Megaukes, lelaki bijak yang diangkat sebagai uskup dari kalangan patriark Ortodoks Yunani pada tahun 621M itu menatap ramah tamunya. Sang tamu pun membalas dengan senyuman. Gurat kelelahan akibat perjalanan jauh dari Madinah menuju Aleksandria tampak begitu nyata di wajah Hathib. Namun, Hathib sang pahlawan perang Badar itu tetap berusaha berdiri tegap, tak ingin menampakkan sedikit pun rasa letihnya.
“Sudilah kiranya Tuan beristirahat di sini untuk beberapa hari,” ucap Megaukes yang segera diterjemahkan dalam bahasa Arab oleh Makalani.
“Terima kasih, Tuan,” jawab Hathib seraya tersenyum yang segera di terjemahkan oleh Makalani dalam bahasa Koptik. “Tapi, saya tidak ingin merepotkan Tuan. Biarkan saya mencari penginapan di luar sana.”
“Sungguh ini adalah kesempatan istimewa bagi saya. Izinkan saya menjamu Anda dengan pelayanan paling baik di istana, Tuan,” ucap Megaukes penuh hormat kepada Hathib.
Hathib pun mengangguk seraya tersenyum setelah Makalani menerjemahkan ucapan Georgios Putra Menas Sang Megaukes dalam bahasa Koptik ke dalam bahasa Arab kepadanya. Hathib tidak menyangka sambutan yang diterimanya begitu hangat. Layaknya sanak yang bertamu ke saudaranya, seolah tanpa ada batas dan sekat pemisah di antara mereka dan perjumpaan mereka bukan kali pertama.
“Tinggallah di sini beberapa hari. Tentunya Saudara lelah dan saya pun perlu waktu untuk mempertimbangkan ajakan dari nabimu,” ucap Georgios Putra Menas Sang Megaukes dengan senyum tercetak di bibir sembari menyerahkan surat itu kepada Shinouti.
Tak seperti surat lain, kali ini surat itu diletakkan di tempat istimewa. Megaukes memerintahkan Shinouti untuk meletakkan surat dari Nabi Arabia itu pada sebuah bejana kecil terbuat dari gading. Megaukes pun memerintahkan Shinouti untuk menyiapkan kamar terbaik untuk tempat beristirahat sang tamu selama beberapa hari ke depan.
***
Kedatangan Hathib membuat gempar seluruh istana. Sebab, tamu Megaukes kali ini sungguh berbeda dengan tamu-tamu sebelumnya. Pesan yang dibawa sang tamu konon berasal dari Raja Arab Yatsrib yang mengaku sebagai nabi. Tak terkecuali, area dapur pun ikut gempar mendengar kabar tentang hal itu. Usai menyajikan minum untuk sang tamu, Potamiana tak langsung kembali mengerjakan tugasnya. Diam-diam ia mendengarkan pembicaraan Megaukes dengan Hathib.
“Sang Nabi Arabia itu juga mengirimkan surat kepada Kaisar Ieraklas?” tanya Barirah tak percaya.
Potamiana mengangguk. “Iya. Demikian aku dengar dari utusan itu.”
“Kau tidak salah dengar, kan, Potamiana?” tanya Barirah penasaran. Dia berhenti sejenak dari pekerjaannya yang sedang menggiling tepung dengan batu giling. Sementara Shirin membantu Maria mengangkat roti-roti yang telah matang dari oven tanah liat yang dipanaskan dengan api dari kayu bakar.
“Benar, Barirah. Tamu Megaukes itu membawa surat dari Raja Arab Yatsrib yang mengaku sebagai nabi,” jawab Potamiana mengangguk lalu duduk tepat di sebelahnya.
“Ya, aku juga pernah mendengar hal itu,” ucap Barirah seraya mengangguk, “Beberapa waktu lalu ketika aku di agora, aku mendengar percakapan salah seorang Koptik dengan kafilah dari negeri Arabia tentang hal itu.”
Shirin dan Maria meletakkan roti-roti yang telah matang di atas meja. Aromanya menyebar di udara, menusuk-nusuk hidung dan menjadikan perut mendadak lapar ingin mencicipinya.
“Kau percaya bahwa lelaki itu seorang nabi?” tanya Maria sambil membawa dua roti yang telah matang di atas sebuah wadah datar tempat menyajikan makanan lalu menyerahkannya pada Potamiana dan Barirah.
Kompak, Potamiana dan Barirah mengangkat kedua pundaknya.
“Katanya raja dari negeri Arabia itu melipatgandakan makanan,” ucap Barirah menyentuh tangan Maria sesaat setelah dia meletakkan wadah berisi roti di sebelahnya.
“Oh, iya?” Shirin terbengang mendengar cerita yang baginya begitu menakjubkan, lalu ikut bergabung duduk di sebelah Potamiana.
“Seperti mukjizat yang pernah dilakukan Iesous Pkhristos maksudmu?” ucap Shirin penasaran.
Sejenak, Maria teringat kembali dengan kisah yang pernah diceritakan Abba Isaak tentang peristiwa luar biasa yang terjadi menjelang hari raya Paskah di sebuah bukit, dekat Betsaida, di sisi timur laut Danau Galilea, seberang Kapernaum. Pada hari itu, Iesous Pkhristos melipatgandakan lima roti jelai dan dua ikan sehingga bisa mencukupi untuk makan lima ribu orang. Bahkan, setelah semua kenyang, masih tersisa dua belas bakul penuh berisi roti jelai.
“Tak hanya itu, konon raja dari negeri Arabia itu juga mampu membelah bulan,” lanjut Barirah lalu mencicipi roti yang baru saja matang itu.
“Sungguh?” Shirin makin penasaran.