Madah Rindu Maria

Hadis Mevlana
Chapter #28

Iesous Pkhristos Sang Utusan Allah

Langit mulai gelap. Megaukes dan Hathib sudah berada di sebuah ruangan besar dengan dekorasi indah khusus untuk menjamu para tamu. Megaukes dan Hathib duduk di kursi berlapis emas saling berhadapan. Mereka dipisahkan oleh meja berukuran besar sepanjang 4 mahe yang di atasnya disajikan berbagai makanan khas mesir serta buah-buahan segar. Makalani sudah siap menjadi pengalih bahasa. Dia duduk di antara Megaukes dan Hathib. Sementara Shinouti berdiri tak jauh di belakang Megaukes. Di pinggir-pinggir ruangan, berdiri Maria, Shirin, Barirah, Potamiana serta beberapa pelayan lainnya. Mereka akan sangat sigap jika sewaktu-waktu Megaukes membutuhkan bantuan mereka.

Acara jamuan malam dimulai dengan kesederhanaan yang penuh makna, seolah seluruh dunia berdiam dalam keheningan menanti momen indah ini. Tanpa banyak basa-basi, Megaukes menyambut Hathib dengan keramahan tulus seperti sebuah keluarga yang telah lama terpisah akhirnya dipertemukan kembali. Jamuan makan malam kali ini membedakan dirinya dari acara-acara serupa yang pernah diadakan untuk tamu-tamu istana sebelumnya. Perlakuan Megaukes terhadap Hathib mencerminkan kehangatan dan kehormatan tiada tara, menjadikan pertemuan ini sebagai momen istimewa melebihi jamuan formal.

Megaukes dan Hathib saling bertukar senyum dan tatapan penuh makna. Kedekatan menyelimuti mereka dengan perasaan yang tidak asing, seolah mereka telah meniti jalan hidup bersama dalam perjalanan panjang. Megaukes berisyarat dengan membuka tangan kanan mempersilakan Hathib untuk mencicipi makanan yang terhidang di hadapannya. Hathib membalas dengan senyum tulus. Beberapa saat kemudian, Megaukes membentuk tanda salib dengan menyentuh dahi, dada dan pundak kanan kiri dengan jari tengah tangan kanannya. Sambil menadah tangan, Megaukes mengucap doa syukur sebelum mulai menyantap makanan. Sementara Hathib menyebut asma Allah lalu mengambil makanan yang paling dekat di hadapannya dan memakan dengan tangan kanan sebagaimana diajarkan oleh sang nabi.

Jamuan makan malam ini bukan hanya tentang sajian makanan atau minuman, tetapi tentang hubungan manusiawi yang terjalin dengan indah, sebuah perayaan tulusnya persahabatan dan cinta. Seluruh malam itu seolah dirancang untuk merayakan kedekatan hati dan jiwa, di mana setiap elemen dari acara tersebut menggambarkan kehangatan dan keintiman yang mendalam, sehingga pertemuan ini menjadi salah satu kejadian tak terlupakan dalam sejarah mereka.

Acara jamuan malam itu mengalir dengan penuh keharmonisan, seolah setiap elemen bersatu dalam sebuah orkestra yang menenangkan. Hidangan melimpah ruah dan disajikan dengan penuh keanggunan, menciptakan pemandangan yang memanjakan mata dan menggugah selera. Setiap piring, setiap sendok, tampak seperti karya seni yang dirancang untuk menyenangkan sang tamu.

Ruangan itu, dalam keheningan yang damai, memberikan ketenangan dan kenyamanan yang mendalam. Cahaya lembut lampu-lampu gantung menciptakan suasana intim sementara aroma makanan yang menggugah selera melayang di udara, membungkus setiap orang dalam selimut hangat yang menenangkan.

Di tengah kehangatan tersebut, Megaukes dan Hathib terlibat dalam perbincangan ringan namun penuh makna. Percakapan mereka mengalir dengan lancar dan penuh keakraban, ditunjang dengan kehadiran Makalani yang cekatan menerjemahkan setiap kata, menjembatani komunikasi mereka dengan keleluasaan. Gelak tawa sesekali mengisi ruang makan, menambah kehangatan dan kedekatan di antara mereka. Setiap elemen dalam jamuan ini dirancang dengan cermat untuk menciptakan pengalaman yang menyentuh hati dan mempererat hubungan.

***

“Ceritakanlah tentang nabimu itu?” pinta Georgios Putra Menas Sang Megaukes pada Hathib untuk menjelaskan bagaimana sifat-sifat dan hal lainnya terkait sang Nabi Arabia.

Segera, Makalani menerjemahkan ucapan Megaukes ke dalam bahasa Arab untuk Hathib. Begitupun sebaliknya saat Hathib selesai bicara, dia langsung menerjemahkannya untuk Megaukes. Hathib pun memenuhi permintaan Megaukes. Dia menjawab segala pertanyaan yang diajukan kepadanya.

“Benar, Tuan. Dia adalah seorang utusan Allah.”

“Sepintas aku pernah mendengar bahwa nabimu diusir oleh kaumnya sendiri?”

Lihat selengkapnya