Suasana menjadi begitu haru. Para pelayan wanita terisak mendengar berita keputusan Megaukes. Kecuali Maria, dia tampak tegar dengan semua yang terjadi. Sebab, dia yakin bahwa segala sesuatu adalah takdir yang telah digariskan Tuhan kepada hamba-Nya. Takdir tidak akan pernah salah. Takdir yang akan membuat sang hamba makin mendekatkan diri kepada-Nya.
“Tentu kalian bertanya-tanya,” ucap Megaukes seraya menatap para pelayannya. “Gerangan apa yang melatarbelakangi keputusan yang baru saja saya sampaikan.”
“Tuan, ” ucap Shinouti seraya menundukkan badan penuh penghormatan.
“Ya, Shinouti,” jawab Megaukes memusatkan perhatian kepada pengawal kepercayaannya itu.
“Apakah ini ada kaitannya dengan tamu dari negeri Arabia itu?” tanya Shinouti penasaran.
“Hathib?” Maburi bertanya dengan suara pelan.
Shinouti memalingkan wajah pada Maburi lalu mengangguk. Maburi mengerutkan kening. Dia masih bertanya-tanya tentang keterkaitan antara kedatangan Hathib ke istana dengan jabatan baru Potamiana yang menggantikan Maria. Sementara itu, Megaukes menarik napas pelan sembari mengangguk, membenarkan Shinouti.
“Wahai para pelayan,” seru Megaukes kepada para pelayan wanita yang masih tersedu. “Potamiana, Barirah, Shirin …, tenangkan dirimu sejenak.”
Maria berusaha menenangkan sang adik dan sahabat-sahabatnya. Setelah jeda beberapa saat, hati yang diliputi keharuan berangsur tenang. Para pelayan kembali ke tempat semula kemudian Megaukes melanjutkan ucapannya.
“Kalian tentu sudah tahu, sejak beberapa hari ini kita kedatangan tamu yang membawa surat dari Nabi Arabia. Tentu, kalian juga sudah tahu keganasan di Mesir sejak ratusan tahun lalu. Sampai detik ini pun kalian tahu betapa sadisnya kebijakan kaisar, terutama kepada kaum Koptik.”
Maria sebagai kaum Koptik belum paham ke mana arah kebijakan Megaukes terkait surat dari Nabi Arabia dan hubungannya dengan kaum Koptik. Hatinya bertanya-tanya, apa yang akan terjadi ke depannya. Maria diam dan menyimak setiap ucapan Megaukes sambil berusaha memahami.
“Ingin rasanya negeri ini aman. Koptik dan non-Koptik hidup berdampingan. Kalsedon dan non-Kalsedon tatap rukun di atas perbedaan keyakinan. Namun, saya tak bisa berbuat banyak.”
Megaukes menatap semua pelayannya itu satu per satu dengan tatapan penuh kasih. Berat terasa di dadanya untuk mengungkapkan sesuatu yang mungkin akan membuat mereka kecewa. Megaukes berusaha tersenyum meski terasa berat.
“Ingin rasanya saya menyelamatkan rakyat Koptik semua, tetapi saat ini saya hanya mampu melakukan hal kecil yang ada di depan mata.” Megaukes menarik napas panjang lalu mengembuskannya perlahan.
“Sama seperti Shinouti ketika memperlakukan seseorang yang paling istimewa di hatinya. Aku pun demikian. Nabi dari Arabia itu begitu istimewa. Surat yang dibawa Hathib dari Nabi Arabia ke istana tentu sudah menjadi salah satu takdir Tuhan. Surat dari manusia terbaik di negerinya. Tentu, saya akan membalasnya dengan cara yang sangat baik. Shinouti ….”
“Siap, Tuan,” ucap Shinouti dengan sigap.
“Siapkanlah hadiah untuk Nabi Arabia itu. Pilihkan yang terbaik dari yang paling baik.
“Baik, Tuan.”
Lalu, Megaukes menyebutkan beberapa barang yang harus disiapkan oleh Shinouti.
“Siapkanlah seribu kantong emas. Dua puluh kain tenun lembut khas Mesir. Kayu gaharu, minyak kesturi dan berbagai wewangian,” ucap Megaukes sambil menatap tajam ke arah Shinouti.
“Baik, Tuan.”
“Dan kau, Mina.”
“Ya, Tuanku.”
“Persiapkanlah obat-obatan dan madu terbaik dari negeri Mesir.”
“Baik, Tuanku.”
Kali ini, tatapan Megaukes tertuju pada Maburi. Lelaki tua kerabat Maria dan Shirin itu menarik napasnya lalu menyimak ucapan Megaukes.
“Maburi.”
“Ya, Tuanku.”
“Aku tahu engkau telah merawat hewan-hewan di istana ini dengan baik. Aku yakin kau tahu mana di antara mereka yang memiliki kualitas terbaik. Aku serahkan kepadamu, Maburi, untuk memilih hewan terbaik yang ada di istana sebagai kendaraan atau tunggangan.”
“Baik, Tuan, akan saya persiapkan sesuai perintah tuanku. Kalau boleh hamba bertanya, kira-kira hewan apa yang akan Tuan berikan kepada Nabi Arabia itu?”