Maria berguling ke kanan dan kiri di atas dipannya. Ia terlihat gelisah. Tiba-tiba, dengan mata masih terpejam, Maria berteriak lalu terbangun. Hati Maria gelisah mengingat mimpi yang baru saja dialaminya. Tubuhnya menggigil seperti ketakutan sementara dahinya berkeringat. Dengan gigi gemeretak, bibir gadis itu seolah ingin merapal sebuah nama yang masih terngiang-ngiang di benaknya.
“Mesuga … Mesuga … Mesuga …,” ucap Maria dengan suara nyaris tak terdengar.
Maria kaget ketika melihat Shirin telah berdiri di samping tempat tidurnya, dengan wajah kebingungan. Shirin mencoba menenangkan sang kakak yang tampak seperti baru saja melihat hantu. Napas Maria memburu dan tatapannya kosong. Entah apa yang ada dipikirannya.
“Mesuga … Mesuga … Mesuga ….”
Maria mengulang
Maria menyebut lagi nama itu dengan pelan. Suasana kamar saat itu hening, hanya ada suara percikan sumbu lilin di atas meja sehingga Shirin bisa mendengar ucapan Maria dengan jelas.
“Apa yang terjadi? Apakah kau baik-baik saja?” tanya Shirin dengan lembut, “Siapa Mesuga?”
Maria masih bingung. Ia mencoba memisahkan kenyataan dan dunia yang dihadapi dalam mimpinya. Tanpa sadar, Maria terus memanggil nama Mesuga.
Shirin kembali bertanya, “Siapa Mesuga? Apa yang terjadi? Ceritakan padaku.”
Maria mengatur napas. Ia masih berusaha memisahkan dunia nyata dan dunia mimpi.
“Maaf, aku hanya bermimpi. Lelaki itu, dia muncul lagi dalam mimpiku. Aku tidak tahu mengapa, tapi dia selalu muncul dalam mimpiku akhir-akhir ini,” kata Maria dengan suara lirih.
Shirin tersenyum, mencoba untuk menenangkan sang kakak.
“Jangan khawatir, Maria. Itu hanya mimpi. Kau hanya perlu beristirahat dan jangan terlalu memikirkan hal itu,” ucap Shirin penuh perhatian.
Maria mencoba tersenyum, tetapi dia masih bingung. Maria tahu dia harus meminta bantuan seseorang untuk memahami arti dari mimpi-mimpinya itu.
***
Pada saat yang hampir bersamaan di ruangan berbeda, Shinouti tengah terpegun sendirian di kamarnya. Shinouti mengambil perkamen yang pernah diberikan Abba Isaak kepadanya. Dia menyimpan perkamen itu baik-baik dalam sebuah kotak kayu. Kemarin, usai bebas dari para Excubitor di biara, Abba Isaak memberikannya kepada Shinouti. Diam-diam, Abba Isaak menyerahkan perkamen itu ke genggaman tangan Shinouti sesaat sebelum meninggalkan biara, tanpa sepengetahuan para pelayan, termasuk Maria.
Shinouti duduk di sebuah kursi kayu sederhana. Perlahan dia mendedah kain penutup sebuah kotak lalu membukanya. Shinouti mengambil dua perkamen itu dari dalam kotak kemudian meletakkannya di atas meja. Lantas, dia menatap dalam-dalam setiap kata pada salah satu perkamen. Kata-kata yang merupakan kutipan dari ayat kitab suci itu ditulis langsung oleh Abba Isaak. Shinouti tidak paham isi perkamen itu karena Abba Isaak menuliskannya dalam aksara Ibrani. Namun, dia masih ingat betul makna dari ayat-ayat tersebut.
Shinouti masih menatap perkamen pemberian Abba Isaak. Sebuah potongan ayat dalam kitab Bereshit, berisi tentang janji Tuhan kepada keturunan Abraham.
Ve hifreti ot'cha be-meod meod u-netatticha le goyim u-melachim mim-mecha yetzeu.
“Aku akan membuatmu sangat subur, dan membuat bangsa-bangsa darimu dan raja-raja akan turun darimu.”
Jauh hari sebelumnya, di sebuah kamar di salah satu biara, Abba Isaak dengan bersemangat memperkenalkan Shinouti pada dunia gematria. Gematria, sebuah teknik numerologi Yahudi yang mengaitkan nilai numerik pada huruf-huruf Ibrani, tampak membingungkan bagi Shinouti yang baru pertama kali mempelajarinya. Shinouti kesulitan memahami hubungan antara kata-kata dan nilai numeriknya. Abba Isaak berusaha menjelaskan rumus dan penerapan gematria. Abba Isaak menjelaskan pada Shinouti bagaimana huruf Alef memiliki nilai 1 dan huruf Bet memiliki nilai 2. Namun, Shinouti semakin bingung. Deretan huruf dan angka yang baru pertama kali dilihatnya, seperti sebuah teka-teki yang rumit, membuat kepalanya serasa mau pecah.
“Abraham adalah bapak bangsa. Tentu kau sudah tahu akan hal itu, kan, Shinouti?”
“Benar, Abba. Kitab suci menuliskannya demikian.”
“Dari pihak-Ku, inilah perjanjian-Ku dengan engkau: Engkau akan menjadi bapa sejumlah besar bangsa,” ucap Abba Isaak mengutip salah satu ayat dalam kitab Bereshit,“Kau perhatikan frasa berikut ini.” Abba Isaak menggoreskan penanya menyusun huruf-huruf Ibrani di atas papirus dengan sangat hati-hati.