Delapan purnama telah berlalu sejak Abba Isaak berpulang. Namun, kenangan tentang Abba Isaak tetap abadi, seperti bintang di langit malam yang tiada henti bersinar. Dalam setiap doa, dalam setiap cerita yang terucap, Abba Isaak tetap hidup dan abadi. Ia mengajarkan arti mencinta dan setia dalam setiap napas dan langkah. Bayangan Abba Isaak masih menari di relung hati. Rasa sedih dan kehilangan itu, seperti bayangan di siang hari, tak jua pergi. Lelaki tua yang selalu memberi petuah bijak kini telah kembali ke pangkuan Sang Pencipta, meninggalkan orang-orang yang mencintainya dalam diam. Segala hal tentang Abba Isaak tak lagi mewujud, termasuk kisah-kisah penuh hikmah yang biasa ia sampaikan. Meski demikian, semua tentangnya masih membekas di dada, kenangan manis yang takkan sirna.
Masih terngiang cerita yang kerap Abba Isaak sampaikan setiap bulan Pashon tiba. Bulan Pashon menjadi bulan penuh berkah, di mana gereja merayakan pesta bersejarah, mengenang saat Mesir menerima tamu istimewa. Abba Isaak selalu menceritakan kisah itu dengan penuh penghayatan, menggambarkan setiap langkah dengan sentuhan keagungan. Kisah tentang Keluarga Kudus, dalam perjalanan penuh cinta, menjejakkan kaki di negeri yang jauh dari tanah asal mereka. Dari Betlehem, Ibunda Perawan Maria memeluk erat sang putera, menghindari mara bahaya, dalam pelukan penuh cinta.
Saat bulan Pashon, suara gereja menggema, menghidupkan kembali kisah keluarga suci yang mencari perlindungan di Mesir. Setiap kata Abba Isaak seolah menari di udara, mengingatkan jemaat pada pengorbanan dan cinta yang luar biasa. Sebagaimana kurma merah melambangkan darah para martir, begitu pula kisah ini melambangkan keteguhan iman yang tidak akan pernah pudar.
Tepat pada tanggal 24 bulan Pashon, Keluarga Kudus memasuki Mesir melalui gurun Sinai dari Hrinokorura ke Peremoun. Setelah itu mereka berhenti di kota Poubasti, kota pertama di Delta. Santo Ioseph,si Tukang Kayu di sisi mereka. Salome pun turut serta. Mereka melakukan perjalanan jauh itu demi menghindari kelaliman Herodes yang ingin membunuh bayi mungil putra Maria. Empat tahun lamanya Keluarga Kudus tinggal di Mesir, berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Keluarga Kudus melakukan perjalanan ke Phelbes. Kemudian, mereka menyeberangi Nil ke Dzhemnouti lalu melakukan perjalanan ke barat ke Sxoou. Mereka pergi semakin jauh ke barat ke daerah Shihet dan berpindah lagi ke kota On Petpre hingga tiba di Shmounein, di mana Iesous Pkhristos melakukan banyak mukjizat di sana. Mukjizat-mukjizat itu di antaranya, membangkitkan orang mati, mengusir setan dari banyak orang, membuat orang lumpuh berjalan, orang tuli mendengar, orang bisu berbicara, dan menyembuhkan banyak orang dengan penyakit kusta.
Setelah melewati perjalanan panjangan, tibalah Keluarga Kudus di Gunung Koskam, tempat di mana pada hari ini dibangun biara Perawan Maria. Koskam berada di sebelah selatan Kosei, Sioout, Mesir Hulu. Mereka berlindung di dalam gua selama enam bulan sepuluh hari, periode waktu terlama yang dihabiskan oleh Keluarga Kudus ketika berada di satu tempat di Mesir. Di Gunung Koskam, Malaikat Gabriel menampakkan diri kepada Santo Ioseph si Tukang Kayu dan memberitahunya tentang kematian Herodes. Malaikat Gabriel memerintahkannya untuk kembali ke tanah Yerusalem sekali lagi.
“Mengapa Kristus mesti keluar dari negerinya? Apa mereka takut?” tanya Maria kepada Abba Isaak waktu itu.
“Tidak anakku. Bahkan sangat mudah bagi Tuhan untuk mencabut nyawa Herodes atau melindungi mereka dari para prajurit yang mengintainya.”
“Lalu?”
“Keluarga Kudus pergi ke negeri kita ini tidak lain untuk memberkati Mesir.”