau buta dan tidak bisa melihat hal-hal yang menjerumuskan pada dosa.”
“Begitupun jika pencobaan itu datang melalui anggota tubuhmu yang lain. Ketika menghadapi pencobaan melalui tangan atau kakimu, maka berlakulah seolah tangan dan kakimu telah terpenggal. Jadilah seolah engkau buntung dan tidak bisa melakukan perjalanan dalam rangka bermaksiat pada-Nya.”
“Buanglah segala hal yang menghalangi kita dari ketaatan kepada Allah. Sedetik pun, jangan pernah membiarkan nafsu jahat itu membuatmu terjerumus dan berkeinginan untuk merealisasikan perbuatan dosa.”
“Entah sudah berapa kali mata ini berbuat dosa,” ucap Maburi pelan.
“Bukankah Tuhan sudah menyatakannya, bahwa Dia Maha Pengampun?”
Lalu Abba Isaak mengutip rangkaian kata bijak yang terinspirasi dari salah satu ayat dalam kitab Nabi Yeshayahu.
Sekalipun dosamu merah bagaikan kirmizi
Ia akan menjadi seperti salju nan lesi
sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba
akan menjadi putih seperti buludomba.
***
“Maaf jika, saya lancang mengetuk pintu kamarmu malam-malam begini.”
Maria berjalan mendekati Maburi. Jarak mereka sekarang hanya sekira dua depa saja. Tanju di dinding membiaskan bayang-bayang tubuh Maria. Dari bayangannya, Maburi tahu jika Maria makin dekat sehingga ia makin menundukkan pandangan. Sebagai lelaki, tak terpungkiri jika hasrat manusiawinya itu muncul saat melihat wanita cantik. Sebab, pada beberapa individu yang dikebiri, mereka masih memiliki hasrat seksual, meskipun biasanya sangat berkurang.