Suasana mendadak serius ketika Abba membacakan salah satu ayat dalam kitab Injil berbahasa Yunani yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Koptik.
“Ia berkata kepada mereka: “Inilah perkataan-Ku, yang telah Kukatakan kepadamu ketika Aku masih bersama-sama dengan kamu, yakni bahwa harus digenapi semua yang ada tertulis tentang Aku dalam kitab Taurat Mouses dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur.”
“Adakah kita pernah membaca ada tersurat nama Yehoshua dalam Taurat dan Mazmur?”
Pertanyaan dari Abba Isaak membuat semua pendengarnya hanya menggelangkan kepala.
“Namanya mungkin tidak tertulis secara jelas. Namun, saat dia datang kita dapat mengetahui sosok tersebut dari ciri-cirinya. Begitu, kan, Abba?” ucap Shinouti mencoba mengambil kesimpulan.
Abba Isaak mengangguk seraya tersenyum. Beberapa saat kemudian Maburi memasuki ruangan. Napasnya terengah. Dia baru saja berlari-lari dari teras depan biara menuju kamar Abba di belakang biara. Semua yang ada di sana tampak heran melihat kedatangan Maburi dengan wajahnya yang pucat pasi.
“Pa-pas-pasukan Romawi,” ucap Maburi tergagap.
Shinouti bangkit dari duduk. Matanya menyorot tajam. Dia tahu kedatangan Excubitor, pasukan elit di Kekaisaran Romawi Timur, ke biara tentu akan membuat kekacauan. Terlebih biara ini adalah tempat ibadah orang-orang Koptik yang memiliki prinsip iman berbeda dengan apa yang diyakini kaisar. Kekaisaran Romawi Timur memaksa rakyat Mesir untuk meninggalkan Kristologi non-Kalsedonia yang mereka imani. Mereka pun merampas tempat ibadah orang Koptik. Menerapkan kebijakan pajak yang sangat memberatkan orang-orang Koptik. Bagi mereka yang tidak menurutinya, maka akan menjadi korban. Pemerintah Romawi Timur tak segan-segan untuk melakukan penganiayaan demi penganiayaan yang sangat keji kepada mereka.
Suara-suara teriakan para biarawan yang dianiaya Excubitor terdengar hingga ke kamar Abba. Para Excubitor itu tidak mempedulikan jerit kesakitan para biarawan yang begitu menyayat perasaan. Tak berperikemanusiaan. Mereka layaknya binatang yang menerima perintah dari sang majikan. Perintah untuk memusnahkan siapa saja yang memiliki keyakinan berbeda dengan kaisar. Shirin memeluk erat Maria. Wajahnya disembunyikan dibalik punggung sang kakak. Sementara Abba Isaak berusaha tetap tenang sambil terus melafazkan doa-doa perlindungan.
“Maburi, cepat kau bawa Maria dan Shirin kembali ke istana,” ucap Shinouti. sambil bersiap mengangkat pedang yang berada di sisi pinggang kirinya.
Maburi mengangguk. Maria segera bangkit sambil memeluk Shirin. Sementara itu, para Excubitor semakin mendekati kamar belakang. Teriakan-teriakan pasukan penjaga Kekaisaran Romawi Timur itu semakin keras terdengar. Shinouti tak yakin mampu melawan Excubitor itu sendirian. Pemeriksaan pada orang-orang Koptik selalu dilakukan setidaknya oleh sepuluh prajurit bersenjata lengkap. Meskipun demikian, Shinouti tetap akan menghadapi mereka.
Maria dan Shirin tak mungkin menggunakan kereta istana yang ada di pelataran biara. Rencanya mereka akan kabur dengan kereta kuda milik biara yang berada di halaman belakang. Maburi keluar dari kamar sambil memapah Abba Isaak diikuti Maria dan Shirin. Sementara itu, Shinouti berada di belakang mereka untuk berjaga-jaga. Namun, baru beberapa langkah saja mereka keluar, lima Excubitor memergoki mereka. Salah seorang dari Excubitor itu berteriak menyuruh mereka berhenti. Shinouti membalikkan badan. Dia melihat lima Excubitor itu berjalan makin mendekat dengan wajah garang.
Deru napas Shirin makin tak beraturan. Jantungnya berdetak makin cepat. Pelukannya pada Maria makin erat. Shirin sangat ketakutan. Maria berusaha menenangkan Shirin dengan membelai lembut punggungnya. Namun, Shirin lunglai, tak kuasa menahan rasa takut yang luar biasa. Tak kuat menopang tubuh Shirin, Maria pun ikut jatuh ke tanah.
***
Maria panik melihat sang adik tak sadarkan diri. Maburi mendudukkan Abba Isaak di atas potongan pohon palem yang tersandar di dinding kamarnya lalu segera membantu Maria. Maburi membawa Shirin ke tempat yang lebih teduh, di sebelah Abba Isaak. Disandarkannya tubuh Shirin ke dinding kamar. Maria berjaga di sebelah Shirin. Dia mengambil daun kering berukuran lebar yang jatuh ke tanah dan mengubahnya menjadi kipas. Dikibas-kibaskannya daun itu di depan Shirin sementara kedua matanya melihat melihat Abba Isaak. Lidahnya terus melafazkan doa. Tampak wajah lelaki tua itu begitu cemas melihat keadaan Shirin.
“Shirin …,” panggil Abba Isaak dengan suara parau.
“Tidak apa-apa Abba, Shirin hanya pingsan,” jawab Maria sambil terus mengipasi sang adik yang ada di sebelahnya.
Sementara Shinouti dengan tatapan matanya yang tegas berusaha tenang dan memastikan kondisi orang-orang yang bersamanya tetap aman. Tangannya sudah bersiap membuka pedang dari sarungnya. Bersiap jika kemungkinan buruk terjadimenimpa mereka. Namun, dia mengurungkan niat. Lima anggota Excubitor berjalan menghampiri Shinouti dengan penuh rasa hormat. Bagaimanapun juga Shinouti adalah pengawal Megaukes. Tentu para Excubitor itu dapat mengenali Shinouti dari seragam yang dipakainya.
“Maaf, Tuan, kami sedang mengadakan pemeriksaan,” ucap salah satu Excubitor.
Shinouti melihat pergelangan tangan sang Excubitor. Dia ingin memastikan apakah mereka Excubitor dari kalangan orang Koptik atau bukan. Dia ingin memastikan apakah ada tanda salib Koptik yang dirajah di pergelangan tangan mereka. Sebuah tanda yang menjadi identitas diri bagi sesama orang Koptik untuk melindungi sesamanya dari kekejaman penguasa. Sayang, tanda itu tak bisa dilihat Shinouti karena tertutup sabuk kulit yang dililitkan di pergelangan tangan mereka.
Tidak mungkin Shinouti meminta para Excubitor membuka sabuk itu satu per satu atau meminta mereka menunjukkannya. Bahaya. Jika salah, bisa-bisa nyawa mereka terancam karena kaisar memerintahkan memusnahkan setiap orang yang memiliki keyakinan berbeda dengan apa yang diyakini kaisar. Shinouti memikirkan cara untuk memastikan bahwa kelima Excubitor itu adalah kaum Koptik seperti dirinya.
Shinouti berpura-pura merapikan sabuk yang terikat di pergelangan tangan kirinya. Lalu, membuka sabuk itu di hadapan mereka sambil menunjukkan sebuah tanda salib kecil yang dirajah di pergelangan tangannya. Kelima Excubitor itu tak menggubris. Bahkan mereka terkesan tidak paham dengan tanda yang ditunjukkan Shinouti. Para Excubitor itu melihat Shinouti tampak wajar, sebagaimana seorang prajurit sedang membetulkan sabuknya.
“Kalian sudah membuat saudariku ketakutan. Lihat, dia …,” ucap Shinouti sambil menunjuk ke arah Shirin yang tak sadarkan diri.
“Maaf, Tuan,” ucap salah seorang Excubitor. “Bukankah kami tidak melakukan apa pun pada saudara Tuan?”
“Kami hanya menjalankan perintah kaisar untuk mengawasi penduduk Mesir,” ucap Excubitor lain dengan wajah perus.